Prolog

3.8K 182 16
                                    

Sepertinya aku kembali bermimpi. Terlalu sering memimpikan hal yang sama membuatku selalu sadar didalam mimpiku, sadar jika ini hanya mimpi. Mimpi ini berujung pada seorang gadis.

Aku sering melihatnya duduk dengan tenang dibawah pohon maple. Gadis -yang menurutku- cantik dengan surai cokelat terang sepunggung yang selalu ia biarkan terurai. Hazel matanya berwarna biru, sungguh manis. Aroma tubuhnya memabukkan. Setiap melihatnya, hatiku terasa tenang.

Aku ingin mendekat, tapi nyaliku terlalu kecil hanya untuk sekedar duduk disampingnya. Aku memang seorang pengecut, sepertinya. Baiklah, aku harus coba mendekatinya kali ini.

Belum sempat aku melangkah, ekspresi wajah gadis itu berubah marah. Ia berdiri kemudian berlari mendekati tepian sungai, membawa sebuah batu ditangan kirinya.

'Bagaimana bisa?'

Astaga, aliran sungai yang tadinya berwarna biru bening seketika berubah menjadi merah pekat. DARAH. Airnya berubah setelah ia melempar batu yang ia bawa dengan seluruh amarah yang ia rasakan.

Aku mendekat, semakin mendekat kearah gadis itu. Menarik lengannya dan..

'Ia menatapku. Hazel matanya berubah merah pekat seperti darah.'

Keheningan tercipta antara aku dan dia. Tetapi sedetik kemudian aku sadar, warna air pada sungai disampingku berubah kembali menjadi normal. Saat ku tatap wajah gadis dihadapanku ini, ia kembali membuatku tercengang. Warna matanya kembali ke warna aslinya.

Sebenarnya siapa dia?

***

Pria itu. Pria bermata cokelat khas mata orang Asia itu kembali melihat kearahku. Entah sudah keberapa kalinya aku menyadari jika ia selalu menatapku jika bertemu disini. Apakah ini mimpi?

Aku menunduk sebentar, mencuri pandang ke arahnya. Berharap kali ini ia akan datang ke arahku. Tapi salah, ia tetap disana seperti kemarin-kemarin. Perasaanku seketika bergejolak. Aku merasa amarahku sudah mencapai ke ubun-ubun. Tapi, apa yang menyebabkanku merasa marah? Pria itu kah? Tapi apa hubungannya?

Sebuah batu terletak tak jauh dari jangkauan tanganku. Tangan kananku bergerak mengambil batu tersebut, berlari menuju tepi sungai dan ku lemparkan batu tadi bersama dengan rasa amarahku.

Greppp...

'Dia disini!!' Bathinku.

Dia nyata, didepannku. Walau nyata yang ku maksud adalah karena dia sudah didepanku, maka aku percaya. Ini hanya MIMPI.

Aku bingung. Apa yang harus ku lakukan padanya? Bahkan pandangan mataku pun tak ingin beranjak dari mataku.

Tangannya yang menggenggam tangan kananku, terasa hangat. Rasa marah dalam diriku tiba-tiba menghilang, tergantikan dengan rasa nyaman yang menyeruak dalam hatiku. Perasaan ini, darimana asalnya? Apa pria ini yang memberiku kenyamanan? Tapi, bagaimana mungkin?

***

Mencoba mengkerjapkan mataku, memandang sekitarku. Aku sadar ini kamarku yang berarti kini aku telah terbangun dari mimpiku. Tapi aku merasa berbeda. Aku merasa ada yang menggenggam tanganku, erat sekali. Seakan takut untuk ku tinggalkan.

Pandangan mataku mengarah pada sosok pria disanping kananku. Wajahnya damai, persis seperti bayi yang sedang tertidur. Kulitnya seputih susu. Aroma tubuhnya sangat khas. Dan aku bisa mencium bau anyir disekitarku. Wangi tubuh pria itu adalah wangi Darah.

'Tunggu, apa yang kau lakukan, bodoh? Ada pria didalam kamarmu dan kau sempat-sempatnya mengagumi wajahnya? Kau memang bodoh, Lee Sooyeon!'

The Blood Roses [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang