Adolf tiba beberapa menit kemudian. Ia langsung masuk dan memberi selamat pada Diana.

************************

Kini Kegelapan melayang-layang di dekat vending machine. Adolf keluar dari ruangan perawatan Diana untuk membeli kopi instan. Uang yang ia masukkan tidak memperlihatkan efek apapun, mesin itu tidak memberinya kopi yang ia minta. Kesal, Adolf beranjak pergi dari situ.

Tanpa alasan yang jelas, Kegelapan memasukkan tangannya ke dalam mesin dan menjatuhkan kopi instan tepat saat Adolf bersiap untuk kembali ke ruang perawatan. Adolf terkejut dengan suara jatuhnya kopi instan itu, dan otomatis membalikkan badannya.

"Oh, syukurlah. Mesin yang baik." Adolf meneguk kopinya dan memandang ke arah Kegelapan dengan wajah kebingungan. Ia kemudian berjalan maju dan mengangkat tangannya. Telunjuknya menembus wajah Kegelapan, lalu berhenti tepat di depan replika lukisan The Starry Night buatan Vincent van Gogh. Adolf menilai lukisan itu dari setiap aspek. Kegelapan berpindah ke sebelah Adolf dan ikut memandangi lukisan itu.

"Menarik, goresan kuasnya terlihat ringan dan berputar-putar. Surealis. Mungkin hidup pelukisnya berotasi di kegilaan yang sama." Adolf bersenandika.

Setelah menghabiskan kopinya, Adolf membalikkan badan dan meneruskan langkah ke ruang persalinan. Tangannya masuk ke dalam saku dan ia tersenyum. "Berputar-putar hah?"

*************************

Diana, ditemani Adolf dan Kegelapan, berjalan sempoyongan sepanjang koridor sambil menggendong bayinya. Setibanya di pintu depan, para perawat melambaikan salam perpisahan dengan gaya masing-masing. Lambaian-lambaian kosong dan sekarung senyum bolong-bolong mengantar mereka pergi. Berselang empat menit, isi kepala mereka berubah lowong, tak tersisa ingatan apapun mengenai Diana dan persalinannya.

Di depan rumah sakit, Adolf memungut tikus seperempat hidup yang baru saja terinjak sepeda. Kakinya masih bergerak-gerak. Ia memasukkan tikus naas itu ke dalam kertas pembungkus roti dari tempat sampah. "Ah, sayang sekali. Isi perutnya terburai," kata Adolf penuh kekecewaan. Sang tikus berakhir di dalam kantong hangat mantel Adolf Siebenkäs.

Adolf merapikan mantelnya lalu menatap Diana, "Ayo kita pulang, Diana. Kau pasti lelah." Tangan kiri Adolf teracung miring dan melambai di udara. Gerakan magis itu sanggup mendatangkan taksi manapun.

Kegelapan duduk santai di kap taksi menikmati udara beku Fausteldorf. Sesekali uap hitam keluar dari kepalanya, membuat taksi itu serupa lokomotif tua bertenaga batubara. Hangat sekaligus suram. Di langit tidak terlihat apapun kecuali awan putih. Kupu-kupu Monarch yang biasanya lalu lalang di atas Fausteldorf telah bermigrasi ke Selatan.

Taksi berhenti di depan teater tua milik Adolf, lalu dengan girang melenggang pergi seusai menurunkan muatan berharganya. Tarif dua ribu fausten amatlah besar untuk jarak sedekat itu, apalagi Adolf tidak meminta kembalian.

*************************

Adolf mengijinkan Diana dan Oliver menyewa kamar teratas di gedung teater. Memang tidak seluas rumah Diana di atas bukit, tapi jelas jauh lebih modern dan jauh lebih lengkap.

Diana membuka pintu kamar sambil mendengar ocehan dan makian tetangga penggerutu bernama Matilda. "Bayi? Lagi? Kapan tempat ini bisa tenang?"

Adolf melepas topinya, "Matilda, mereka sangat butuh tempat tinggal. Aku sudah menganggap mereka seperti keluargaku sendiri. Jadi, jangan macam-macam dengannya atau kau tak dapat sarapan gratis lagi."

Seperti keluarga sendiri?

Diana tak menyangka hadiah sihir dari Kegelapan akan bereaksi sejauh itu. Rasanya geli mengingat mereka baru bertemu beberapa hari, ditambah fakta bahwa Diana baru saja melahirkan bayi tanpa sedikitpun memperlihatkan tanda-tanda kehamilan. Seharusnya Adolf bisa menyadari ini, jika dia memang manusia normal.

DEVOLVEDWhere stories live. Discover now