Last Embrace

160 26 0
                                    

Derap langkahnya terdengar teratur, satu demi satu dilewatinya guguran daun-daun musim gugur yang jatuh mengikuti arah gravitasi. Senyum di bibirnya terulas halus tatkala netranya menatap seseorang yang berdiri di pinggir tebing tak jauh dari sana. Pinggiran tersebut dibatasi oleh pagar kayu yang dipaku kuat; dan untunglah tebing tersebut tak tinggi, jadi tak terlalu berbahaya.

"Ran-neechan," panggil pemuda yang tadi melangkah diam-diam.

"Eng? Conan-kun?" Yang merasa dipanggil hampir menoleh ke belakang kalau saja pemuda itu tidak memeluknya dari belakang tiba-tiba.

"Biarkan seperti ini ya," bocah yang sudah sepuluh tahun ini menumpang tinggal di tempat sang gadis meletakkan dagunya di atas kepala Mouri Ran, "aku ingin kita seperti ini. Tak apa-apa ya?"

"Hm, tak apa."

Langit musim gugur tampak memerah berlembayung senja. Angin berhembus sepoi-sepoi mengayun-ngayun rambut kedua orang yang sedang menunggu matahari terbenam. Tanpa sadar, Conan memeluknya lebih erat.

"Tadi malam, aku mimpi buruk."

"Mimpi apa?"

"Ran-neechan pergi. Meninggalkanku. Tak bisa kembali."

"Ah iya?"

"Aku takut."

Gadis--ya, dia gadis--berusia 27 tahun itu ingin menoleh tapi dia sadar kalau punggungnya sudah tak berjarak dengan dada bidang sang pemuda kelas dua SMA itu. "Kau takut?"

"... iya. Aku sudah tak punya apa-apa, kalau Ran-neechan pergi, aku akan benar-benar hancur," helaan napas berat terdengar samar-samar, "tolong, jangan tinggalkan aku sendiri. Aku tidak tahu apa yang akan kulakukan pada diriku jika Ran-neechan benar-benar pergi."

"Conan-kun?"

"Satu-satunya alasanku bertahan adalah Ran-neechan."

"Conan-kun? Kau kenapa?"

"Selama ini, aku sudah tak punya tujuan hidup. Sepuluh tahun lalu harapan terbesarku hancur begitu saja. Sepuluh tahun lalu Ran-neechan menangis deras karenaku. Sepuluh tahun lalu, aku benar-benar putus asa--aku tak bisa melihat Ran-neechan menangis seperti itu."

Ran memaksa untuk membalik tubuhnya. Dia mendongak, menatap wajah yang begitu mirip dengan seseorang yang diam-diam masih dia cintai sampai saat ini. Kedua tangannya terangkat, menangkup kedua sisi wajah sang pemuda. "Kau kenapa, bilang padaku," ucapnya pelan.

Pemuda yang mengganti namanya menjadi Kudou Conan itu menggeleng lemah. "Hanya saja ... beberapa hari ini aku dihantui mimpi itu. Sekarang pun adalah hari terburuk sama seperti sepuluh tahun yang lalu. Kalau aku harus kehilangan Ran-neechan, aku ... aku benar-benar tidak bisa membayangkannya."

Harapanku sudah hancur bersama dengan antidot APTX4869 yang tak bisa dibuat secara permanen. Aku tidak mau kehilangan lagi. Hatiku tidak sekuat itu.

"Kau berkata sepuluh tahun yang lalu, bukankah itu artinya kau masih--"

--grep.

Belum sempat Ran menyelesaikan kata-katanya, Conan sudah memberikan pelukannya lagi; tepat ketika matahari kembali ke peraduannya.

Kau tidak tahu, sebesar apa rasa cintaku padamu. Kau tidak tahu, mungkin saja ... aku akan menyusulmu ketika kau meninggalkanku begitu saja. Aku egois, kan? Aku tahu kau masih mencintai sosokku yang itu, aku tahu; kau juga terkadang menangis mengingatnya. Melihat air matamu, hatiku jauh lebih hancur.

"Aku menyayangimu, Ran-neechan,"--cinta. Aku mencintaimu.

.
.
.
.
.
.
.
Malamnya, sebuah kasus terjadi. Bukan hanya korban yang dibunuh atas dasar dendam yang menjadi korban, tapi sebuah skema pembakaran rumah juga menewaskan seorang gadis yang baru saja dipeluknya tadi petang.

Last EmbraceWhere stories live. Discover now