Chapter 14

555 12 0
                                    

Justin menatap wajah itu lamat-lamat, lekat-lekat. Dan entah ada dorongan darimana, ia mulai menunduk, mendekatkan wajahnya dengan wajah gadis itu dan bernafas tepat di hadapan wajahnya. Dan dengan perlahan, Justin mulai mengecup dahi gadis itu dengan lembut. Dikecupnya dahi  gadis itu lama, sebelum akhirnya ia mulai turun dan mendaratkan bibirnya pada bibir mungil gadis itu.

 

 

-----

Butuh waktu tiga perempat jam bagi Josh untuk menginterogasi Justin secara detail serta menanyainya ini dan itu. Butuh waktu dan proses yang lama bagi Josh untuk bisa mempercayai dan mengindahkan semua cerita yang baru saja Justin lontarkan tepat di hadapannya.

Sementara Justin, ia hanya terduduk tegak di sofa hitam yang terletak di ruang tamu keluarga McCartney. Tidak dapat dipungkiri, beberapa bulir keringat sebesar biji jagung sesekali berjatuhan dan membasahi pelipisnya. Justin benar-benar nerveous saat Josh menginterogasinya bak polisi keamanan yang menginterogasi tersangka kasus mutilasi. Dadanya berdesir. Tapi desiran yang dialami Justin kali ini bukanlah suatu desiran yang bagus adanya. Desiran kali ini benar-benar membuat kerongkongannya tercekat sehingga Justin agak susah dalam berkata-kata.

Dan tentu saja, Justin berbicara jujur dan apa adanya pada Josh. Tidak ada cerita yang ia ubah sedikitpun. Tapi Justin juga tidak mengatakan pada Josh bahwa tadi ia sempat mencium bibir Bee. Ia tau, ia akan memperburuk keadaan jika mengatakan pada Josh bahwa ia mencuri kesempatan untuk mengecup dan melumat bibir Bee walau hanya sebentar saja.

“Jadi Bee yang mengusulkan untuk berenang? Bukan kau?! Tumben sekali!” Josh masih berdiri mondar-mandir di hadapan Justin dengan tangan yang terlipat di depan dadanya.

“Saya sudah melarangnya, tapi dia bersikeras.” Jawab Justin seadanya.

“Kenapa kau tidak memaksa melarangnya?! Kalau kau dengan paksa melarangnya pasti dia tidak akan demam seperti sekarang!” hardik Josh, kasar.

“Bee keras kepala. Dia tetap akan melakukan apa yang dia mau walaupun saya melarangnya mati-matian.”

Josh sontak mendelik. “Kau bilang adikku keras kepala?!!!” sergahnya lagi, makin kasar dan kaku.

Justin seketika menelan air ludahnya yang bercokol di kerongkongannya. Setetes keringat kembali membanjiri pelipisnya.

“Bu—kan itu maksud sa—ya.” Ucap Justin dengan nada tertahan. Ditahannya kuat-kuat emosi yang hendak meluap dan menyembur kearah Josh. Tapi ia benar-benar  menahannya. Ia tidak akan dan tidak pernah mau memperburuk suasana yang sudah terlanjur buruk adanya.

Suasana terdiam beberapa saat. Yang terdengar hanya suara tarikan nafas Justin yang tampak berat dan tertahan, serta suara langkah kaki besar Josh yang terasa begitu mengerikan saat gemanya mencapai telinga Justin. Ternyata Bee benar, kakaknya benar-benar overprotektif. Killer, batin Jutstin dalam hatinya.

Mungkin Josh sudah akan menghujam Justin lagi dengan berbagai pedang pertanyaan yang hendak menusuknya dalam-dalam. Tapi untunglah, pertanyaan Josh dapat sedikit tertunda dengan kehadiran seorang pria produktif yang masuk dari pintu utama dengan kemeja warna toska yang sudah tampak kusut dan tertekuk. Kontan Justin menengok kearah pintu saat suara pintu itu berdecit, Josh juga menirukan kegiatan Justin.

Hei kids. Sudah makan malam?” sapa suara bass itu sambil mengulurkan dasi berwarna maroon yang masih bertengger sempurna di lehernya.

Wave Of LifeWhere stories live. Discover now