1

7.7K 502 4
                                    

Langit sedang tak bersahabat, hujan turun dengan derasnya mengguyur seluruh kota Seoul. Jalanan menanjak di dekat laut Nampak sepi, beberapa perumahan di sekitar sana Nampak bungkam. Tak ada tanda-tanda aktifitas.

Hanbin menggigiti kuku ibu jari sebelah kirinya sedari tadi, pikirannya kosong dan ia melaju di jalanan yang Nampak menanjak itu dengan kecepatan tinggi.

Pikirannya sedang kacau saat ini, ia ingin menenangkan dirinya sehingga ia nekat keluar pada larut malam menggunakan mobil sport miliknya.

Oppa, apa itu maumu? Berpisah denganku?

Suara gadis yang ia dengar sore tadi terdengar kembali,tetapi Hanbin tak ingat siapa pemilik suara tersebut.

Sepertinya Kita sudah tidak bisa bersama lagi.

Hanbin tiba-tiba saja menjadi kesal dan menambah kecepatan laju mobilnya. Suara itu membuat dirinya benar-benar frustasi.

Tetapi Hanbin melewatkan satu hal, ia terlalu sibuk melawan pikirannya sendiri hingga tak menyadari sesuatu yang ada di hadapannya.

Sebuah pohon tua besar yang terbaring di tengah jalan. Ia baru menyadari hal tersebut sesaat pohon itu mulai dekat dengannya.

Reflek ia membanting setir kearah kanan.

Kecelakaan tak dapat ia hindari, Bagian depan mobil menghantam pembatas jalan dan kepalanya menghantam dashboard mobil dengan sangat keras karena ia tidak menggunakan safety belt.
Kegelapan pun akhirnya merenggutnya.

*

"Tidak!"
Hanbin dengan tiba-tiba membuka matanya lebar . Ia berkeringat dengan sangat banyak, jantungnya berdebar dengan sangat kencang.

Ia menjelajah sekitar, ia baru menyadari ia ada di dalam kamarnya sekarang.
"Mimpi itu lagi" desis nya pelan, tangannya tergerak untuk menyingkap rambut yang menghalangi penglihatannya.

TOK! TOK!

"Hanbin kau sudah bangun? Ayo kita ke dokter," suara lembut seorang wanita terdengar dari arah balik pintu kamarnya.

"Aku akan segera bersiap bu," Sahut Hanbin.

*

"What does this look like?" Tanya seorang pria berjas putih.
"Butterfly" jawab Hanbin mantap.

Pria itu tersenyum. Ia menunjukkan lagi sebuah kartu bertinta hitam dengan pola simetris. "What about this?"
"A rabbit."
"Good, this one?"
"Sunflower"
"Could you show me in which part do you see sunflower?"

Hanbin menunjukkan bagian-bagian dalam kartu itu sekenannya. Hanya saja, ia menjawabnya dengan suara tegas dan mantap. Ia tau apa yang harus ia katakan.

Test psikologi tersebut berlanjut tanpa masalah berarti baginya. Ia sudah lihai menjawab dan tidak lagi merasa cemas. Ayah dan ibunya menatap bangga.

Kebahagiaan yang tak terbendung meluap-luap dalam pancaran mata mereka.

Anak kita sudah normal.

Hanbin ingat kali pertamanya menjalani tes psikologi semacam ini.

Saat itu ia sangatlah tak tenang, sementara bibirnya menggumam gelisah. Hanbin menatap ayahnya yang balas menatap dengan sama gelisahnya.

Ibunya turut memerhatikan dari kejauhan. Setiap kali ia melakukan kesalahan dengan melontarkan jawaban yang salah, ibunya menjadi sangat sedih dan ayahnya tak bisa menutupi rasa kecewanya.

Hanbin menurut ketika mereka memaksanya untuk berobat ke Amerika mengikuti serangkaian tes sampai bantuan obat.

Hanbin benci obat-obatan itu semacam sedative, membuat tubuhnya lemah.

Strangerㅡhanbın [Private]✔Onde as histórias ganham vida. Descobre agora