Chapter 3: To Be One

4.9K 363 8
                                    


✨🎭✨

         TISU-tisu berwarna merah yang berceceran di lantai mulai Sakura punguti setelah ia baru saja melakukan rutinitasnya. Memang menyiksakan, tapi ia tidak bisa hidup tanpa melihat orang tampan. Ia membutuhkan hal itu walau membencinya secara bersamaan.

“Aku memang sangat salah melihat pertandingan Nanase Haruka tadi,” Sakura mengambil obat penambah darahnya dan segera meminumnya sebelum ia kembali mencibir, “begitu banyak laki-laki tampan berotot di sana! Rin, Makoto, Ikuya, bunuh saja aku secara perlahan dengan ketampanan kalian!”

Sakura benar-benar membenci orang tampan. Sangat membencinya, bahkan rasanya ia ingin memukul mereka agar menjadi jelek dan membuatnya tidak lagi mimisan. Tapi, melihat saja dia sudah tidak kuat, apalagi memukul wajah salah satu dari mereka.

Kemudian tanpa sengaja Sakura tiba-tiba teringat Sasuke, laki-laki paling tampan yang pernah ia temui sejauh ini. Pasalnya ia tidak pernah secepat itu untuk mimisan, atau apa karena jarak mereka terlalu delat yang membuat wajahnya semakin tampan?

“Rasanya aku benar-benar gila kalau terus berada di dekatnya, masalahnya membayangkannya saja sudah membuatku mimisan, sialan!”

Sakura kembali mencabut tisu untuk mengelap darah di hidungnya. Sebenarnya Sakura sudah pernah terapi untuk kelainan ini, yaitu dengan membiasakan diri melihat orang tampan dan dibayangkan menjadi orang biasa. Tapi ternyata darahnya terus saja mengucur dan mengakibatkan Sakura langsung dibawa ke rumah sakit karena banyak kekurangan darah. Sejak hari itu akhirnya Sakura punya cara sendiri, yaitu bertekad menjauhi para lelaki tampan dan melihatnya secara diam-diam saja sendirian di kamar.

Sementara orang yang sedang dipikirkan, Sasuke sang primadona sekolah alias si ‘tuan sempurna’, merasa kesal karena sudah yang ke berapa kalinya ia memblokir nomor ponsel orang yang menganggunya. Lagi pula ia juga bingung, kenapa semua orang bisa tahu nomor ponselnya?

“Dasar gadis-gadis gila, apa perkataan kasarku tidak cukup membuat mereka menyerah? Atau justru ini dari sekolah lain? Sial!”

Sasuke ingin hidup normal-normal saja dengan kesempurnaan yg dimiliki, tidak ada yang menganggu dan tidak aada yang berlebihan dengan itu. Andai saja ia diperlakukan sama.

Kemudian Sasuke menatap kaca jendelanya dan mendapati pohon Sakura di depan rumahnya yang masih bermekaran indah, yang langsung mengingatkannya pada sosok gadis berambut merah muda yang beberapa jam lalu ia temui.

“Haruno Sakura, apa jangan-jangan dia sengaja melakukan hal nekat dengan membenci laki-laki agar aku bisa mendekatinya dan tak membencinya?” pikir Sasuke dengan segala kenarsisannya.

Jika memang dia seperti itu, Sasuke akan tambah memandangnya menjadi kaum menjijikan karena telah berpura-pura. Tapi bagaimana jika Sakura ternyata takut pada laki-laki? Atau memang membenci mereka karena suatu kejadian? Hal seperti itu lah yang membuat Sasuke justru sangat penasaran dan ingin mengenal gadis itu lebih dekat.

Tanpa sadar, Sakura dan Sasuke saling berbaring di kasurnya sambil memikirkan diri mereka berdua. Bagaimana jika mereka memang saling membenci? Bukankah justru itu baik dan mereka bisa berteman? Atau mungkin memunculkan suatu hal yang bagus?

“Bagaimana jika ... kami bisa menjadi satu kesatuan?”

Dan tanpa sadar pula, mantra seperti itu lah yang akan membuat diri mereka akan mendapatkan hal berbeda yang sangat aneh ketika pagi hari mendatang.

***

Gadis berambut pirang itu menatap sahabatnya dengan menyelidik. Seperti ada yang berbeda dari diri Sakura, tapi ia sendiri tidak tahu apa yang berbeda, apakah penampilannya? Raut wajahnya? Ino tidak tahu.

N o r o iTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang