Keputusan yang egois

1.9K 151 7
                                    

Aku memasuki ruangan latihan ku dengan langkah oleng dan mataku yang sembab.

Tidak kusangka aku akan menangis semalaman karena aku menyesali kecurigaan ku pada Teressa.

Langkahku terhenti saat Edward berjalan panik menghampiriku.

"Claire..? Ada apa denganmu...?!" Ucapnya cemas.

Aku menundukkan kepalaku. Pasti wajahku jelek sekali hari ini. Harusnya aku tidak usah latihan saja tadi.

"Claire...? Kau kenapa?" Ucapnya lagi. Dia makin cemas saat aku memalingkan wajahku darinya.
"Aku tidak apa, sungguh!" Ucapku pelan.

Edward masih terus berusaha untuk melihat wajahku.
Sampai akhirnya aku menyerah dan diapun melihat wajah jelekku.

"Kau..? Matamu kenapa? Kau habis menangis, ya?" Ucapnya cemas.

Aku mengangguk kecil.

"Kenapa? Siapa yang menyakitimu?" Ucapnya kesal.

Aku terdiam.

Aku yang menyakiti diriku sendiri. Fikirku dalam hati.

"Claire..? Jawab aku..!" Ucapnya.

Aku terdiam.

"Tidak ada yang menyakitiku, sungguh!" Ucapku.

Edward membuang nafasnya.

"Okay jika kamu memang tidak ingin aku mengetahuinya." Ucapnya sambil memalingkan wajahnya dariku.

Aku menatapnya kaget.

Apa dia marah padaku? Fikirku.

"Sedang apa kau disana? Ayo latihan." Ucapnya.

Aku terdiam. Dingin sekali. Sepertinya dia benar-benar marah padaku.

"H--hey, Edward..," ucapku pelan.
"Hm?" Jawabnya singkat.
"Maaf.., sebenarnya yang membuatku menangis adalah kesalahanku sendiri." Ucapku.

Edward mengangkat alisnya.

"Apa kau melakukan sesuatu yang buruk?" Ucapnya.

Aku menggeleng cepat. "Tentu saja tidak! Atau mungkin.., eh! Aku tidak tau! Tapi menurutku itu sesuatu yang buruk! Ah! Aku ini bicara apa, sih." Ucapku bingung.

Dia tertawa kecil melihatku.

"Sudah cukup. Aku mengerti maksudmu." Ucapnya sambil mengelus kepalaku dengan lembut.

Wajahku memerah.

Ini pertama kalinya.
Ini pertama kalinya dia mengelus kepalaku.
Mungkin aku tidak akan mencuci rambutku selama seminggu penuh.

"Claire..? Ada apa?" Ucap Edward membuyarkan lamunanku.
"Eh? Tidak ada." Ucapku.
"Kau ini mudah melamun, ya?" Ucapnya tersenyum tipis.

Aku hanya tertawa mendengarnya.

"Jadi.., apa kau akan ikut perlombaannya?" Ucapnya.

Aku menatapnya kaget.

"Yaampun..! Aku lupa soal itu..!" Ucapku panik.
"Aku sudah mengira akan seperti itu. Makanya aku mengingatkan mu." Ucapnya tertawa.

Aku terdiam. Aku mencoba berfikir lagi dan lagi tentang keputusan final ku tentang perlombaan itu.

Pertama.
Perlombaan itu adalah perlombaan yang paling bergengsi di dunia. Dan hanya pemain profesional seperti Teressa lah yang dapat memenangkannya.

Kedua.
Aku baru belajar selama satu hari 30 menit dengan piano ini. Bagaimana aku bisa menang?

Ketiga.
WAKTU PERLOMBAAN NYA TINGGAL 2 BULAN LAGI!
Apa aku bisa belajar secepat itu?
Dan lagi, aku ini hanyalah amatir..!!

"Claire..?" Panggil Edward cemas.
"...y--yya...??!" Ucapku kaget. Lagi-lagi aku melamun.

"Baiklah, aku tidak memaksamu untuk ikut, tapi mungkin aku akam berhenti melatihmu mulai besok dan akan ada orang yang menggantikan ku, karena aku akan melatih Teressa. Maksudku.., ini perlombaan yang sangat dinantikannya." Ucapnya.

Aku terdiam.

Jantungku tiba-tiba berdegup kencang.
Dadaku terasa sesak dan sakit.
Aku seperti tidak dapat menerima nya. Aku tidak ingin Edward bersama Teressa.

"Aku ikut..!" Ucapku cepat.

Edward menatapku kaget.

"Kau serius...? Tapi kau baru saja bila---"
"Aku ikut. Titik." Ucapku memotong ucapannya.

Dia tertawa kecil.

"Kau ini aneh sekali. Tapi itu berita bagus untukku dan Teressa. Baiklah. Aku yang akan mengajarkan mu. Dan ingat! Latihan kali ini akan lebih keras dan sulit! Jadi jangan mengeluh, ya? Karena ini kan perlombaan pertamamu." Ucapnya senang.

Aku mengangguk pelan.

Astaga..,
Apa yang baru saja kulakukan?
Aku setuju ikut perlombaan paling bergengsi di dunia hanya karena keegoisanku?

♪♪♪♪

Kami bertiga makan siang di caferia seperti biasanya.
Edward memberitahukan kabar tentang aku yang ikut lomba pada Teressa, dan tentu saja Teressa senang bukan kepalang. Dia sangat senang sampai-sampai terus memeluki ku dengan wajah terharunya.

Lagi-lagi aku merasa bersalah pada Teressa.

Aku tidak dapat berbohong jika aku tidak ingin Edward bersama Teressa. Itu terlalu menyakitkan buatku.

Summer Air MelodyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang