3. A Whole Different Life

2.6K 136 4
                                    

Nam mengira ia akan kedinginan setibanya di New York, ternyata ia berkeringat karena di New York ternyata sedang musim panas. Ia merasa konyol karena menenteng jaket musim dingin yang tebalnya 2 cm di tangannya. Ia pergi ke pojokan yang tersembunyi, sebentar, untuk memasukkan jaketnya ke dalam koper yang diseretnya.

Ternyata memasukkan jaket yang sebegini tebal bukan perkara mudah. Ia sudah merasa kesal hingga akhirnya ia menginjak jaket tersebut dengan kakinya supaya ia bisa menutup kopernya. Tiba-tiba ada suara yang dikenalnya dari belakang. Benar saja, ketika ia menoleh, ia melihat ayahnya yang berjalan ke arahnya.

"Nam!" panggil ayahnya sambil tersenyum selebar-lebarnya.

"Ayaaah!" Nam hampir lupa kalau sedetik lalu ia sedang kesal. Ia menyeret kopernya yang super besar dan berlari untuk memeluk ayahnya.

"Ya ampun, lihat kau sekarang. Kau sudah besar, dan sangat cantik pula! Ayah bersyukur ibumu mau kuajak menikah, Nam" ujar Ayah Nam sambil terkekeh.

Ayah Nam segera mengambil koper Nam dan mengangkatnya dengan mudah ke dalam koper Taxi.

"Kita pakai Taxi, Yah?" tanya Nam.

"Iya, kebanyakan orang di New York memakai Taxi, Nam" terang Ayah Nam.

Sepanjang perjalanan dari Bandara JFK ke apartemen Ayahnya, sungguh tidak terasa. Mereka berbincang-bincang, melepaskan kerinduan yang selama ini tertahan.

"Ayah senang kau bisa seperti sekarang Nam. Dan sejujurnya Ayahpun terinspirasi olehmu, untuk selalu berusaha lebih baik lagi. Kau tahu, sekarang Ayah sudah menjadi Executive Chef di The Plaza!" ujar Ayah Nam.

"The Plaza?" tanya Nam kebingungan.

"Hm, kau belum tahu ya? The Plaza itu salah satu hotel bintang lima terbaik di New York. Bahkan di dunia. Kau harus main ke tempat Ayah kerja sekali-kali. Interiornya mewah sekali, Nam. Dan kamarnya ber-interior gaya Perancis, bagus sekali! Padahal itu hotel tua loh, dia dibangun tahun 1907. Bayangkan!" terang Ayah Nam bersemangat.

"Hiiy, keren sekali! pasti banyak orang terkenal yang menginap di sana ya?" Nam menimpali Ayahnya dengan sama bersemangatnya.

"Tentu saja! Beberapa waktu yang lalu, Ayah sendiri yang menyiapkan sarapan untuk Raja Arab. Hebat kan!" jawab Ayah Nam sambil menepuk kecil dadanya.

"Ayah! Hebat sekali!", Nam bersorak kecil dengan perasaan bangga.

"Iya, Ayah harap bisa sesegera mungkin mengajak Ibumu dan Pang ke New York. Rasanya sedih sekali setelah pulang kerja tidak ada keluarga yang menungguku di apartemen" keluh Ayah Nam.

"Paling tidak, untuk waktu dekat ini ada Nam kan?" hibur Nam kepada Ayahnya.

Ayah Nam tidak menjawab. Ia hanya tersenyum sangat lebar sambil memeluk bahu Nam.

***

Ayah Nam tinggal di apartemen duplex di bilangan Soho, New York, tepatnya di Lafayette Street. Masih di pulau Manhattan, hanya saja agak ke bagian selatan. Bentuk apartemen yang disewa Ayah Nam, persis seperti yang ada di film-film Hollywood. Hanya saja isinya berantakan.

"Wah, kalau Ibu melihat apartemen Ayah, Ayah pasti dimarahinya" komentar Nam seketika setelah memasuki apartemen 2 kamar tersebut.

"He.. he.. Makanya, Ayah harap kamu engga usah bilang-bilang Ibu ya" pinta Ayah Nam sambil tertawa.

Nam mengerlingkan matanya, membuat simbol O dengan jempol jarinya dan tanpa bersuara ia berkata "OK".

"Nam, Ayah tidak bisa berlama-lama menemanimu hari ini karena Ayah harus pergi bekerja. Ayah tidak bisa libur seharian hari ini. 2 jam lagi ada tamu yang harus Ayah beri hidangan masakan Thailand", terang Ayah Nam.

Crazy Little Thing Called Love: Upcoming YearsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang