🐺MLF - Chapter 1

20.2K 855 101
                                    

"Kamu sudah menelpon mamamu minta jemput?" tanya Meirani menoleh menatap gadis yang berada tepat di sampingnya.

Kalila mengangguk pelan. "Sudah ditelpon, mamaku sekarang lagi di jalan."

Meirani membuka resleting tas hitam kecil mengambil benda kotak. "Semoga kamu suka hadiah dariku," ucap Meirani tersenyum manis sembari menyerahkan sebuah kotak berukuran sedang berbungkus kertas merah dan seutas pita putih yang turut menghiasi kepada Kalila.

"Kado untukku?" tanya Kalila yang dibalas anggukan singkat Meirani.

"Terima kasih atas hadiahnya Mei," balas Kalila, lalu memasukkan kado tersebut di dalam tas biru tuanya.

Meirani mengangguk. "Sama-sama Lila. Oh, ya aku pamit ayahku sudah menjemputku." Gadis berambut merah itu menunjuk mobil putih yang terparkir di pinggir jalan di depan kampus.

Kalila melihat arah yang ditunjuk Meirani. "Hati-hati Meirani!" serunya.

Meirani melemparkan senyuman sebelum masuk ke dalam mobil. Kendaraan roda empat itu bergerak membaur bersama pengendara lain.

Kalila duduk menunggu di kursi berbahan kayu yang ada di apotek. Teman-teman satu kelas sudah pulang semua. Dia dan Meirani pulang terlambat karena mengerjakan tugas kelompok dari Ibu Neng.

Motor revo biru yang ditunggangi oleh seorang wanita berhenti tepat di depan apotek. Jaket abu-abu yang membalut tubuh berisi wanita itu tidak perlu diragukan lagi itu pasti mamanya. Kalila menggendong tas kecil ke punggung berjalan menghampiri. Cahaya matahari siang ini cukup menyengat di kulit ditambah jalan macet.

"Mama kenapa jemputnya terlambat?" tanya Kalila saat dia sudah naik ke atas motor memakai helm hitam.

"Tadi mama habis pulang dari pasar beli ikan mujair dan sayur bayam kesukaanmu terus masak dulu untuk makan siang. Oleh karena itulah jemputnya agak telat," jawab Amanda.

"Biasanya ada Meirani, tadi mama lihat sahabat kentalmu ngga ada?" tanya Amanda, mamanya Kalila tanpa menoleh.

"Oh, Meirani. Kalau Meirani barusan pulang dijemput ayahnya."

**********************

Setibanya di depan rumah mereka, Amanda memarkirkan kendaraan roda dua di teras rumah. Beberapa daun cokelat kering memenuhi halaman rumah dan di sisi kanan tumbuh pohon mangga yang sedang berbunga dan pohon jambu.

Amanda menggantung jaket abu-abu di sangkutan paku di dinding. "Lila gantilah baju Mama akan menyiapkan makan siang." Putri semata wayangnya mengangguk sebagai jawaban, dia segera menuju kamar yang terletak di dekat dapur mengganti seragam kampus dengan baju kaos abu-abu bergambar pisang dan celana panjang santai hitam.

Mama Amanda sedang menyiapkan nasi, lauk pauk, dan sayur di atas meja. Aroma nikmat masakan menggoda indra penciuman Lila, perutnya berbunyi nyaring. Gadis berusia delapan belas tahun itu mengambil tempat duduk di depan mamanya.

Kalila mendahulukan terlebih dahulu mamanya mengambil makan siang. Setelah Amanda selesai barulah dia mengambil makan siang.

Suara jarum jam yang berdetak mengisi kekosongan beberapa saat. "Sudah dapat nilai dari tugas yang dikerjakan sampai tidur jam 12.00 malam?" tanya Amanda di sela-sela makan.

"Sudah dinilai, Ma," jawab Lila memakan potongan ikan mujair.

"Dapat berapa nilainya?" tanya Amanda, kali ini wanita itu menatap serius putrinya itu.

Wanita yang memiliki rambut bergelombang sebahu itu setiap hari bertanya pertanyaan yang sama. Mungkin bagi anak-anak lain akan sangat malas menanggapi pertanyaan tersebut, tapi tidak bagi Lila. Menurut Lila itu adalah perhatian orang tua terhadap anaknya.

"Nilainya seratus plus, Ma." Terselip nada bangga saat Lila mengatakannya.

"Makasih putriku membuat Mama bangga terhadapmu. Teruskan, Nak ya perjuangkan dan pertahankan." Amanda tersenyum bahagia seraya mengacungkan dua jempol. "Lila mau apa sebagai hadiah dapat nilai seratus?"

Kalila memasang pose berpikir. "Aku mau dua es krim rasa stroberi dan cokelat."

"Nanti sore Mama akan belikan dua es krim untukmu."

"Aku akan menunggu, sekarang aku mau ke kamar."

*****************************

Lila duduk di atas kursi meja belajar mengeluarkan buku cetak, binder, kotak kado dari dalam tas. Meirani sahabat sejak kecil sampai sekarang. Orang-orang banyak menyangka jika Lila dengan Meirani adalah saudara, setiap hari selalu berdua bagai perangko.

"Kira-kira apa isinya?" ucap Lila penasaran sambil menarik pita putih, lalu mengoyak kertas yang membungkus kado.

Kalila membuka kotak kado. Bibir tipisnya membentuk senyuman manis. "Boneka beruang?" ucapnya bahagia.

Boneka beruang berbulu kuning dengan hiasan bantal berbentuk cinta. Sudah lama dia menginginkan boneka tersebut dan sekarang harapannya terkabulkan. Kalila mengambil smartphonenya membuka aplikasi whatsupp.

Kalila Arabella

Terima kasih Meirani hadiahnya. Kamu tahu sekali aku suka boneka beruang.

Meirani Dwi Lestari

Sami-sami Lila.
Ada pesanan dari Pak Arfani, kata Pak Arfani dia pesan dua lukisan. Temanya matahari tenggelam di pinggir pantai dan taman bunga. Pak Arfani ambil lukisannya hari sabtu minggu ini.

"Hadiah dari siapa Lila?" Dari arah belakang seorang wanita berusia empat puluh tiga tahun bertanya.

Lila berbalik, lalu tersenyum. "Dari Meirani, Ma," ujarnya seraya menunjukkan boneka beruang tersebut.

Amanda menyentuh benda berbulu gemuk. "Bonekanya bagus, Meirani bisa memilih."

"Ini pakaianmu Lila jangan lupa dilipat." Amanda meletakkan tumpukan pakaian yang sudah kering ke atas ranjang berseprei gambar harimau.

"Siap, Ma!" balas Kalila.

Amanda menutup pintu kamar putrinya berjalan ke dapur untuk membuat kopi.

Kalila meletakkan boneka beruang di atas rak pakaian. Gadis itu meletakkan peralatan melukis di atas meja belajar. Dia mengambil kertas buku gambar satu lembar dan mulai menggambar sketsa memakai pensil. Lima belas menit gambar sketsa selesai. Melukis adalah salah satu keahlian Kalila, setiap ada waktu kosong dia akan melukis. Maka tidak perlu heran di setiap dinding kamarnya dipenuhi berbagai macam lukisan. Tidak semua hasil lukisan Lila dipajang di dinding, sebagian lukisannya dijual. Hasil penjualan pun lumayan untuk ditabung.

Dalam waktu satu jam lukisan pemandangan saat matahari tenggelam di pinggir pantai telah selesai. Kalila tersenyum puas.

"Selesai juga lukisannya tinggal menunggu kering aja."

Kalila menutup mulut saat menguap, matanya berair. Dia naik ke atas ranjang mengambil bantal dan menyelimuti selimut.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 22, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Little FlowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang