Kedaluwarsa

45 2 1
                                    

Bagi seorang anak kelas 5 SD, adikku punya lebih banyak uang daripada yang ia butuhkan. Itu karena ia selalu mendapat, atau lebih tepatnya merengek, bagian yang sama dengan apa yang aku terima. Menurutku ini sangat tidak adil karena aku sudah SMA. Tapi tentu saja semua orang menyukai adik kecilku itu.

"Kak, mau kubeliin jajan gak? Tapi nanti kalau dapat stiker, stikernya buat aku ya!" kata adikku setelah ia tiba-tiba saat perjalanan pulang kami dari rumah kakek.

"Boleh aja," jawabku.

"Nanti ya kalau sudah sampai!" katanya lagi. Aku mengangguk.

Orang-orang sering berkata aku adalah seorang kakak yang buruk karena alih-alih membelikan adiknya, malah si adik yang menraktir. Tapi bagiku ini biasa saja, toh dia punya lebih banyak uang daripada yang seharusnya.

"Kok kamu jadi suka mereka sih? Sejak kapan kamu suka beginian?" tanyaku.

"Ya biarin!" jawabnya santai.

"Ih! Menjijikkan! Kamu terlalu banyak bermain dengan anak-anak alay di Facebook!" cibirku.

"Ah, Kakak juga sukanya menonton berbagai macam drama, sambil berteriak-teriak histeris. Dasar jomblo ngenes!" adikku tak mau kalah.

Aku menatapnya tajam, tapi ia hanya menjulurkan lidahnya padaku. "Masih mau kubelikan gak?"

"Iya iya. Nanti aku antar ke toko di depan perumahan," jawabku.

Adikku tersenyum puas.

Keesokan harinya, baru saja aku sampai di rumah adikku sudah mengajakku pergi ke toko di depan perumahan.

"Tunggu, nanti dulu. Aku mau makan siang, terus pergi lagi. Aku ada harus kerja kelompok memasak untuk tugas prakarya!" kataku.

"Yasudah, tapi nanti traktirannya kedaluwarsa loh!" jawabnya.

Yep. Lagi-lagi dia mengancamku seperti ini. Selalu saja, setiap kali ia menawariku sesuatu, dia akan memberikan tenggang waktu seperti ini. Aku tahu adikku ini belajar dari ayah kami yang senang sekali menggoda orang. Ayah sering menawari kami sesuatu, namun lekas menariknya kembali sambil berkata,

"Telat! Kelamaan sih!"

Dan adikku ini belajar dengan baik dari ayah kami sejak dia mulai mengerti uang.

"Kamu kan harus ngaji. Sana, ngaji dulu, nanti saja saat aku pulang dari rumah temanku kita berangkat," kataku.

"Kalau gitu kakak harus pulang sebelum jam 6!" kata adikku. "Kalau tidak nanti tawarannya kedaluwarsa,"

"Sudahlah, ngaji dulu sana!" kataku kesal. "Aku mau makan,"

"Kak, pindahkan dulu motormu! Nanti sepedaku gak bisa keluar!"

"Kan aku sudah bilang, habis ini aku berangkat. Nanti motorku aku bawa pergi lagi. Sudah sana mandi! Bawel!" ujarku kesal.

Kemudian aku berganti baju sementara adikku pergi mandi. Setelah makan aku segera pergi ke rumah temanku untuk melakukan kerja kelompok kami.

Di luar dugaanku, ternyata kami hanya butuh waktu sangat sebentar untuk menyelesaikan semuanya. Jadi aku sudah sampai di rumah sebelum jam 5 sore. Bahkan saat aku sampai, adikku belum pulang.

"Kak, motornya taruh dengan benar! Nanti sepeda adikmu tidak bisa dimasukkan!" ujar ibuku sesampainya aku di rumah.

Sebenarnya, ayah baru saja membeli mobil milik tanteku sedangkan tanteku membeli mobil baru yang lebih bagus. Mobil baru tante berwarna merah!

Masalahnya, rumah kami masih belum benar-benar siap dengan kedatangan mobil ini. Memang mobil ini berhasil masuk ke dalam pagar, namun jalan keluar dan tempat parkir untuk motor menjadi sulit. Apalagi, ini baru 3 hari sejak mobil itu datang, jadi kami semua masih belum terbiasa sama sekali.

"Tapi tempatnya gak cukup!" kataku.

"Harus cukup. Usaha sedikit." Kata ibuku santai.

Akhirnya aku terpaksa menggeser motor itu dengan susah payah agar dapat masuk. "Ugh! Berat!" ujarku.

"Ya mau bagaimana lagi," kata ibu.

Setelah itu aku bergegas masuk ke kamarku dan berbaring santai sambil memainkan ponselku.

Tak lama kemudian adikku pulang.

"Kakak! Ayo berangkat!" ajak adikku.

"Nanti saja. Sebentar lagi maghrib, gak boleh keluar kalau maghrib," jawabku.

"Iya deh, tunggu dulu," kemudian adikku pergi menonton TV.

Tepat setelah adzan berhenti berkumandang, adikku kembali mendatangiku.

"Nanti dulu, maghribnya belum selesai," jawabku lagi.

"Kedaluwarsa lo Kak!" katanya.

"Sudahlah, tunggu saja. Toh kamu tidak bisa pergi tanpa aku. Dan yang sebenarnya ingin sekali beli kamu kan," kataku cuek.

Sekali lagi, dia kembali menonton TV.

Tak lama, ia kembali lagi mendatangiku.

"Kak, ayo!" ajaknya.

"Ah, malas ah! Motorku susah mengeluarkan dan memasukkannya!" kataku. "Besok saja aku belikan sepulang sekolah,"

"Gak mau!" adikku menolak. "Ya sudah, aku pergi sendiri!"

"Kamu kan gak bisa pergi sendiri," kataku.

"Bisa! Aku mau naik sepeda!" jawabnya kemudian bergegas pergi. Padahal hari sudah malam dan jarak toko lumayan jauh untuk ukurannya.

Tapi adikku benar-benar berangkat. Setelah 25 menit, akhirnya dia pulang.

"Ibu! Aku pulang!" kataku adikku.

"Loh nak, kamu dari mana?" tanya ibuku.

"Toko depan!" jawab adikku.

"Jauh sekali!" kata ibuku lagi. Adikku tersenyum bangga.

Kemudian ia menghampiriku. "Kakak sih, tidak mau mengantarku! Coba tadi Kakak mengantarku, satu kotak ini untuk Kakak. Sekarang, semuanya untukku!"

Wow. Aku tidak mengira ia benar-benar pergi.

Oke, pada akhirnya aku tidak mendapat apa-apa. Tawaran adikku sudah kedaluwarsa.

_______________________

Vote and Comment okay!

KedaluwarsaOù les histoires vivent. Découvrez maintenant