1.

732 44 6
                                    

Rakha yang memiliki nama kecil Ata, merupakan pangerannya sejak kecil, namun kini ia telah menghilang ditelan bumi. Dan sejak itu Rikha merasa telah kehilangan kebahagiaannya.

Hitam, sepi, sendiri dan jauh dari keramaian. Itu semua sudah menjadi teman setia Rikha selama ini, bukan dari lahir sih, melainkan semenjak dua tahun yang lalu, bayangannya kini lebih setia dari 'temannya' yang dulu. Entah mengapa sejak kepergian Ata, Rikha lebih suka untuk berdiam diri dan menjauhkan diri dari keramaian. Bahkan sampai saat ini Rikha tidak punya teman sama sekali!! Yah, bukannya berlebihan tapi ini memang kenyataannya.

Sebenarnya, bisa saja Rikha mendapatkan teman tapi entahlah untuk saat ini Rikha lebih memilih sendiri. Ini lebih baik daripada Rikha harus bersusah-susah lagi untuk memulai dari awal dan pada akhirnya mereka akan meninggalkannya. Benarkan?

Semenjak kepergian Ata-yang tak pernah tau kapan akan kembali- Rikha menjadi kepribadiaan yang tertutup dan Rikha berjanji pada dirinya sendiri kalau ia takkan pernah membuka hatinya untuk siapapun dan sampai kapanpun. Walaupun untuk berteman sekalipun. Lagian Rikha tak begitu suka menjadi pusat perhatian
karena Rikha jadi merasa semua orang sedang menertawai kesusahannya.

Sudah cukup Rikha kehilangan orang yang sangat ia cintai dan Rikha tak mau lagi untuk kehilangan. Kau tau, lebih baik mati daripada harus hidup dengan keadaan seperti ini. Ini sama saja Rikha dibuat untuk mati secara perlahan, kenapa tidak langsung dibuat mati saja?

Sampai detik ini juga, Rakha tak pernah tau apa alasan Ata meninggalkan dirinya tanpa meninggalkan sepatah katapun. Atau mungkin Rikha yang tidak sadar bahwa pertemuan terakhir mereka akan benar-benar menjadi pertemuan terakhir?

Entahlah dirinya juga tak tau. Yang Rikha tau, dirinya hanya merasakan sakit yang mendalam dan beribu pertanyaan yang ia sendiri tak tau apa jawabannya.

Rikha selalu menangis dalam diam, tak tau lagi akan membaginya dengan siapa karna sejak dulu, Rikha selalu membaginya dengan Rakha, Ata-nya.

Namun sekali lagi Rikha mengingatkan bahwa Ata sudah pergi! Dan Rikha akan memulai hidup barunya tanpa ada hadirnya Ata di sampingnya lagi! Tapi apakah ia bisa? Entahlah.

Besok, Rikha akan mulai memasuki sekolah barunya, entah ini sudah ke berapa kalinya Rikha menjadi murid baru karna baginya untuk sekarang sekolah bukanlah hal yang penting.

Cita-cita, mimpi-mimpi dan semua keinginannya di masa depan baginya sudah kandas. Ia takkan lagi mengejar semuappp mimpinya! Buat apa mengejar mimpinya kalau orang yang sangat kau harapkan untuk mengejar mimpi itu bersama, sudah pergi? Orang yang sudah mengajarkan dan mengenalkan tentang mimpi-mimpi itu, namun orang itu juga yang mengkandaskan mimpi tersebut.

Tok...tok...tok...

Ketukan di pintu kamar Rikha dan suara lembut milik bunda membuyarkan semua lamunannya.

"Ca... Kamu sudah tidur nak?" Rikha menatap nanar ke arah pintu kamarnya yang kini terbuka secara perlahan.

Bundanya memasuki kamar yang gelap gulita hanya diterangi oleh cahaya rembulan yang masuk melalui jendela. Memperlihatkan siluet remaja yang sedang duduk dengan menatapnya nanar, sungguh! ia sakit melihat pemandangan ini setiap harinya.

Melihat anak yang tinggal semata wayangnya menderita.
Ia melangkah menuju anaknya yang kini sedang menundukkan kepalanya dalam-dalam. Tak lama bahu mungilnya mulai terguncang dan ia mulai menangis lagi.

"Kenapa belum tidur Ca? Sudah malam, sekarang kamu tidur ya?" Bundanya merengkuhnya kedalam pelukan hangat.

Rikha masih terisak pelan ketika bundanya membaringkannya dan menyelimutinya.
"Selamat tidur, mimpi indah ya nak." Bundanya mengusap pelan kepalanya hingga Rikha jatuh terlelap.

🌊🌊🌊

Sinar matahari mulai menyusup melewati celah-celah kecil di jendela. Di dalam kamar, Rikha sedang meringkuk di atas kasurnya sambil memeluk erat tubuhnya. Ia merasa menggigil, bukan karna dinginnya pagi, melainkan ia lagi-lagi teringat dengan Ata.

Semenjak kepergian Ata, ia selalu seperti ini. Ia akan terbangun dengan bermacam mimpi buruk yang selalu sukses membuat tubuhnya menggigil.

Ketukan pada pintu diiringi Bunda yang memasuki kamar Rikha, masih belum berubah dari kemarin. Kamar ini masih gelap walau sudah pagi. Seluruh jendela masih tertutup rapat, seolah tak mengizinkan sedikitpun cahaya yang masuk. Bunda menghampiri anak semata wayangnya yang berada di atas kasur.

"Selamat pagi Ca, sudah bangun? Ayo, mandi dulu biar bunda yang mempersiapkan seragam sama alat sekolah kamu." Bunda menyapanya dengan lembut-seperti biasa.

Rikha menggeliat sebentar, Ia terduduk dengan pandangan mata yang kosong, tubuhnya masih terasa sedikit menggigil. Tak lama kemudian ia mulai beranjak dari tempat duduknya, berjalan menuju kamar mandi dengan tatapan yang kosong.

Tak lama setelah Rikha pergi, diam-diam Bunda menangis sembari mempersiapkan kebutuhan Rikha. Sebenarnya hatinya juga sedih saat melihat Rikha menjadi seperti ini, ibu mana yang tam sedih jika selalu melihat anak semata wayangnya selalu berduka. Tapi demi anak semata wayangnya,ia berusaha untuk tetap tegar. Bunda ingin suatu hari nanti, anaknya dapat tersenyum lagi seperti dulu.

Di depan pintu kamar mandinya, Rikha melihat itu semua. Melihat air mata Bundanya yang mengalir deras melalui pipinya dan juga bahunya yang terguncang. Sejujurnya, Rikha juga merasa bersalah namun keadaanlah yang memaksa Rikha untuk seperti ini. Sungguh, Rikha ingin sekali melupakan namun hati kecilnya berkata lain.

Perlahan Rikha menutup pintu kamar mandi dan menangis sejadi-jadinya. Menyesali dengan semua yang terjadi.

Kesedihan itu masih terasa, walaupun setelah 2 tahun berlalu, masih meninggalkan bekas yang amat dalam. Sejujurnya Rikha ingin bangkit dari keterpurukan ini, tapi bagaimana caranya? Sampai kini, itu masih menjadi teka teki dihatinya.

Setelah bergulat dengan batinnya, Rikha memutuskan akan berangkat ke sekolah. Setidaknya Rikha sudah mau berusaha untuk membuka diri sedangkan untuk hasilnya, ia serahkan saja pada takdir.

"Ca...?!" Bunda mengetuk pelan pintu kamar Rikha, karna sedari tadi Rikha belum keluar dari kamar padahal waktu sudah hampir menunjukkan pukul tujuh.

Rikha membuka pintu kamar dengan memakai seragam lengkap, membuat Bunda tersenyum simpul. Akhirnya setelah sekian lama, Bunda bisa melihat Rikha kembali memakai seragam sekolahnya.
"Ini nak bunda bawakan bekal ya?" Bunda menyodorkan kotak bekal berwarna pink.

"Makasih bun." Rikha mengambil bekal itu dan berjalan meninggalkan Bunda yang menatap lekat dirinya sambil terus tersenyum di belakang Rikha.

Rikha berangkat dengan berjalan kaki, ia memutuskan untuk menaiki angkutan umum saja, ia tak mau naik mobilnya karna terdapat banyak sekali kenangan dengan Ata dalam mobilnya.

31 okt 2016


Time: DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang