3

55 2 0
                                    

Lelaki itu akhirnya berdiri dihadapanku.

Kami menatap satu sama lain cukup lama.

Kami menyadari bahwa kami memang sedang melakukan hal yang sama, yaitu mempelajari satu sama lain.

Itu hal yang diajarkan oleh 3, kakak seniorku. Ranger.

Lelaki ini terlihat familiar.

Rambutnya berwarna hitam ke coklatan. Sangat indah.

Matanya berwarna coklat tua.

Tubuhnya proposional. Ia mungkin hanya lebih tinggi 10 cm dariku.

Lalu Harris berjalan kearah kami. Dia mulai menunjukan senyumnya yang agak aneh.

"Nah, 250, ini 239. 239, ini 250." Katanya, sambil menoleh bergantian pada kami.

"239, 250 ini adalah teman seperjuanganmu. Kalian dibesarkan di area yang sama. Kalian dilatih oleh orang yang sama,"

"Dan kalian hadir disini untuk alasan yang sama." Katanya sambil tersenyum, lagi.

"Dari kapan kau menyusun perkataan seperti itu?" Tanya lelaki yang bernama 239 itu.

Wah, lelaki ini sungguh bisa membaca apa yang kupikirkan.

"Apa kau berlatih selama dua minggu?" Tanyaku, sarkas.

Lelaki itu menoleh padaku. Ia terlihat kaget juga.

Mungkin ia baru menyadari betapa miripnya kami.

"Baiklah, tak usah berlama-lama. Mari mulai" Kata Harris. Ia menimbun perkataan kami dan berbalik lalu berjalan ke sisi hall itu lagi.

Lalu aku terdiam.

Dia benar-benar menyuruh kami untuk berduel?

239 menatapku dalam.

Aku pun juga ikut terdiam dan hanyut dalam tatapan tanpa arti itu.

"Apa yang kau tunggu lagi?" Tanyanya.

"Apa?" Jawabku.

"Ambil senjatamu, 250."

"Kau bercanda?"

Lalu 239 hanya mendiamkanku.

Dia menungguku.

Ah, apa yang harus kulakukan?
haruskah aku lari dari sini?
ini sungguh konyol.

Aku pun menengok ke Harris.
Harris hanya menganggukan kepalanya.

Aku pun berjalan ke arah katana yang telah mereka siapkan untukku.

Aku mengambilnya lalu melatihnya sedikit dengan gerakkan-gerakkan pemanasan kecil.

"Kau punya skill yang bagus"

Lelaki itu menatapku lagi. Memerhatikan gerak-gerikku.

Persis seperti yang diajarkan 3.

Setelah aku selesai pemanasan, kami berdiri di spot masing-masing.

di spot tersebut, ada sebuah tanda. Penanda tersebut adalah sebuah garis.

"Oh! saya hampir saja lupa. Di spot kalian, terdapat garis berwarna kuning. Garis tersebut berfungsi sebagai pembatas duel kalian. Kalian tidak boleh keluar dari garis tersebut saat berduel."

Aku pun mengangguk mengerti. Begitu juga 239.

Ia tak terlihat takut sama sekali.

Baiklah, aku akan melakukan yang terbaik.

"Silahkan mulai!" Suara Harris menggelegar.

Kami membungkuk hampir bersamaan.

Setelah itu, 239 langsung berlari ke arahku dengan katana nya.

Aku pun melawannya.

Kami beberapa kali kehabisan nafas karena berduel terlalu serius.

Katana milik 239 sangat tajam.

Sumpah, aku takut sekali.

Aku tak menganggap match ini serius. Tetapi saat aku mulai menyadari 239 berduel dengan serius dan berhati-hati,

Kami ingin menyelamatkan satu sama lain.

Untuk kesekian kali, saat kami berdekatan, ia menatapku.

Mungkin ia mencoba menatapku agar aku mengerti bahwa ia tak ingin memenangkan ini?

Apapun itu, aku percaya dengan intuisiku.

Duel pun berakhir. Kami dalam posisi berdiri kemudian terjatuh.

Seketika, saat terbaring di lantai, Aku melihat beberapa orang dari sebuah grup membawa kotak obat.

Mereka itu apa?

Ada tiga orang yang menghampiriku dan tiga orang lainnya menghampiri 239.

Mereka awalnya mengusap keringat di kepala kami dengan tisu. Kemudian, mereka mengeluarkan sebuah jarum tajam.

Aku tahu itu tajam karena jarum itu mengkilap dari kejauhan.

Kami masih terbaring di lantai.

Penglihatanku mulai kabur. Kepalaku pusing.

Tubuhku serasa berputar-putar.

Namun, saat mereka menusukkan jarum suntik tersebut, penglihatan dan kesadaranku kembali.

Bagaimana bisa?

Kemudian aku mendengar teriakkan orang-orang.

Teriakan dari sekitar kami.

"HEY! FUNGSI JANTUNG MEREKA MELEMAH! CEPAT BAWA MEREKA KELUAR!!"

"ASTAGA"

"DEMI TUHAN LAKUKANLAH DENGAN CEPAT!"

Dan akhirnya kami diangkat oleh ketiga orang tersebut,

Lalu aku dan 239 kehilangan kesadaran bersama.

SolarOnde as histórias ganham vida. Descobre agora