Part 14

10.5K 860 55
                                    

Rakha memarkirkan mobilnya di area parkiran liar terstruktur yang tak jauh dari gedung. Iya, tahu, apa yang dia lakukan ini cukup tidak bertanggungjawab. Tapi hingga hari ini dia masih memiliki Avanza-nya dan masih dalam keadaan baik. Bagi orang yang penghasilannya pas-pasan seperti dirinya, parkir di manapun tak masalah selama tarifnya tidak semahal parkir di dalam gedung.

"Kesiangan, bro?" sapa salah satu rekannya yang bernama Sulaiman.

Dia tersenyum masam. "Iya nih. Kasur lagi enak banget ditidurinnya."

"Kopi-kopi," Sulaiman menunjukkan dua saset kopi instan yang sudah lengkap dengan krimer.

"Boleh deh," dia mengikuti pria itu ke pantry dan mengambil gelas untuk diri sendiri. "Gimana hasil rapat kemarin?"

Pria satu anak itu menggeleng dramatis sambil tangannya tetap sibuk menyeduh kopi. "Chaos. Gue sama Faris mundur ditengah jalan. Si Velya sama Pak Waluyo yang disana sampai kelar. Velya maki-maki di chat karena kita kabur gak ngajakin dia."

Perusahaan tengah gempar karena para pimpinan memutuskan seluruh kerjasamanya dengan para investor dan beberapa kerjasama dengan perusahaan lain. Beberapa karyawan yang menganggap ini adalah hal bunuh diri langsung cabut alias resign dari perusahaan. Sementara yang lain hanya bisa bertahan menunggu keajaiban datang. Nah, Rakha sendiri kebagian apesnya karena dia baru beberapa bulan bekerja disini. Jika keluar disaat masih dalam masa kontrak, dia akan terkena denda.

Maju kena, mundur kena.

Sampai saat ini masing-masing Divisi terus melakukan perbaikan dan merombak planning yang ada. Alhasil, karyawan diharuskan lembur beberapa minggu ini dan berpartisipasi dalam meeting.

Mereka memutuskan untuk melanjutkan ngobrol di kubikel masing-masing karena jam sudah akan menunjukkan pukul 9 tepat. Sebentar lagi Pak Waluyo sang Manager akan tiba. Walaupun bos mereka itu tipe yang sangat tidak ingin ambil pusing dengan sikap bawahannya—asalkan kerjaan selesai—tapi mereka merasa tidak enak jika terlalu santai.

"Pagi semua," suara itu akhirnya terdengar.

Semua orang di ruangan itu menyahut. Ada yang semangat, ada yang biasa saja. Kalau Rakha? Dia termasuk yang membalas dengan biasa saja namun tetap disertai dengan senyuman.

"Siapa yang belum kebagian meeting lembur?" tanya sang bos.

Sulaiman langsung menunjuk ke arahnya. "Si Dedek belum tuh, Pak! Ajak lah. Masih berjiwa muda, semangatnya masih membara. Mana jomblo pula. Lengkap sudah."

Kadang bisa sialan juga temannya itu.

"Oke, Rakha join. Kasih saya satu nama lagi nanti ya. Happy working, guys."

Setelah kepergian bosnya itu, Rakha langsung melemparkan pulpen ke arah Sulaiman. Bapak satu anak itu hanya terbahak-bahak di balik layar PC.

Pukul 21.00 tepat, meeting baru berakhir. Dia sesekali merenggangkan tubuhnya yang pegal sambil langkah kakinya berderap menuju pintu utama gedung. Ada sebuah sedan mahal terparkir di area drop off. Seorang pria bertubuh tinggi besar terlihat berdiri di pintu kiri sedan dan matanya memandang ke depan. Begitu tajam dan menusuk seperti sedang menakuti lawan, padahal tidak ada siapa-siapa di depannya.

Rakha baru akan mengalihkan pandangan saat akhirnya mata tajam itu menatapnya. Dia terhenyak sampai berhenti selama beberapa saat. Pria itu menelitinya dari atas hingga ke bawah lalu kembali lagi ke matanya sebelum melengos. Rakha menarik napas dan cepat-cepat meninggalkan gedung serta pria mengerikan itu.

Tepat ketika dia mencapai pintu geser, dia melihat dua orang pria yang dia kenali sebagai para direktur keluar dari lift khusus dan berjalan menuju sedan itu. Si pria menakutkan tadi bergeser dan segera membukakan pintu untuk mereka berdua. Rakha hanya bisa menghela napasnya karena merasa lega ketika sedan itu bergerak.

Final Masquerade Series (#1) : No One Needs To KnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang