Nichole menarik tanganku keluar kelas, diikuti teman-temannya. Mereka melewati Bu Feyda yang sedang asyik menelpon.

Hingga kami sampai di kebun belakang sekolah yang memang jarang sekali dikunjungi.

Nichole melemparkan tubuhku dengan keras ke tanah yang permukaannya tidak rata sehingga membuatku terlempar dengan beberapa luka kecil.

Aku hanya meringis kesakitan.

"Kau!" seru Nichole sambil menamparku.

"Aw!" seruku sambil memegangi pipiku yang terasa panas dan sakit.

"Enak banget, ya?!" seru Nichole.

Aku hanya menunduk terdiam.

"Enak banget dibela Alexanto kita!" seru teman-teman Nichole.

"Aku... Aku tidak tahu apa-apa" gumamku pelan.

"Bohong!" seru yang lainnya sambil menjambak rambutku dengan kasar.

"Aw, sakit!" seruku.

"Guys, mana tepung telurnya?" tanya Nichole pada teman-temannya, ia menyunggingkan senyum jahatnya.

Seorang teman Nichole memberikan seplastik putih berisi tepung serta telur busuk pada Nichole.

Nichole menumpahkan seplastik tepung di atas kepalaku.

Lalu teman-temannya melemparkan satu-persatu telur busuk padaku.

Aku hanya terdiam tertunduk, ia tak menangis ataupun berekspresi di depan mereka. Apabila aku menangis, mereka justru akan senang dan melakukan hal yang lebih buruk dari ini.

Nichole menyunggingkan senyum penuh kepuasannya.

"Kring...." bel istirahat kedua kembali berbunyi.

"Wah udah istirahat guys, ke kantin yuk!" ajak Nichole pada teman-temannya.

"Ayok Nichole, bye Alexia!" pamit teman-teman Nichole dengan nada menghina.

Aku berjongkok seorang diri di tempat yang tak lain adalah kebun belakang sekolah. Penampilanku acak-acakan jauh dari kata rapih.

Aku mulai menangis sejadi-jadinya, hatiku benar-benar sakit menerima semua ini.

"Di mana dia berada?!" terdengar seruan panik seseorang dari jarak yang cukup jauh, namun karena keheningan kebun belakang sekolah, aku masih bisa mendengarnya.

Namun sayup-sayup terdengar suara langkah kaki mendekat serta hembusan napas tidak teratur atau terengah-engah.

"Alexia!" seru Alexanto sambil berlarian mendekatiku.

Ia nampak terkejut dengan kondisiku sekarang yang sangat menyedihkan.

"Ayo, kau harus dibawa ke UKS. Aku akan melaporkan semuanya pada wali kelas, guru BK, ataupun kepala sekolah" ucap Alexanto sambil berusaha membantuku bangkit.

Ia membawaku ke UKS lalu petugas yang bertugas membantu membersihkan tubuhku serta membershikan dan mengobati beberapa luka yang dibuat oleh Nichole.

"Kau mau teh atau apa Alexia?" tanya petugas yang bertugas dengan halus.

"Teh saja" jawabku sambil tersenyum.

"Okey" ucap petugas itu sambil berjalan menuju dapur dan membuatkanku teh.

Aku berbaring di atas kasur UKS sambil berusaha menenangkan pikiranku.

Alexanto datang membawakan satu piring nasi goreng yang masih panas.

"Kamu makan dulu saja" ucapnya sambil duduk di pojok kasur UKS dan menyodorkan sepiring nasi goreng.

Aku jelas menerimanya, aku lalu memakan dengan perlahan-lahan karena sudut bibirku terkena luka kecil akibat perbuatan Nichole tadi.

Petugas UKS yang melihat itu sempat tersenyum melihat kepedulian Alexanto padaku.

Ia lalu menaruh teh hangat di meja dekat pintu lalu membiarkan kami berduaan.

****

Sepulang sekolah, aku mendapati kakak laki-lakiku sedang ditampar oleh ayahku di ruang keluarga kami.

"Astaga, kenapa ayah?" tanyaku sambil mendekati ayah. "Ada apa?" Tanyaku lagi khawatir.

"Alpha! Dia benar-benar keterlaluan" jawab ayah sambil menunjuk-nunjuk kakakku yang bernama Alpha.

Kakakku tertawa sinis.

"Kakak mabuk lagi?" tanyaku pelan.

"Dia bahkan menghabiskan uang bulan ini untuk judi!" jawab ayah dengan penuh emosi.

"Hei pak tua, memang kau tidak boros uang?! Kau menyewa banyak wanita, kan?!" gertak kakakku.

"Kakak" gumamku bermaksud menghentikan ucapannya yang sedikit keterlaluan.

Ayahku semakin emosi, ia bahkan pergi ke dapur. Biasanya ia akan mengambil pisau dapur dan berniat...

"IBU!" seruku memanggil ibu, aku memang tidak bisa apa-apa lagi sekarang.

Ibu datang dan melerai ayah kakakku, akhirnya mereka berhasil terpisahkan.

****

Kini aku membantu ibu menjaga toko kami, sebuah toko kecil di dekat pasar.

"Mereka sungguh merepotkan... " gumam ibu sambil menangis terisak.

Kebetulan toko sedang sepi, sehingga kami bisa mengobrol sekedarnya.

Aku tertunduk, ayahku adalah seorang pria yang sudah menghamlili banyak sekali wanita, sementara kakakku adalah pemabuk dan penjudi di kampung ini. Lalu kakak perempuanku, sebenarnya ia adalah anak pintar kebanggaan keluarga, namun sudah tiga tahun ia tidak pernah kembali dari Paris karena biaya transport yang mahal.

Aku menghela napas panjang memikirkan semuanya.

Seperti inilah masalah yang kualami...

"Tapi sekarang ibu dengar Aline sudah bekerja di sebuah tempat fitness, Xia" ucap ibuku, kali ini nadanya sedikit bahagia.

"Tempat fitness?" tanyaku sambil mengerutkan kening.

"Iya, namanya T-fitness" jawab ibuku.

"Kakak memang hebat" gumamku.

Ibuku tersenyum, namun senyumnya tidak begitu bahagia, ia terlihat masih menyimpan kesedihan.

****

Hai, gimana ceritanya? 😀😀😀 Kalo ada yang kurang-kurang maaf, ya. Jujur ini pertama kalinya aku nulis di wattpad, selama ini aku selalu nulis di laptop jadi ngetiknya nggak terbiasa gitu 😂😂.

Beautiful GirlWhere stories live. Discover now