3

1.8K 218 21
                                    

Akashi duduk tenang di bawah rindang pohon, tangan lentiknya sibuk membuka-buka buku sembari menanyaiku berbagai hal.

'Setelah ini kita akan ke rumahmu, dimana rumahmu?'

Di belokan kedua setelah stasiun. Kau terlihat tidak menganggap ini serius, akashi-kun.
Alisnya menaik, 'siapa bilang?'

Tepat tiga detik setelahnya, ia bangkit dan mengambil kunci mobilnya. Eh? Dia mengendarainya sendiri? Apa aman?!

Oke, kuakui tadi malam aku sempat bisa menggerakan tubuhnya, dan melakukan hal norak seperti menari-nari di sepanjang koridor rumahnya, aku sadar diri dan tahu ia akan marah. Tapi bukan berarti dia mendadak pendiem begini!

'Aku tidak marah,'
oh, pembohong seperti biasa, Akashi-kun. Hati-hati banyak karma.

Akashi menghela nafas dan mulai menyalakan mobilnya.
"Kita ngebut,"
Eh? Eee?!?!
EEEEEH?!

aku merasakan lambungku (apa aku bisa mengatakan begitu?) Bergejolak naik. Perasaan merinding merayapi diriku. Akashi-kun, ini sih namanya kecepatan gila!
Oh, aku dapat melihat dirinya menyeringai di pantulan kaca mobil. Bagus. Aku mungkin membenci rencananya.

Ia membanting stir ke arah kanan, membuatku tersontak karena tiba-tiba. Dia gila! Gebetanku gila!

"Sori kalau gebetanmu ternyata tidak waras," deheman "tapi nyatanya aku melakukan ini demi kamu kan?"

Oh, aku tidak bisa memungkiri itu. Terima kasih banyak, Akashi-kun.

Seiring semakin lambannya mobil, diriku makin terhanyut dalam panorama sekitar. Ramai tapi emas.
"Ekhem, (Y/N),"
Ya?
"Apa setelah kamu balik, kamu masih ngegebet aku?"

...
Aku tidak tahu,
Mungkin iya, tapi...
Akashi-kun yang kutahu dengan Akashi-kun presepsiku terlalu berbeda.
Mungkin sekarang aku tersenyum patah.

"Begitu.."
Memangnya kenapa?
"Ingat, awas saja kau membocorkan jati diriku,"
oh bagus, mengalihkan pembicaraan. Eh? Memangnya hanya aku yang tahu?
"Hm. Bisa dibilang begitu."
YEEEEEY~ AKU SPESIAL~

"Diam!"

Mobil Akashi berhenti, tampak rumahku terlihat ramai. Orang berkeliaran di sana sini. Akashi-kun, di atas. Aku merasa diriku diatas.

"Hah?"
Ikuti saja kata-kataku!
"Baiklah,"
Akashi menyiapkan kuda-kuda dan memanjat balkonku--HAH? AKASHI-KUN KAMU NGAPAIN?
"Agar lebih cepat,"
Ternyata ada bakat pencuri terpendam dalam dirimu. Aku terkejut.

Setelah berhasil membobol kamarku, tepat sekali, terdapat jasadku terbujur kaku di atas tempat tidur, bersama dengan ayah ibuku yang terkejut melihat aksi Akashi.

"SI----"
"Maaf, ojiisan, obaasan, daripada bertanya begitu, bisa jelaskan kondisi (Y/N)? Saya adalah temannya,"
Wow, aku bertepuk tangan dengan cara bicara Akashi-kun. Ayah dan ibuku saling mengangguk lalu menghela nafas, ibuku terlihat kusut dan ingin menangis sekali lagi. Maafkan aku, ma.

"(Y/N)," tercekat "Tidak bernapas lagi, tapi jantungnya masih berdetak lemah,"
Syukurlah, syukurlah belum terlambat.
"Walaupun dokter sudah mengatakan kalau ia sudah meninggal, kami merasa ia masih hidup.."
Uh, tidak, jangan menangis lagi, papa, mama.

Akashi menangguk, "Sebenarnya saya adalah orang yang menabraknya,"
Ayah ibu tampak tercekat. Bukan, bukan salahmu, Akashi-kun, sahabatku yang mendorongku agar menabrakmu, bukan juga salah sahabatku, ia hanya mendukungku. secara psikis itu salahku yang tak berani menyapamu.

"Jadi ijinkan saya mencoba mengembalikannya" dari sudut mata akashi aku melihat orang-orang mulai keluaran. Ibuku mengangguk, tak banyak yang dapat belia katakan. Hei Akashi-kun, apa yakin kau akan menjedotkan kepalaku tepat di depan kedua orang tuaku? Bisa digusur kamu nanti.

'Aku juga tahu'
Lalu apa rencanamu?
'... kau suka cerita shirayuki hime kan?'
Akashi menatap tubuhku dalam. Iya, kenapa? Apa kau memiliki ide gila lain lagi? Kita dibatasi waktu Akashi-kun!

Akashi mencengkram tangan kananku yang mendingin lalu menenggelamkan dirinya, melumatkan bibirnya dengan bibirku. Memberinya kehangatan.
AAAAAAAAA
I-INI MEMANG RENCANA GILA, AKASHI-KUN.

Akashi tidak melepaskan ciumannya, sekarang mungkin wajahku seperti kepiting rebus! B-BAGAIMANA REAKSI MAMA PAPA?

Lama-lama aku merasakan kehangatan dan cahaya terang yang menimpa kelopak mataku, perlahan aku membuka kelopakku, berusaha membiasakan cahaya lampu kamarku.

Yang pertama aku lihat adalah ayah ibuku yang langsung saja memelukku, eh?
Aku menatap kedua tanganku. Sama seperti sedia kala. "Mama.. Papa..?" Aku kembali? Aku kembali!
Aku menangis terharu dan memeluk erat kedua orang tua yang paling aku rindukan. Untung saja sempat, untung saja... sempat...

"Baiklah, urusan saya sudah selesai,"
Akashi tampak berjalan keluar dari kamarku "Sepertinya rencana gilaku berhasil," sontak aku langsung memegang bibirku dan memerah padam. Mooou, bayangan Akashi-kun yang menciumku kembali memenuhi otak.

"A-akashi-kun,"
Aku menangis "Arigatoouu," aku tidak bisa berhenti mengatakan terima kasih kepada Akashi-kun. Padahal aku sudah mengerjainya, padahal aku sudah merepotkannya, padahal aku sudah mengganggunya, tapi ia tetap mau menolongku. Aku bersyukur, benar-benar bersyukur. Aku bahkan lupa kalau ia tidak bisa membaca pikiranku lagi sekarang.

Akashi-kun tersenyum.
Senyum yang tidak pernah kulihat.
"Kau jelek kalau menangis," Akashi kembali berbalik "Kau lebih manis kalau tersenyum, sudah ya, sampai ketemu lagi,"
Akashi pergi begitu saja. Aku ingin mengejarnya, tapi aku masih memeluk orang tuaku yang masih terharu melihat anaknya hidup lagi.

Wajahku memerah, aku mencengkram dadaku. mungkin aku akan mati karena alasan lain.

Cepetlah hilang, guratan merah sialan.

Shirayuki Hime (Akashi X Reader) [Re-publish]Where stories live. Discover now