Change? [Part 2]

15.8K 705 14
                                    

Sean POV
"Astaga Tika, kita tersesat.
Tenang, jangan panik dulu.
Aku akan kembali mengingat-ngingat jalan kembali menuju rombongan."
Aku berusaha menenangkan Tika agar dia tidak panik.

Tapi nampaknya aku salah, karena istriku ini bukannya panik malah terlihat senang.

"Sumpah? Kita tersesat?
Wow, keren dong kayak di film-film.
Ya udah, di manfaatin aja.
Jangan langsung terburu-buru mencari jalan keluar, Lagian pasti nanti mereka nyari kita.
Yuk liat-liat pemandangan sekitar, nikmati saja saat kita berdua."

Aku menggelang melihat kelakuan istriku.
Yang benar saja, dia bahkan tidak merasa panik karena tersesat dan malah merasa senang.

Sejujurnya jika aku sendiri yang tersesat, aku tidak akan pusing-pusing ingin menghubungi pihak tourguide karena aku bisa saja berlari mencari jalan keluar atau menunggu mereka menemukanku.

Aku juga bisa menaiki gunung dan kembali menuruni gunung setelah menemukan rute pulang.
Tapi aku bersama Tika, dan hal itu tentu tidak dapat kulakukan. Aku tidak mungkin meninggalkannya.
Aku bisa saja membawanya saat aku mencari jalan keluar, tapi pasti dia akan berkata tidak mau.
Karena dia pasti akan menolak dan merengek ingin berpetualang mencari jalan keluar dengan normal.
Kalau sudah tidak dapat jalan keluar, baru dia mau menggunakan caraku.

"Tika, kamu harusnya panik. Jangan malah senang kayak gini. Liat ini, bahkan di sini gak ada sinyal. Aku gak bisa menghubungi tourguide kita. Aku tidak masalah semalaman dihutan ini karena memang aku tidak akan merasakan ketakutan, tapi beda halnya dengan mu. Aku khawatir akan dirimu."

Tika nampak cemberut dan berkata
"Tadi katanya jangan panik, sekarang bilang harus panik.
Gimana sih?
Pokoknya kita gak boleh menggunakan kekuatanmu sebagai half untuk menemukan jalan keluar.
Aku ingin kita mencari jalan keluar bersama-sama. Oke?
Kan nanti kita bisa cerita sama anak-anak kalau perjalanan kita sangat menegangkan.
Ayolah, sehari menjadi bolang tidak masalah bukan? Lagian rumah kita juga di tengah hutan, anggap saja kita sedang pulang ke kampung halaman. Eaaa"

Aku diam-diam tersenyum mendengar perkataannya kemudian kembali memasang wajah datar.

"Pokoknya jangan berjalan lebih jauh lagi, nanti kita akan semakin tersesat.
Kita harus mencari jalan agar bisa bergabung dengan rombongan lagi."

Tika nampak mengejekku.
"Ah Sean, Coba deh gunakan insting warewolf mu untuk menemukan jejak mereka tanpa harus berlari, mungkin kamu bisa mengendus bau mereka."

Aku mendengus sebal.
Dia pikir aku anjing polisi?
"Aku half bukan pure warewolf. Tadi aku terlalu asyik mengawasimu sampai melupakan bahwa kita telah terpisah dengan rombongan. Sehingga aku tidak memperhatikan sekitar. Lagipula di sini tidak tercium adanya bau manusia, hanya ada baumu dan bauku. Sisanya bau binatang hutan."

"Ahhh, sudahlah, nanti pasti mereka menemukan kita. Ayo liat pemandangan, masa cuma diam di tempat sih?. Lagian aku merasa aman karena kamu bersamaku."
Tika mulai merajuk dan membujukku.

"Tunggu 15 menit, kalau mereka tidak menemukan kita. Kita yang akan mencari mereka."
Akhirnya setelah 15 menit, tidak ada tanda-tanda mereka mencari kami.

Aku menuruti Tika karena kupikir jika ada hewan buas yang mengganggu kami, aku bisa saja mencabik hewan itu menjadi potongan-potongan kecil dan tentu saja aku bisa melindungi istriku.
Akhirnya aku menurutinya, dan kami berjalan bersama mencari rombongan. Tidak ada salahnya sekali-sekali menuruti kemauan Tika yang sangat sangat konyol ini.
Padahal jika dia mau di gendong dan aku berlari menyusuri hutan ini, dalam sekejap kami bisa kembali menemukan rombongan.
Tapi si kecil ini ingin berpetualang.
Biarkanlah dia merasa puas.

Just Sequel MineWhere stories live. Discover now