5

6.9K 843 28
                                    

Ari tidak tahu apa yang dihadapinya sekarang. Cobaan? Atau malah jebakan?

Semalam, Adil mengundangnya untuk makan siang di rumah. Katanya, Lia, istri sahabatnya itu akan memasakkan makanan. Karena pernah memasak makanan buatan Lia yang memang benar-benar lezat itu plus karena dia memang seorang lajang yang tidak punya tujuan hidup, akhirnya, Ari setuju-setuju saja datang. Tapi, yang diliat di depannya ini... apa, ya?

Teater kolosal? Drama kolosal? Opera sabun?

Sedikit saja. Sampai makanan di depannya ini habis, dia akan langsung menginterogasi Adil. Ari benar-benar sudah muak. Situasinya begini, tadi, sekitar pukul setengah 12, Ari sampai di rumah itu. Menurut Lia, Adil sedang berenang seperti biasa dan mungkin sebentar lagi sampai. Ari mengerti, ia memilih duduk di sofa ruang tamu sambil menonton nickelodeon sementara Lia menyiapkan makanan di dapur bersama seorang pembantu. Lalu, sekitar pukul 12 lewat sedikit, deru mobil terdengar mendekat. Dengan semangat, seperti Cinderella yang menunggu Ayahnya pulang, Ari datang ke carport dan menemukan Adil turun dari mobil. Disusul Luna yang tampak cantik dengan terusan bunga-bunga selutut.

"Dil, what is this?" tanya Ari, terkejut. 

Tapi, satu-satunya jawaban yang diberikan Adil adalah sebuah senyuman lemah disusul kalimat, "tar gue jelasin." 

Luna dikenalkan sebagai teman Adil. Teman. Tanpa tambahan keterangan: mantan pacar yang masih Adil cintai mati-matian dan tampaknya juga masih mencintai Adil mati-matian. Lia tampak percaya saja. Ia mencium pipi kiri dan kanan Luna dengan ramah seperti sahabat lama yang pernah lost contact atau apa. Tapi, sekarang, apa Lia tidak bisa melihat interaksi Adil-Luna yang berbeda dan sangat kelihatan kalau mereka lebih dari sekedar 'teman'?

Luna menyendokkan nasi untuk Adil, yang dibalas Adil dengan menyendokkan lauk. Mereka bahkan duduk bersebelahan dan saling bertatapan dengan penuh cinta. Sumpah, Ari saja bisa lihat dengan jelas. Kalau sampai Lia tidak bisa liat, perempuan itu jelas-jelas sudah mati rasa. Dan yang lebih mencolok lagi, Luna bahkan melempari tatapan ingin membunuh saat Adil refleks mencium dahi Lia sebagai bentuk balasan Lia mencium punggung tangan Adil.

Kalau Adil bukan sedang bermain api, Ari tidak tau apalagi nama adegan di depannya ini.

***

Stella baru keluar dari klinik dokter kandungan saat ponselnya bergetar. Nama Luna tercetak di layar. Stella mengernyit. Sudah sekitar dua minggu mereka tidak saling menghubungi, lalu kenapa sekarang tiba-tiba Luna menghubungi? Stella tersenyum. Mungkin Luna sudah menyadari kalau omongan Stella benar. Mungkin Luna menghubunginya untuk mengajaknya berteman lagi. Amin.

Tapi, yang dilihatnya benar-benar membuatnya mendidih. Astaga, Luna.

Luna (hp): Gue lagi di rumah Adil. Dia ngenalin gue ke istrinya. Lo masih mau bilang dia gak cinta gue, Stell?

Stella membuang napasnya cepat. Dia harus langsung melakukan apa yang sudah dia kerjakan dari lama. Rencana itu harus direalisasikan.

****

"Itu tadi apa maksudnya?" Ari dan Adil bertemu di Kahvi, sebuah kedai kopi di bilangan sudirman. Ari tadi pamit pulang sekitar pukul tiga. Setelah dia 'terjebak' drama murahan yang sama sekali tidak dia kehendaki. Setelah makan tadi, mereka malah masih sembat mengobrol. Lia benar-benar membuka diri terhadap Luna. Ari tidak bisa menyalahkannya, sih. Sewaktu baru berkenalan dengan Ari, Lia pun memberi respon yang sama. Dia sangat... terbuka pada siapapun.

"Meaning?"

"Lo tau maksud gue, Dil."

Adil nyengir, "relax. Lo kenapa tegang gitu, sih?"

[2/3] It's todayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang