Hari Pertama

117 14 0
                                    



Sorry for late update guys. I've been busy with school work. Hope you enjoy💜

-

"Ms.Stevens!"

Kini dia telah memalingkan kepalanya ke arahku. Kepalanya menumpu pada buku kimiaku. Kedua tangannya berlindung pada saku jaketnya, lucu sekali. Kupandangi wajahnya yang tertidur pulas. Bulu matanya yang panjang terlihat lebih jelas saat dia menutup matanya seperti ini. Alisnya yang tebal, dagunya yang indah, semuanya! semuanya terlihat sempurna.

"Ms.Stevens!"

Oh ya ampun, suara apa itu? Menganggu sekali. Jangan ganggu aku dari pemandangan indah ini. Aku menyadari senyum yang mulai terurai pada wajahku. Aku menyukai apa yang kulihat sekarang. Ekspresinya kini polos sekali, tidak seperti ekspresi datar yang biasa kulihat. Kini dia tampak seperti bayi lucu yang sedang tidur.

"Ms.Stevens!"

Oh ya Tuhan, suara itu lagi. Berhentilah menggangguku! Aku sedang sibuk sekarang. Sibuk memperhatikan makhluk ini. Aku mohon siapapun di luar sana, buatlah sebuah teknologi yang memampukan mata untuk mengambil gambar-gambar dari objek yang dilihatnya. Aku ingin mengambil 5000 gambar dari objek yang tengah kulihat sekarang. Sebuah pemandangan yang mengalahkan 7 keajaiban dunia. Aku.. Aku ingin menyentuhnya. Aku.. Aku ingin membelai wajahnya.

"Nadine!!"

Aku terkejut dan melihat ke arah sumber suara. Seorang laki-laki paruh baya melihatku dengan tampangnya yang geram bersamaan dengan seisi kelas.

"Apa yang kau lakukan?!" Tanyanya. Dimana aku? Apa yang mereka lihat? Apa yang baru saja kulakukan? Senyumku perlahan menghilang. Kulihat tangan kiriku yang terulur mendekati seorang lelaki yang duduk di seberangku. Lelaki itu melihatku. Kini dia dan seisi kelas tengah melihat ke arahku. Mereka diam menunggu jawabanku. Otakku mulai bekerja perlahan. Apa yang baru saja kulakukan? Ya aku masuk kelas, lalu.. ya.. dan ya.. dan.... Ya ampun! Bunuh aku! Apa yang baru saja kulakukan? Apa mereka semua melihatnya? Apa laki-laki kereta bawah tanah juga berhasil melihat tingkah konyolku?

"Umm.. aku.. aku ingin mengambil buku kimiaku kembali." Jawabku. Aku menarik tanganku dengan cepat. Otakku bekerja sangat keras untuk memikirkan jawaban ini.

"Coba jelaskan kembali apa yang baru saja kujelaskan!" Perintah laki-laki paruh baya itu. Aku panik. Aku tidak memperhatikan apapun sedari tadi. Kulirik si laki-laki kereta bawah tanah. Dia lalu memalingkan kepalanya membelakangiku. Kepalanya masih menumpu pada buku kimiaku. Apa dia kesal karena tingkah konyolku? Kau tidak bisa menemukan rumus kimia disana, Nadine! Cari tempat lain! Aku memejamkan mataku sejenak lalu melihat ke seisi kelas. Apa yang baru saja beliau jelaskan? Papan tulis! Aku mencoba mencerna apa yang sudah ditulisnya.

"Umm.. Sebuah molekul yang.. umm.."

"Keluar dari kelasku!" Potong laki-laki paruh baya itu. "Kau pikir kau bisa bermain-main di sekolah ini?" Lanjutnya. Aku terkejut dengan kata katanya. Dengan gugup dan gemetar kuambil tasku dan melangkah keluar perlahan. Kepalaku tertunduk, tak berani melihat seisi kelas yang sudah pasti melihat ke arahku. Aku mendengar tawa kecil dan bisikan bisikan disekitarku. Kupejamkan mataku sejenak lalu kembali berjalan.

"Dan ini," Sela laki-laki paruh baya itu ketika aku melewatinya. "Jangan kembali sebelum semua ini selesai. Ada-ada saja anak baru sepertimu sudah berbuat ulah." Lanjutnya sambil menyerahkan beberapa lembar kertas. Kuambil kertas itu perlahan.

"Maafkan aku." Akupun berjalan keluar.

Bagus sekali, Nadine! Di hari pertama kau telah melakukan sesuatu yang hebat. Kau harus mengadakan pesta atau semacamnya. Kini anak-anak lain pasti akan membicarakanmu. Kesan yang sangat baik untuk hari pertamamu! Aku membenturkan kepalaku di dinding lorong sekolah yang kosong. Ini semua gara-gara laki-laki kereta bawah tanah itu. Dia berbahaya. Sangat berbahaya. Aku tak bisa berada didekatnya. Aku yakin akan melakukan hal-hal yang memalukan lagi.

***

Kugenggam lembaran kertas soal kimia yang kudapat hari ini sembari berbaring di tempat tidurku. Kuangkat lembaran kertas tersebut keatas dengan kedua tangan lalu memandangnya. Kejadian dikelas tadi kembali terngiang di otakku. Aarrgghh! aku berteriak dalam hati lalu meronta-ronta. Kulempar lembaran kertas itu lalu menutup mukaku dengan bantal. Apa yang harus kulakukan dengan soal sebanyak itu? Aku tidak mengerti apapun karena aku tidak memperhatikan penjelasan di kelas tadi. Aku juga tidak memiliki buku kimiaku. Aarrgghh aku kembali meronta-ronta dengan kesal.

"Hei, bodoh! Mom memanggilmu untuk makan malam." Kata lelaki dari arah pintu yang baru saja terbuka. Aku tidak ingin mendengar suaranya disaat seperti ini. Suaranya membuatku semakin kesal.

"Hei, bodoh! Kau dengar aku tidak?" Teriaknya lagi. Kutekan bantal yang berada diwajahku. Aku harap suaranya yang menyebalkan itu tidak dapat terdengar lagi.

"Apa yang terjadi denganmu?" Rupanya masih terdengar.

"Pergilah" kataku dengan bantal yang masih menutupi wajah.

Laki-laki itu tiba-tiba menarik bantal dari wajahku dan duduk di tempat tidurku. "Apa yang terjadi denganmu?" Tanyanya lagi.

"Bukan urusanmu, pergilah! Aku tidak nafsu makan." Jawabku lalu memalingkan badanku membelakanginya.

"Hmm.. Apa yang kau lakukan di hari pertamamu ya? Mencuri? Tidak tidak. Mendapat perlakuan buruk dari teman-temanmu? Hmm mungkin tidak. Kau pasti belum punya teman. Apa ada masalah dengan guru? Hmm atau.."

"Itu bukan salahku!" Kataku memotongnya. Dengan cepat aku duduk bersila menghadap laki-laki mengesalkan ini, kakakku. "Dia begitu lucu saat tertidur diatas bukuku, sehingga.. sehingga.." Aku tidak menyelesaikan perkataanku. Apa yang baru saja kukatakan pada kakakku? Aku begitu kesal sehingga kata-kata itu keluar begitu saja.

"Ohh, jadi ini karena laki-laki. Kau sudah menyukai seseorang di hari pertamamu? Ckck" kata kakakku berdecak sembari menggelengkan kepalanya.

"Hei! Aku sudah menyukainya dari sebelum masuk sekolah itu!" Teriakku. Aku lalu reflek menutup mulutku. Kakakku tertawa melihat tingkahku. Bodoh! Aku selalu begini jika kesal. Aku akan mengeluarkan semua yang ada dipikiranku dan jujur tentang semuanya. Itulah salah satu hal yang tidak aku sukai dari diriku.

"Kapan kau mulai menyukainya? Kita kan belum lama berada disini." Tanyanya.

"Itu.. Itu bukan urusanmu! Lagipula sejak kapan kau menjadi seorang wartawan? Hentikan pertanyaan-pertanyaan konyolmu ini dan keluar dari kamarku!" Kataku lalu mendorongnya sehingga dia terjatuh dari tempat tidur.

"Apa ini?" Tanyanya sambil mengangkat lembaran kertas. Dia melihatnya perlahan, "Inikah hukuman dari gurumu? Hahaha" Tawanya membuatku semakin kesal. Kutendang kepalanya lalu berusaha mengambil kertas itu. Dia pun membalasnya dengan meletakkan telapak kaki kanannya di dahiku. Kakinya yang panjang membuatku tak bisa meraih kertas itu dari tangannya.

"Hei, cepat kembalikan. Kubilang kembalikan!" Teriakku. Tanganku berusaha meraih kertas itu namun kakinya yang panjang mempersulitku. Oh ya Tuhan, bolehkah aku membunuhnya?

"Kau kan bodoh, kau tidak akan bisa mengerjakan semua ini." Ledeknya lagi. Aku menarik napas dalam dan menepis kakinya dari dahiku.

"Cepat berikan."

"Ada 150 nomor disini, kau yakin bisa mengerjakan semuanya?" Katanya lagi. Dia sengaja membuatku kesal. Mom, Dad, maafkan aku. Kurasa inilah saatnya aku membunuhnya. Aku berlari kearahnya dan menjambak rambutnya. Dia berteriak kesakitan.

"Aku bisa mengerjakannya jika dia tidak duduk disampingku dan meminjam bukuku lalu tertidur dengan lucunya dan aku akan memperhatikan guru sehingga ini semua tidak akan terjadi!!" Teriakku tak henti sembari tetap menarik rambutnya. Lagi lagi setiap kata keluar begitu saja. Berhentilah membuatku kesal!

"Arrgghh sakit! lepaskan! Ini kukembalikan kertasmu! Arrghh" Katanya memohon. Aku melepaskan genggamanku dari rambutnya yang kini tampak berantakan.

"Persetan denganmu, aku lapar." Katanya lalu berdiri meninggalkan kamarku. "Kau tau, tidak sepenuhnya apa yang terjai padamu hari ini menyebalkan. Lihatlah sisi positifnya, kini kau ada alasan untuk bertemu dengannya. Bagaimanapun juga dia harus mengembalikan bukumu. Berterima kasihlah pada bukumu itu." Lanjutnya lalu menutup pintu.

Aku terdiam. Apa yang dikatakan si bodoh itu benar. Kini aku punya alasan untuk bertemu dengannya. Laki-laki kereta bawah tanah itu pasti akan menyadari bahwa bukuku masih ada padanya sehingga dia akan mengembalikannya. Aku tidak boleh memintanya duluan, dia yang harus menghampiriku. Senyum kini mulai terurai diwajahku. Apa yang harus kukatakan kalau dia menghampiriku ya? Jantungku berdegup kencang.

HIMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang