"Gak kak, antarkan saja adikku. Kuliahku hari ini sedikit siang."Tolak Arland.
"Baiklah, kalau begitu kami pergi ya" ujar Chaca lalu mulai berjalan menuju mobil Frans yang terparkir dihalaman rumahnya, disusul oleh Frans di belakangnya.
"Chaca"Chaca hanya menggumam menanggapi panggilan Frans.
"Apa semalam kamu tidur nyenyak?" tanya Frans.
"Iya kak, semalam tidurku sangat nyenyak."
"Bermimpi?" tanya Frans sambil melirik Chaca sekilas.
"Mimpi? Kurasa iya tapi aku lupa mimpi apa aku semalam." jawab Chaca.
"Kurasa tidurku terlalu nyenyak kak" lanjut Chaca sambil menatap Frans.
Frans tertawa kecil “Sepertinya kamu benar benar kelelahan kemarin."
Chaca ikut tertawa, "Kurasa juga begitu, kak.”
Mobil Frans berhenti diarea parkiran sekolah Chaca. Tak lama kemudian, Chaca turun dari mobil dan disusul oleh Frans yang juga turun. Setelah mobil terkunci otomatis, Frans mulai berjalan menyusul Chaca yang sudah berada beberapa langkah didepannya.
"Kak, kurasa kakak gak perlu berbicara dengan pak Ridwan" ucap Chaca.
"Pak Ridwan? Apa ia guru olahragamu?"
Chaca mengangguk "Iya, aku baik baik saja, kak. Selama ini aku juga selalu mengikuti pelajaran olahraga dengan baik dan tidak terjadi apapun."
Frans membuang nafasnya, "Baiklah, tapi aku hanya gak mau kamu terlalu lelah. Fisikmu tidak kuat, Chaca."
Chaca tidak membalas perkataan dokternya, melihat wajah dokternya yang mengkhawatirkan dirinya dan suaranya yang lembut tadi membiat Chaca tak mampu berkata apa apa.
"RICHA!!!"
Chaca menghentikan langkahnya dan menoleh kesumber suara yang memanggil namanya, Frans juga ikut berhenti berjalan disamping Chaca. Chaca tersenyum saat mengetahui yang memanggilnya adalah Nara, salah satu temannya. Nara mempercepat langkahnya agar segera samlai disamping Chaca.
"Kamu baik baik saja kan?" tanya Nara begitu ia sampai di samping Chaca.
Chaca mengangguk, "Yups, sangat baik."
Nara menghembuskan nafas lega, "Syukurlah. Aku takut terjadi sesuatu padamu, Cha."
Chaca sadar jika ia tidak sendiri, Nara mengalihkan pandangannya pada pria yang ada disamping Chaca.
"Siapa tuh cowok yang disampingmu, Cha?" Frans tersenyum mendengar pernyataan Nara.
Chaca beralih pada Frans, "Ah, ini dokterku, Frans Erlando."
"Hah? Doktermu?" ulang Nara dengan nada terkejut, ia melihat ke arah Frans sekilas kemudian kembali lagi pada Chaca. Chaca hanya mengangguk.
"Astagaa, tapi ia tidak terlihat seperti seorang dokter." jawab Nara sembari memperhatikan Frans dari atas ke bawah.
"Benarkah?" tanya Frans.
"Iya, lebih terlihat seperti kakak laki lakinya Richa." jawab Nara jujur.
Haera dan Frans tertawa kecil mendengar jawaban Nara.
"Cha, lebih baik kamu masuk kedalam. Aku akan mencari ruang guru sendiri nanti." ucap Frans.
"Gapapa nih aku tinggal?" tanya Chaca.
Frans tersenyum sambil mengangguk, "Masuklah, kamu bisa terlambat kekelas jika terus berdiri disini dan ah iya temanmu juga."
"Baiklah, aku dan Nara masuk kedalam dulu ya. Makasih kakak." balas Chaca lalu mengajak Nara masuk kedalam. Sebelum menjauh dari tempatnya, Nara sempat melambaikan tangannya sekilas pada Frans.
^^^
"Armelya Richa Patricia"
Chaca berjalan menghampiri pak Ridwan yang sedang berdiri tak jauh dari tempat duduknya dilapangan basket indoor, kali ini jadwal kelas Chaca untuk olahraga.
"Iya, pak." ucap Chaca.
"Tadi pagi doktermu mendatangiku, ia berkata kamu tidak bisa mengikuti olahraga hari ini." ucap pak Ridwan.
"Iya pak, maafkan saya."
Pak Ridwan membuang nafasnya perlahan, "Kenapa kamu tidak bilang kalau kamu berbeda?" tanya pak Ridwan.
"Itu akan membahayakanmu, Chaca." Lanjutnya.
"Saya tidak ingin dibedakan dari yang lainnya, pak. Maafkan saya pak." jawab Chaca.
"Baiklah, hari ini kamu duduk dan memperhatikan saja, ya." Ucap pak Ridwan.
"Iya pak, tapi untuk jadwal selanjutnya, biarkan saya mengikutinya." ucap Chaca.
" Iya, tapi untuk kali ini, kamu cukup memperhatikan saja, biarkan fisikmu terutama jantungmu itu beristirahat." tegas pak Ridwan.
"Iya pak, terima kasih." ujar Chaca kemudian duduk kembali di tempatnya.
Selama pelajaran olahraga berlangsung, Chaca duduk di bangku penonton yang ada ditepi lapangan. Chacahanya memperhatikan teman temannya yang bermain basket karna materi olahraga hari ini adalah basket.
"Hei” tegur Willy, salah satu teman sekelasnya. Chaca menoleh pada Willy yang duduk disampingnya.
"Kenapa tidak ikut olahraga hari ini?"
"Aku harus istirahat hari ini" jawab Chaca.
"Kamu sakit?" tanya Willy khawatir, terbukti karena ia menempelkan punggung tangannya di kening Chaca.
Chaca tersenyum kemudian menggeleng, membuat Willy menurunkan tangannya kembali.
"Tidak, aku baik baik saja. Aku hanya harus beristirahat hari ini" Willy menatap Chaca.
"Benarkah kamu baik baik saja?"
Chaca kembali mengangguk, "Hmm, aku baik baik saja. Wil."
Willy tertawa.
"YA, Willy!!" panggilan itu sukses membuat Willy menoleh .
"Ayok main lagi", ajak Rehan.
"Hei... Bukankah ini masih jam olahraga?" uhar Chaca.
Willy beralih pada Chaca kemudian kembali pada Rehan.
"Ya, tunggu sebentar." seru Willy pada Rehan.
Rehan membalikkan tubuhnya kemudian melempar bola basket yg ada di tangannya kepada Vero.
"Aku main lagi, ya." ujar Willy dan dibalas dengan anggukan kepala Chaca.
Setelah menegak air mineral miliknya, Willy kembali turun kelapangan dan bermain dengan teman temannya.
^^^
End Chapt 2 ^•^
Plipoplipoplipo hehe :v
Typo bertebaran guys wkwk :v
Ditunggu chapt selanjutnya ^^
See You~~~
YOU ARE READING
Can I Be Happy?
Teen FictionBagaimana perjuangan seorang gadis yang mencoba untuk melawan penyakitnya demi orang-orang yang sangat ia sayangi. Apakah ia akan bertahan? ataukah ia akan menyerah dengan takdirnya? ---- "Mungkin kita tidak ditakdirkan untuk bersama, akan tetapi ci...
Chapter 2 ^•^
Start from the beginning
