Jati Diri

9.1K 368 26
                                    

Update : July 28, 2013
Reupdate : 4 January 2016

Icha membuka pintu pagar rumah, ia mengucapkan salam namun tidak ada yang menyahut. ia memarkir sepeda motornya di teras, disana ia mendapati motor sport berwarna merah keluaran Yamaha yang bukan milik anggota keluarganya. sepertinya ada tamu, siapa?

ia langsung masuk rumah, namun tidak dijumpainya siapapun di ruang tamu. saat ia hendak mencapai ruang keluarga yang juga berfungsi sebagai ruang makan, ia menghentikan langkah kakinya ia mendengar percakapan kedua orang tuanya dan sebuah suara lain yang tidak ia kenali.

"kedatangan saya kesini, bukan untuk memaksa kak Icha untuk kembali bu.." suara laki- laki yang tidak dikenalnya itu membuatnya kaget, mereka membicarakan dirinya. menjemput? aku? tanyanya dalam hati.

"lalu untuk apa nak? biarkan anak kami memilih sendiri jalan hidupnya, kami sudah nyaman dengan kondisi seperti ini dan ibu rasa begitu juga dengan Icha" icha bisa menangkap emosi yang memuncak dari suara ibunya yang agak bernada tinggi. Icha mengernyitkan dahi, selama ini ia tidak pernah mendapati ibunya bersuara dengan nada tinggi.

"bu..saya mohon, saya hanya ingin bertemu dengan kak Icha sebentar saja.." lagi - lagi suara itu memohon. ibu terisak

"wes to bu, biarkan saja. jangan merusak silaturahmi begitu, nak Raihan ini nggak bermaksud buruk." suara Ayahnya mencoba untuk menengahi, siapa tadi RAIHAN? Icha terhenyak. ia memberanikan diri masuk untuk memastikan bahwa benar - benar Raihan yang kini duduk di ruangan itu.

"Raihan?" Icha bertanya dengan nada seperti berseru. semua kaget melihat kedatangnnya yang tiba - tiba. "kak Icha?" Raihan bertanya memastikan. ibunya mematung memandang Icha. "kamu Raihan?" tanya Icha pada raihan dan mulai terisak. "kak Icha, aku raihan". kini Raihan berdiri menatap Icha. Icha memperhatikan Raihan dari atas hingga bawah, "Subhanallah Raihan, kamu beneran Raihan." Icha sadar tidak mungkin sembunyi terus menerus, apapun kenyataanya sudah saatnya ia hadapi. "jadi kakak beneran kak Ichaku?" Icha mengangguk, air mata tak mau berhenti mengalir. ia ingin memeluk raihan namun ia sadar mereka kini hanyalah orang lain tidak ada ikatan apapun.

Dua belas tahun yang lalu, ia telah menjadi orang asing bagi keluarga Raihan. Saat itu ia duduk di kelas dua sekolah menengah atas. Pulang sekolah, Terik siang matahari benar - benar menyikasanya, tak tahan dengan rasa haus yang mendera Icha langsung berlari memasuki rumah dengan mengucapkan salam apa adanya bahkan nyaris tak terdengar, ia langsung berlari menuju ruang makan bermaksud mengambil minum dari kulkas besar yang terletak diantara ruang makan dan dapur. Namun langkahnya terhenti saat orang yang Selama ini ia panggil mami menangis histeris. Ia juga mendengar suara neneknya. Icha mengintip.

"mila, demi Allah nak, apa kamu akan tetap membiarkan mereka menumpuk dosa, mereka sudah dewasa. Jika engkau mencintai mereka sudah saatnya mereka tahu." Suara nenek yang lembut tapi tegas

"umi, aku mohon jangan sekarang mi, mereka anakku. Jangan pisahkan mereka dariku" mami makin histeris dan kini duduk bersimpuh dihadapan nenek.

"Mil, istighfar nak, umi tidak ingin kamu menderita, tapi jangan sampai egomu malah mengantarkan mereka melanggar syariah tanpa mereka ketahui. Lihatlah! Awan tak bisa dipisahkan dari Icha bahkan mereka sering tidur dalam satu ranjang. Mereka beranjak dewasa nak, mereka saling menyentuh setelah wudhu, bagaimana dengan sholat mereka?!" nenek memeluk mami, mencoba menenangkannya.

"Mila, please don't make it complicated. Tell her!" tante sarah begitu Icha memanggilnya ikut terlibat dalam percakapan yang membuat maminya menangis.

"kak sarah, kakak lah yang dulu membawanya padaku. Mengertilah perasaanku kak!" mami membentak tante sarah

"oh please!!, kamu sekarang sudah punya Awan dan Raihan, Icha hanya pancingan, sudah saatnya kamu kembalikan dia ke orang tuanya.. "

halalkan AKU untuk MUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang