A NEW LIFE HAS COME

22.6K 1.1K 31
                                    

Aku menatap Ibu sekali lagi, menyelami pandangan matanya yang semenjak Ayah meninggal mulai redup itu. Aku masih belum beranjak dari tempat dimana aku berdiri di depan Ibu. Bagaikan telenovela aku dan Ibu saling diam melempar pandang.

"Bu..."

"Cepatlah pergi. Ibu tidak mau kau ketinggalan pesawat. Ingat, jangan kecewakan Ibu seperti yang dilakukan kakakmu. Nyonya Kim pasti bisa mengawasimu, dan ketiga anaknya."

"Apa Ibu tidak ingin merubah pikiran Ibu?" Tanyaku hati-hati. Ia menghampiriku. Menepuk lenganku beberapa kali dan terlihat beliau sedang menahan tangisnya.

"Hus hus, sana pergi. Ibu yakin ini pilihan terbaik. Jangan. Kecewakan. Eomma." Penuh penekanan di setiap kata terakhir.

"Baiklah, demi kebahagiaan Ibu aku akan menuruti perintahmu."

Aku berbalik membelakangi Ibu dan mulai mendorong troli koperku. Aku tak menghiraukan Ibu lagi, berusaha untuk tidak menangis karena aku harus meninggalkannya. Tapi,

"Bu!!!" Aku berbalik dan berlari ke arahnya, berlari ke pelukannya. Dan lihat! Ibu juga menangis!

"Jaga kesehatan Ibu, aku tidak mau mendengar bahwa Ibu sakit. Biarkan Rafika bersenang-senang semaunya. Ibu masih memiliki aku dan Revando. Aku yakin Revand akan bisa menjaga Ibu."

Ibu mengelus punggungku pelan. Aku semakin tersedu.

"Rasya, berjanjilah pada Ibumu bahwa kau akan jadi anak kebanggaan Ibu."

"Aku berjanji Bu. Kau bisa pegang janjiku."

"Baiklah, segera pergi! Kau akan menjajaki kehidupan baru di Korea. Fighting Rasya-ah!!!" Ibu mengepalkan kedua tangannya di samping kepala. Aku tersenyum geli, dan mulai berjalan memasuki ruang check-in.

***

Incheon International Airport, 17.30 KST.

"A new life has come." Aku menghela nafas dan berjalan ke luar bandara. Aku melihat beberapa penjemput menenteng nama para penumpang. Dan aku sedikit kaget saat ada namaku.

"Rasya Vivenna - Indonesia"

Aku mengerutkan keningku. "Siapa lelaki itu?" Gumamku. Aku mendekatinya dan mengajaknya berbicara dengan bahasa Korea ku yang cukup fasih.

"Nuguya?" Tanyaku. Lelaki itu justru mengerutkan keningnya dan bergidik ngeri saat aku menanyainya.

"Nae Kim Seokjin imnida. Nugu?"

"Kim Seokjin? Kenapa kamu membawa name tag-ku?"

Dalam sedetik mimik wajahnya berubah ramah.

"Ah, jadi kau yang namanya Rasya Vivenna? Aku adalah anak Nyonya Kim, teman Ibumu."

Aku manggut-manggut dan tersenyum. "Jadi begitu? Aku kira kau adalah pesuruh Nyonya Kim."

"Mwo? Apakah aku seperti pesuruh?"

Aku memandangi style-nya. Jeans hitam menempel di kaki jenjangnya, dipadukan dengan kemeja kotak-kotak biru hitam dan sepatu nike putih. Aku bengong sebentar. "Fashionable."ungkapku tanpa sadar.

"Apa? Kau bilang aku fashionable?"

Aku langsung salah tingkah karena ternyata dia mendengarku.

"Haha, kajja kau harus beristirahat. Untuk sementara Ibumu bilang kau harus tinggal di rumah Ibuku dulu. Baru setelah kau mendapatkan apartemen yang cocok, kau bisa pindah."

"Heol! Ibu bilang dia sudah menyiapkan apartemen untukku. Kau sedang berbohong Seokjin-ssi?"

"Aniya, aku serius."

Aku mendengus kasar. Tapi tak apalah, mungkin beberapa hari serumah dengan lelaki tampan seperti Seokjin memberikan pengalaman baru bagiku. "Haha, aku ini bicara apa sih."batinku dalam hati.
.
.
.
Selama di perjalanan aku lebih banyak diam dan memilih mendengarkan dongeng dari Jin -sapaan akrab Seokjin- yang sedang menceritakan tentang penjuru negara Korea.

"Nah kita sudah sampai. Ayo turun."

Aku membuka pintu mobil dan sedikit terkejut dengan rumah mewah berdinding kaca di depanku.

"Inikah rumah Nyonya Kim?"

"Tentu, dan ingat aku adalah anaknya. Jadi ini juga rumahku. Ayo masuk, Ibu sudah menunggumu."

aku melangkahkan kakiku masuk ke pekarangan rumahnya. Jin membawakan koper-koperku, dan saat Jin membuka pintu utama kami disambut dua pembantu Nyonya Kim dan lansung mengambil alih koper-koperku.

"Annyeonghaseyo, Rasya Vivenna!" Suara seseorang menginterupsi gendang telingaku, membuatku aku dan Jin menoleh bersamaan.

"Ah, Nyonya Kim aku datang." Aku membungkukkan badanku bermaksud untuk menghormatinya.

"Jangan panggil aku seperti itu! Kau cukup panggil aku dengan sebutan Ibu."

Aku terkekeh geli, entah mengapa walaupun awalnya aku tidak berniat bersekolah di Korea, tapi sekarang aku merasakan kehangatan menerpaku.

"Ayo makan dulu, kau pasti lelah setelah delapan jam berada di pesawat." Aku dirangkul Nyonya Kim dan menuju dapur.

"Eomma, apakah kita tidak biarkan dia untuk istirahat dulu? Aku yakin dia pasti lelah." Sela Jin dari belakang.

"Ah, aniya. Aku tidak lelah Jin-ah." Aku duduk di meja makan dan Nyonya Kim langsung mengambilkanku beberapa potong ayam goreng.

"Ini makanlah. Aku berharap kau betah tinggal di sini. Aku memiliki tiga anak laki-laki. Jin adalah anak pertamaku. Anak keduaku bernama Kim Taehyung, mungkin lebih tua darimu dua tahun. Dan yang terakhir adalah Kim Jungkook, seumuran denganmu."

"Benarkah? Dimana mereka Nyonya?"

"Aigoo, aku sudah bilang jangan panggil aku Nyonya, panggil Eomma! Ibu."

"Ah, ne."

"Kedua anakku sedang ada di luar, Taehyung bermain dengan temannya. Sedangkan Jungkook pasti sedang latihan basket."

Cukup lama kami bertiga berbincang di meja makan. Sampai akhirnya ada seorang lelaki menaiki tangga tetapi dicegah oleh Nyonya Kim.

"Tae-ah, kemarilah! Kita kedatangan tamu."

Yang dipanggil hanya melengos ke arahku, tapi dia menuruti kata Ibunya. Dia menghampiri meja makan, dan memberikanku salam penghormatan. Begitu juga denganku.

"Namanya Rasya, dia anak teman lama Ibu yang ada di Indonesia. Dia akan menjadi adik tingkatmu di Hongdae, Ibu harap kau menjaganya seperti adikmu sendiri."

Aku membelalakkan mataku saat mendengar perkataan Nyonya Kim. "Adik tingkat?!"batinku.

Jujur, aku tidak suka dengan raut wajah Taehyung. Dia sangat tampan, tapi sepertinya arogan. Dan lihatlah betapa lusuh rambutnya yang berwarna hitam kehijauan itu. Ah lelaki tak pernah menyisir rambut!!!

TBC

Vomment dong jgn jadi siders hoho

PERVERT BOYWhere stories live. Discover now