(1) Meet

20.4K 1.1K 27
                                    

Esperanza School

.
.
Pemuda bertubuh tinggi dengan rambut coklat dan manik mata yang senada dengan rambutnya berlari cepat menuju ruang kelasnya. Koridor sekolah yang sepi menandakan bahwa kegiatan belajar mengajar telah dimulai. Dan itu berarti dia akan mendapat masalah yang besar-menurutnya. Karena sebelumnya ia tak pernah terlambat seperti ini. Dalam hati ia memaki adiknya yang minta dibacakan dongeng semalaman suntuk.

Tepat di depan pintu yang terbuka langkahnya terhenti, semua pasang mata menatap ke arahnya. Dan jangan lupakan tatapan membunuh dari seorang pria yang tengah berdiri di depan kelas sambil menenteng buku tebal.

"Kau terlambat 10 menit anak muda, jangan harap kau bisa masuk kelas di jam pertama kali ini. Silahkan tunggu di luar sampai jam pelajaran saya selesai!" ucap pria yang diduga seorang guru itu dengan nada tenang namun penuh penekanan.

Pemuda itu mendengus, menekuk wajah tampannya. Dengan perasaan gondok luar biasa ia berbalik dan melangkah menjauhi kelas. Hatinya menggerutu, tak terima dengan perlakuan gurunya itu. Padahalkan tadi ia sudah berusaha datang tepat waktu walau hasilnya sia-sia.

Pintu kayu menuju Rooftop ia banting dengan keras. Kerikil-kerikil kecil ia tendang dengan emosi. Jika tahu akan seperti ini dia tidak usah lari-larian menuju kelas, sangat membuang-buang tenaga.

Sambil menarik napas panjang ia terdiam, mencoba menenangkan kembali perasaannya dan mendinginkan kembali pikirannya. Sampai terdengar sebuah suara asing sukses membuatnya memekik kaget.

"Thomson Traveers"

Thomson, pemuda itu berbalik. Ia melirik kesana-kemari mencari sumber suara itu berasal. Perasaan panik mulai menyusup ke dalam dadanya. Tidak ada siapapun yang ada di sana kecuali dirinya. Hal itu mau tak mau membuatnya takut.

"Siapa kau?" tanya Thomson dengan suara lantang yang sedikit bergetar. Jujur saja, saat ini ia tidak bisa menyembunyikan ketakutannya. Suara misterius ini membuatnya gemetaran.

"Itu tidak penting" ucap suara itu lagi tanpa menunjukkan wujudnya.

"Apa maumu?" Thomson mulai was-was. Berbagai prasangka liar berkelebatan di pikirannya. Ia terus bergerak gelisah. Jika ada orang aneh yang muncul, dia sudah berencana untuk segera lari dari sana.

"Ikutlah denganku, aku akan menunjukan sesuatu padamu!"

Thomson terdiam, tidak langsung menjawab. Sulit mempercayai ucapan seseorang yang tidak ada wujudnya seperti ini. Bisa saja itu tipu muslihat seorang penjahat yang  ingin menculiknya. Thomson bukan anak kecil, dia merasa orang yang sedang berbicara ini sangat mencurigakan.

"Ikut denganmu? Memangnya kemana kau akan membawaku pergi?" desis Thomson tidak suka.

"Kastil Dynami, di puncak gunung Greenom" jawab suara misterius itu dengan santai.

Kedua bola mata Thomson justru membelalak lebar. Dia benar-benar tidak percaya dengan apa yang barusan ia dengar. Sekarang Thomson sangat yakin bahwa orang yang berbicara dengannya adalah orang gila yang sedang mencari teman untuk melaksanakan percobaan bunuh diri masal.

"Kau gila! Aku tidak mau!" tolak Thomson mentah-mentah. Tentu saja dia tidak setuju. Hanya orang tidak waras yang mau pergi ke gunung itu.

"Kau tidak akan terluka, aku akan menjamin itu!"

Thomson menggeleng kuat-kuat. "Kau tahu? Gunung Greenom itu sangat berbahaya. SANGAT BERBAHAYA!"

Konon menurut mitos yang tersebar, gunung Greenom menyimpan banyak rahasia dan misteri. Gunung yang seluruh permukaannya hampir tertutupi kabut tebal. Bila ada orang yang masuk kesana, ia tidak akan pernah kembali dan tidak akan pernah ditemukan.

The Spirit Of Magic Crystal [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang