17. April Mop

7.2K 969 84
                                    

April, 2016

Pekan UTS kini sudah di depan mata, sementara tugas-tugas masih menumpuk dan harus dikumpulkan sebelum UTS dimulai, dan sialnya lagi, masih ada banyak kelas pengganti yang bertabrakan sana-sini dengan jadwal Nadhira. Duh!

Hari ini, contohnya. Nadhira harus mengerjakan kurang lebih lima puluh soal Matematika Ekonomi yang mematikan itu di perpustakaan kampus. Seandainya dia punya teman yang pintar dalam hitungan, mengerjakan tugas yang tiba-tiba dalam jumlah banyak—apalagi ini matematika!—pasti akan jauh lebih menyenangkan. Sejak dulu Nadhira memang buruk kalau sudah berhubungan dengan rumus dan hitung-hitungan.

Sebenarnya ia ingin meminta Reihan menemaninya, tapi sejak pertengkaran mereka beberapa hari lalu, baik Reihan ataupun Nadhira tidak pernah benar-benar berbicara pada satu sama lain walaupun Nadhira masih nebeng Reihan ke kampus setiap hari.

"Dhir, what are you doing? Nggak ada kelas?" 

Aksen British yang kental itu membuat Nadhira menoleh dan mendapati salah satu teman dekatnya, Naomi, berjalan ke arahnya.

"Ngerjain tugas, Nao. Dosen gue barusan ngabarin Jasmine katanya hari ini nggak masuk, dan sebagai gantinya dia ngasih tugas gitu," jawab Nadhira pasrah sambil menunjukkan buku kumpulan soal Matematika Ekonomi yang menjadi tugasnya.

Naomi mengernyitkan dahinya heran, "Dosen lo bukannya Pak Burhan? Dia kan jarang banget absen?"

Pak Burhan yang notabene-nya dosen paling "mematikan" se-Fakultas Ekonomi itu memang tidak pernah absen. Bisa dihitung dengan jari berapa banyak ia tidak menghadiri kelas pada semester lalu, dan entah kenapa dosen killer itu sangat menyukai Jasmine—padahal prestasi Jasmine biasa-biasa saja jika dibandingkan dengan anak-anak lainnya—maka dari itu, Jasmine selalu dimintai tolong dan segala informasi mengenai kelasnya akan ia sampaikan melalui Jasmine. 

"Iya gitu deh... gue juga nggak tau kenapa," jawab Nadhira sambil mengedikkan bahu, "Lo mau langsung ke kelas nih?"

Naomi mengangguk lesu, "I hate morning classes, you know. Nanti ke kantin bareng yaa!"

Tidak lama setelah punggung Naomi menjauh, sebuah pesan masuk ke ponsel Nadhira.

Reihan Soe: dhir dmn? kok gak kelas?

Refleks Nadhira mengernyitkan dahinya. Kelas? Bukannya hari ini Pak Burhan absen?

***

Napas Nadhira tersengal-sengal ketika sampai di kelas yang berada di lantai enam itu. Maklum, lift di gedung Ekonomi selalu panjang antreannya, jadi Nadhira terpaksa harus menaiki tangga menuju kelas Pak Burhan—yang kalau datang terlambat beberapa menit saja, bisa langsung kena 'semprot'.

"Permisi," ucap Nadhira sambil mengatur napasnya, memotong penjelasan Pak Burhan tentang materi yang ia sampaikan pagi ini.

Dosen yang sedang menulis sesuatu di papan tulis itu menoleh ke arah Nadhira dengan tatapan penuh kebencian.

"Dimana-mana, mahasiswa itu datang lebih dulu daripada dosen. Wong dari zaman saya kuliah juga begitu. Lha, ini, malah terbalik! Nah ini, bukti konkrit atas kebobrokan generasi kalian!" racau Pak Burhan sambil menunjuk-nunjuk Nadhira dengan spidol papan tulis. 

Rasanya, kalau spidol itu bisa berfungsi sebagai tongkat sihir, detik itu juga Nadhira sudah berubah jadi kodok—atau bahkan lebih buruk. Yah, bagaimana mungkin Pak Burhan bisa tidak marah? Ia telat setengah jam lebih! Pak Burhan hanya akan mentoleransi keterlambatan di bawah sepuluh menit.

Wajah Nadhira langsung merah padam ketika mendengar omongan dosennya yang ngalor-ngidul itu, namun toh ia tetap masuk ke kelas sambil sebelumnya mengucap maaf pada Pak Burhan dan berjalan menuju mejanya sambil menundukkan kepala. 

Friends, Lovers, or Nothing?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang