00 - Mimpi Buruk

22.6K 448 19
                                    

Manusia tak pernah diberi pilihan.

Kita tak pernah diberi pilihan apakah kita mau dilahirkan di dunia ini ataukah tidak.

Kita tak pernah diberi pilihan dimanakah kita akan dilahirkan

Kita tak pernah diberi pilihan untuk terlahir menjadi laki-laki atau perempuan.

Karena pada akhirnya kita hanya bisa menerima takdir kita begitu saja.

Orang-orang di dunia ini terus menerus mencari sesuatu yang bernama "kebahagiaan". Tapi apa sebenarnya kebahagiaan itu? Bagiku bisa makan tiga hari sekali adalah suatu kebahagiaan.

Namun banyak orang yang bisa makan sehari lima kali, dan mereka tidak bahagia.

Aku tidak tahu apakah kebahagiaan yang pernah kurasakan adalah kebahagiaan sejati atau sebuah kebahagiaan semu yang dirasakan oleh setiap orang.

Namun yang kutahu, kehidupanku tidak sebahagia kehidupan gadis kecil yang lainnya. Aku tidak memiliki keluarga hangat dengan ayah yang selalu mengajariku banyak hal, atau seorang Ibu penyayang yang selalu membacakan dongeng sebelum tidur.

Ayahku hanyalah seorang pemabuk, sementara Ibuku adalah wanita tunasusila. Orang-orang menyebut Ibuku pelacur, dan itu adalah kata-kata pertama yang kudapatkan saat mencoba berbaur dengan lingkungan di sekitar tempat tinggalku.

Ibuku adalah pelacur, dan Ayahku adalah orang yang menawarkannya pada orang lain. Kata orang itu namanya adalah mucikari, dan yang dijual Ayahku bukan hanya Ibuku.

Melainkan juga Kakak-kakakku.

Ayah dan Ibuku sangat menginginkan anak laki-laki, agar anak laki-laki itu dapat dipekerjakan sebagai tukang bengkel di dekat rumah, atau setidaknya bekerja sebagai tukang parkir. Tapi sayangnya Ibuku hanya bisa melahirkan anak perempuan.

Pelacur yang melahirkan pelacur yang lainnya.

Begitu Ibu menjadi tua, tak banyak pembeli yang mau dengannya. Ayahku juga menjadi tak tertarik dengannya. Hal ini membuat Kakak-kakakku menjadi korban. Ayahku mengorbankan Kakak-kakakku demi nafsu binatangnya, lalu Ia menjualnya pada binatang-binatang lain yang tak kalah jalang dengannya.

Kakakku pertama Anita pergi entah kemana, tapi setelah kepergiannya rumah kami yang dulu berlantaikan tanah kini berubah menjadi keramik.

Kakak keduaku Mia pergi, dan setelah kepergiannya Ayah membeli sebuah sepeda motor baru untuknya.

Sekarang hanya ada Aku, tanpa Kakak-kakakku yang lain Aku sendirian. Tak ada yang melindungiku, tak ada yang membelaku, dan tak ada yang menemaniku lagi.

Umurku sekarang sembilan tahun, dan sudah saatnya Ayah dan Ibu mendapatkan ganti atas uang yang mereka gunakan untuk memberiku makan.

Semenjak kepergian Kakakku Mia, Aku menjadi sering terjaga. Di depan pintu kamarku yang tertutup sekilas Aku bisa melihat bayangan seseorang yang berdiri di balik pintu. Bayangan itu tak bergerak sama-sekali, seakan mengawasiku sepanjang malam. Menungguku lengah dan siap untuk diserang.

Bayangan itu sudah bertahun-tahun berada disana, dan setiap Aku melihat bayangan itu Kak Mia selalu menyuruhku untuk bersembunyi di bawah tempat tidur. Kemudian tak beberapa lama kemudian, bayangan itu akan masuk dan menyiksa Kak Mia sepanjang malam.

Malam itu Aku terjaga, menatap nanar pada sosok bayangan yang berdiri dibalik pintu itu. Entah sudah berapa lama Aku menatapnya, tapi setelah begitu lama Aku terjaga akhirnya bayangan itu pergi dan menghilang.

Namun sayangnya di malam berikutnya Aku tertidur terlalu lelap, dan terjaga saat bayangan itu memasuki kamarku.

Dengan cepat tangan dari bayangan itu membekap mulutku, lalu melucuti kancing bajuku satu demi satu. Aku mencoba berontak, tapi tangan kecilku yang tak berdaya tak mampu berbuat apa-apa. Satu demi satu bajuku dilepas dengan paksa, meninggalkan tubuhku tanpa sehelai benang yang melekat di atasnya.

Aku terlalu takut, kututup wajahku dengan kedua tanganku. Berharap agar apa yang kualami tak lebih dari mimpi buruk yang akan segera berakhir, tapi tangan raksasa dari bayangan itu menghancurkan harapanku.

Hanya dengan satu tangannya Ia berhasil menahan kedua tanganku agar tetap berada di atas kepalaku, dan membuatku tersadar bahwa apa yang berada di hadapanku adalah kenyataan.

Sebuah kenyataan yang menyakitkan.

Wajah bayangan itu kini terlihat jelas di hadapanku.

Kedua matanya terlihat merah akibat efek dari obat-obatan, senyuman menjijikkan terlukis di wajahnya dengan air liur yang menetes dan bau alkohol dari kerongkongannya. Deru nafas yang cepat terhela dari kedua hidung besar berminyaknya, seakan Ia adalah seekor binatang buas yang menjijikkan.

Sepotong daging merah muda keluar dari mulunya, bersiap untuk menodai dan menjamah tubuh kecilku yang rapuh. Kupejamkan mataku, kembali berharap bahwa semua ini hanyalah mimpi.

"Oi Bajingan! Mau kau apakah anakku!"

Sebuah suara wanita yang agak serak terdengar dari luar kamar dengan sesekali suara terbatuk. Binatang itu urung untuk memakanku, mengumpat dengan lirih dan meninggalkanku yang terkapar tak berdaya di atas tempat tidurku sendiri.

"Oi Gila! Kalau kamu coba-coba lagi Aku ngga akan segan potong alat kelaminmu! Aku bilang ke mereka kalau Kisha masih gadis dan mereka mau bayar setengah milyar!

Jangan gara-gara Kakaknya pergi kamu malah lampiaskan ke adiknya! Paham!"

Bayangan itu mengumpat lagi sebelum pergi, sosok wanita itu hanya tersenyum padaku lalu meninggalkanku tanpa mengatakan apapun.

..................................................................................................................................................................

Pagi ini Ibu memberikanku pakaian baru yang tak pernah kugunakan, sebuah pakaian dalam hitam berenda dan juga gaun hitam yang memperlihatkan punggung dan lenganku. Ibuku mengatakan bahwa Aku tak perlu melayani Ayahku seperi Kakak-kakakku, karena ada orang kaya yang ingin membeliku sebagai hadiah untuk sahabatnya.

Aku hanya terdiam, percuma untuk melawan. Jika Aku melarikan diri dari rumah, takkan ada tempat bagiku pulang. Aku pernah berpikir untuk melarikan diri dan mencari uang dengan mengemis, akan tetapi dunia luar lebih kejam daripada rumahku ini.

Kakak perempuanku Anita pernah melarang Kak Mia dan Aku untuk jangan sekali-kali mencoba untuk kabur, saat kami menanyakan kenapa Ia melarangnya, Ia hanya menjawab bahwa kami terlalu cantik untuk mengemis.

Malam harinya Aku sudah selesai bersiap, tak ada satupun barang yang kubawa dari rumah ini selain gaun malam hitam yang kukenakan sekarang. Sepatu hak tinggi murahan menghiasi kakiku, setelah sebelumnya Ibuku marah-marah dan meminta ayahku untuk membelikan sepatu itu di kota.

Sebuah mobil hitam mengkilap datang. Tanpa basa-basi Ibu mengantarkanku pada seseorang berpakaian jas dan kemeja berdasi, lalu memintaku untuk segera memasuki mobil.

Laki-laki berjasi itu berjalan ke arah bagasi, mengambil sebuah koper dan menyerahkannya pada Ibuku tanpa mengatakan apapun. Sekarang pukul dua belas tengah malam, dan tidak ada seorangpun yang bangun kecuali kami.

Begitu koper diserahkan laki-laki berjas itu masuk ke dalam mobil dan duduk disampingku, membawaku pergi ke sebuah tempat yang benar-benar asing bagiku.

Kucing HitamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang