Ting!

Elevator berhenti di lantai delapan. Inilah saatnya. Wendy menghembuskan napasnya sekali lagi sebelum melangkah keluar dan disambut oleh tulisan 'HR Department.'

"Miss Wendy Son?"

Wendy terkejut saat namanya disebut, padahal dia baru saja tiba di lantai ini dan masih ada waktu sekitar lima menit lagi sebelum interview dimulai.

"Tuan Kim sudah menunggu anda. Silakan ikut saya."

Karyawati bagian HRD ini mengajaknya menuju sebuah ruangan yang ada di pojok lantai delapan.

"Excuse me,"

Wanita itu menoleh pada Wendy. "Yes?"

Wendy menggosok telapak tangannya lagi. "Dimana tempat tunggu bagi pelamar lain untuk interview ini?"

Wanita itu tersenyum. "Tidak ada, Nona Son. Hanya anda yang lolos kualifikasi dari Tuan Kim."

Wendy tersentak kaget. Sekaligus kagum. Apakah ia sehebat itu sehingga hanya ia yang mampu lulus tahap administrasi? Padahal tahap itu adalah tahap dan seleksi paling awal.

Pintu diketuk dan terdengar suara pria dari dalam, menyuruh mereka masuk ke dalam ruangan bertuliskan 'Head of HR Department'

"Silakan, Nona Son."

Pintu dibukakan dan Wendy pun masuk dengan memasang senyum manis dan seprofesional mungkin.

"Selamat pagi, Nona Son Seungwan. Atau boleh saya panggil anda Nona Wendy jika berkenan? Perkenalkan, saya Kim Seokjin. Silakan duduk. Bagaimana jika kita langsung mulai saja interview-nya?"

🔥🔥🔥








"Nggak, gue nggak mau."

"Please, kali ini aja. Kali ini Seokjin yang jamin."

Pria berkulit putih pucat dan berambut pirang itu menggeleng. Menolak permintaan pria berperawakan tinggi jangkung yang berdiri di depan meja kerjanya.

"Namjoon, gue udah bilang, gue nggak suka ada orang lain yang seliweran di lantai gue apalagi ada yang masuk ke ruangan gue."

Pria bernama Namjoon yang berdiri di depan meja mahagony itu menggaruk keningnya.

"Yoongi, please, sekali ini aja. Gue janji. Ini yang terakhir. Kalo sama yang ini lo nggak cocok juga, kami ga bakalan nyariin lo asisten sekaligus sekretaris lagi. Beneran! Swear!"

Pria berambut blonde itu masih menggeleng. Memainkan bolpoin seharga jutaan won miliknya.

Namjoon menghela napas namun masih belum menyerah untuk meyakinkan laki-laki kurus berkulit pucat itu.

"Kali ini, kami udah selektif banget. Gue yakin lo pasti puas. Nggak bakal bikin repot, yang ada entar lo nyante aja. Nggak ribet kayak sekarang, semua serba sendiri. Trust us. Nyarinya susah banget!"

Sekali lagi pria pucat itu tetap menggeleng.

Namjoon mulai tak sabar. Ia berkacak pinggang dan mulai menyumpah. "Fuck. Lo tau kita semua sibuk. Kita masing-masing udah ada job desk dan tanggung jawab masing-masing. Belum lagi ngurusin sampingan yang lain. Gue sama anak-anak nggak ada waktu jadi sekretaris atau PA lo. Jadi gue nggak mau tau, Yoongi. Paling nggak lo lihat hasil kerja ini cewek dalam tiga bulan. Kalo nggak cocok, terserah lo mau dibuang kemana deh!"

Namjoon melonggarkan simpul dasi berwarna navy-nya. Habis sudah kesabarannya. Ia menghempaskan tubuhnya ke sofa kulit berwarna putih bersih yang empuk tidak jauh dari meja kerja pria bernama Yoongi itu.

Yoongi menatap Namjoon tajam. Mempertimbangkan keputusannya.

Melihat Yoongi yang masih diam saja, Namjoon mengucapkan kalimat terakhir agar Yoongi semakin yakin. "Yang ini beda. Bersih. Polos. Kita udah cek semua life record-nya. Lo tenang aja. Ini kita yang recommends. Jadi nggak bakalan kayak yang kemaren-kemaren. Percaya deh."

Yoongi mengangkat kedua alisnya yang berwarna sepadan dengan rambutnya. Wajahnya tetap tanpa ekspresi. Datar. Bahkan terkesan malas.

"Gue kasih jatah waktu satu hari. Dalam satu hari dia oke, langsung sign contract.  Tapi kalo sampai yang ini bikin gue repot, pecat dia dan kontol lo gue potong! Nggak berlaku cuma buat lo, ini berlaku buat semua anak-anak." Akhirnya Yoongi menyerah. Setuju. Ia kembali membaca berkas yang berserakan di atas meja kerjanya.

Mendengar kalimat terakhir Yoongi, dalam hati Namjoon was-was. Takut juga dengan ancaman itu. Sial. Ini serius. Kalau mereka gagal, mereka tidak akan hidup normal dan berkembang biak untuk selamanya. Namun Namjoon berlagak sangat yakin. Seperti biasa, Namjoon tidak akan pernah terlihat ragu jika berhadapan dengan orang lain. Bahkan dengan pria yang notabene sangat berkuasa di depannya ini.

"Pegang deh kata-kata gue  Oke, sehari! Dalam sehari itu lo pasti puas."

Yoongi terkekeh sinis.

Melihat reaksi Yoongi, Namjoon senang bukan kepalang. Sumringah. Senyum lebar. Jarang-jarang pria berambut blonde itu menampilkan ekspresi seperti itu. Yang terpampang di wajahnya hanyalah ekspresi datar, bosan, malas, jutek dan cuek. Poker face? Wrong. Bitchy face? Maybe. Yang jelas, Yoongi benar-benar sulit untuk ditebak.

Namun wajah sumringah Namjoon seketika berubah ketika teringat laporan anak buahnya tadi subuh. Wajahnya berubah menjadi lebih serius dari sebelumnya.

"Anyway, denger-denger ada yang nyebar 'garam murahan' di sektor enam tanpa izin," lapor Namjoon.

Yoongi berhenti membaca berkas di tangannya. Membalas tatapan Namjoon dengan malas.

"Terus?"

Namjoon berdeham. Sedikit panik. Mengapa? Karena jika Yoongi sudah bertanya dengan kata dan gelagat seperti itu, akan berdampak sangat buruk bagi orang yang mendapat reaksi tersebut.

"Jangan salah paham dulu, masalahnya yang ini agak ribet." Namjoon mencoba menjelaskan apa yang menjadi maksudnya melaporkan hal sepele itu.

"Tinggal lo cabut akarnya kan gampang. Namjoon, rumput liar tuh nggak bisa didiemin. Harus cepet dicabut, dibasmi biar nggak menjalar ke seluruh taman," kata Yoongi dengan santai. "Ngerti kan?"

Namjoon mulai gugup.

Sial.

Dia tidak ingin mengotori tangannya hanya gara-gara para penjual garam kadaluarsa yang tidak mempunyai lisensi dari Triptych.

Namjoon mengangguk dan memaksa dirinya untuk membasahi tenggorokannya yang tiba-tiba kering ketika Yoongi meliriknya. "O-oke, deh. Gue balik dulu." Namjoon melangkah ke arah pintu keluar. Tetapi langkahnya terhenti. Senyumnya kembali merekah saat mengatakan kalimat terakhirnya. Menampilkan lesung pipinya yang dalam. "I'm one hundred percent sure that you'll be hard, like real hard when you see this new secretary of yours tomorrow. You'll like her."

Namjoon pun menghilang dari balik pintu berwarna merah itu. Meninggalkan Yoongi yang tersenyum sinis dan bergumam, "Kita lihat aja entar, bocah, gimana bagusnya pilihan terakhir lo. Siap-siap aja, lo semua bakalan abis! Nggak bisa berkembang biak lagi."

MEAN BUT MINEWhere stories live. Discover now