"Kau suka bermain Fantasy World?" tanya Luna tampak antusias.

"Iya! Jangan bilang kau...." aku menggantungkan kalimatku sambil menatap kearahnya dengan tatapan menyelidik.

"Iya! Aku suka itu juga!" Luna tersenyum lebar. "Kau sudah level berapa?" tanya Luna melanjutkan perkataannya.

"Aku sudah level 20. Cukup sulit untuk mencapai level itu. Kau sudah berada di level berapa?"

Aku berharap jawaban Luna adalah "Wah, Cal, kau hebat sekali. Aku baru level 7" tapi yang keluar dari mulutnya benar-benar membuatku malu dan ingin loncat dari lantai 12 rumah sakit ini sekarang juga.

"Levelku sudah tamat" Luna tersenyum senang.

Niat ingin pamer.

Ah, sudahlah.

"H-Hahaha.. Kau hebat sekali," aku tertawa canggung.

"Ah, tidak juga. Ngomong-ngomong, apa game ini sulit?" tanya Luna sambil memperlihatkanku sebuah icon game.

"Tidak. Itu gampang sekali. Coba saja mainkan," jawabku. Akhirnya, Luna mulai bermain game itu. Karena ia tak mengerti caranya, aku mengajarinya. Sesekali kami tertawa, berteriak, dan mengejek satu sama lain jika salah satu dari kami kalah.

Malamnya, aku tidur dengan senyum di wajahku. Akhirnya, aku punya teman di rumah sakit. Terlebih lagi, ia seorang perempuan manis yang jika diajak bicara nyambung denganku.

——
Hari-hari berikutnya, kami menjadi semakin akrab. Kami berbicara mengenai hobi dan sekolah kami.

Luna ternyata pintar menggambar. Ia pernah menggambar mukaku dengan rambut yang sangat mirip dengan rambut asliku. Ia juga bercerita bagaimana awalnya ia masuk ke rumah sakit. Luna ternyata sangat takut kepada Ibunya.

"Entahlah, Ibuku sangat suka mengancamku dan memperlakukanku cukup buruk. Mungkin karena lelah dengan semua itu, aku berakhir disini dengan penyakit aneh. Bahkan dokter tidak tahu penyakit apa yang ada dalam tubuhku"

Secara fisik, Luna terlihat normal saja. Seperti orang sakit pada umumnya. Dengan kulit dan bibir pucat dan kantung mata yang membuatnya terlihat seperti orang kelelahan. 

Ia terlihat sangat normal.

Tapi dibalik itu, didalam tubuhnya ada sebuah penyakit aneh. Bahkan dokter tidak bisa menemukan obatnya. Ia akan muntah darah sesaat setelah ia makan. Ia juga bilang tenggorokannya terasa sangat kering setelah muntah itu.

Aku berharap, aku dan Luna bisa segera keluar dari rumah sakit.

"Cal! Aku menang! Hey, kau melamun?" tak sadar, Luna sudah melambaikan tangannya di depan wajahku.

"Eh? Apa? Maaf aku melamun," jawabku sambil mengusap mataku.

"Aku menang, Cal! Kau harus mentraktirku jika kita sudah keluar dari rumah sakit!" ucapnya gembira.

"Itu hal gampang, Lun," ucapku sambil mengedipkan sebelah mataku dan disambut tampang menjijikan dari Luna.

"Mengapa Ibumu belum mengunjungimu lagi?" tanyaku sambil memainkan game.

game boy; cthOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz