2. Sederet Kalimat Manis

12.4K 894 266
                                    

Samar-samar aku mendengar teriakan Vegi. Ah, dia selalu saja menggangguku. Sengaja membuatku terpaksa bangun dari tidur singkatku.

"Woi! Jangan gangguin Lova gue yang lagi sleeping beauty. Berisik amat lo semua, kayak janda meet up ngadain arisan brondong. Awas aja kalau sampai Lova gue kebangun."

Aku mengerjapkan mata berulang kali, sebelum kesadaranku kembali seutuhnya.

"Hoaamm ... Berisik banget lo, Veg. Ganggu tidur gue aja." Aku berbicara padanya dan dia hanya membalasku dengan cengiran keledai--idiot-- miliknya itu.

Kenapa ramai sekali? Apa sekarang jam istirahat kedua? Benar saja, aku tertidur dalam waktu yang sangat singkat. Tak masalah, yang penting aku sempat tidur siang.

"Ngapain lo ngeliatin gue gitu amat? Noh, banyak cewek cakep, bohay nan aduhay, walaupun ke mana-mana tetep gue yang paling ashoy. Jangan gue mulu diliatinnya," ucapku risih pada Vegi.

Melihat matanya yang seperti mupeng denganku, ingin sekali aku mencolok kedua mata indahnya itu menggunakan pisau dapur di rumahku. Lalu, akan kutarik dan kucabut secara paksa.

"Lo itu kan masa depan gue, Lov. Kalau di deket lo bisa buat gue seneng. Kalau dengan cuma natap lo bisa buat hati gue berdesir nyaman. Kalau cuma lo cewek yang bisa buat gue deg-deg-an, terus, apa alasan yang sesuai supaya gue bisa berpaling dari hadapan lo? Lo itu segalanya. Bagi gue, lo adalah dunia. Dunia dongeng yang gue harap bisa jadi nyata. Dunia tempat kebahagian gue yang sesungguhnya."

"Belajar majas hiperbola di mana? Kok hebat?" tanyaku kesal bercampur gemas dengannya.

Vegi mengatakan kalimat puitisnya tadi dengan suara yang cukup keras. Siswa-siswi lain yang tadinya sangat berisik, kini diam dan membungkam mulut mereka. Aku yakin, sebentar lagi akan ada gosip receh mengenai kedekatanku dengan Vegi yang berpredikat sebagai most wanted boy. Yah, walaupun aku juga masuk kategori most wanted girl.

Bukan saat yang tepat, jika saat ini aku baper. Menurutku, Vegi hanya bercanda ketika menggodaku. Semua yang dikatakannya tidak pernah serius. Kapan seorang Vegi berubah menjadi pribadi yang serius? Tidak salah bukan, kalau aku tidak bisa atau mungkin belum percaya padanya?

"Gilssss, my prince bunny Vegi jadian sama Lova?! Gue ga terima! Pokoknya ga terima!"

"Kalau saingannya si Vegi, gue pasti kalah telak, lah. Lova cuma sekedar angan-angan di hidup gue."

"Mereka jadian? Most wanted sekolah kita jadian? Hot news banget, ulalaw."

"Ganteng sama cantik. Mereka cakep dan cocok. Gue nge-ship mereka, dong."

"Gue berani taruhan, mereka itu cuma pura-pura. Pinter bersandiwara. Kalau jadian juga, paling ga akan bertahan lama."

"Vegi lebih serasi sama gue. Kalau sama Lova terlalu sempurna. Mending sama gue. Abang Vegi cakep, gue-nya jelek. Jadi, saling melengkapi, deh."

"Pupus harapan gue dapetin primadona sekolah. Gue dibandingin sama Vegi? Ibarat lamborghini dengan asap knalpot bajaj. Berbeda kalangan."

Begitulah yang dapat kutangkap oleh indera pendengaranku. Bisik-bisik dari masing-masing penggemarku dan juga Vegi. Kurasa hatersku akan bertambah atau mungkin membludak mulai detik ini. Mana fansnya Vegi banyak pula, hatersclub untukku pasti banyak peminatnya.

"Udahlah, Lov. Biarin mereka mau bilang apa. Kalau gue milihnya elo, mereka bisa apa?" ucap Vegi santai.

"Lah, gue mah sabodo. Emang lo yakin banget, kalau gue juga suka sama lo?"

Jemuran Zone Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang