Minus Dikali Minus Kan, Sama Dengan Plus

15.9K 1.5K 148
                                    

Sebelum menulis chapter ini, beberapa minggu yang lalu, saya sebenarnya sempat mengalami semacam writer's block. Akibatnya, saya terpaksa mencari jalan keluar dan akhirnya mendapat ide untuk bertanya-tanya kepada teman-teman saya demi mendapat inspirasi.

"Eh, eh," tanya saya pada salah satu di antara mereka. "Hal apa sih yang lo inget, pas lo denger kata 'X MIA 5'?"

Ia tampak berpikir sebentar.

"Pelangi," ucapnya yakin beberapa saat kemudian sambil mengangguk-angguk layaknya anjing dashboard. "Pelangi."

Dan atas alasan itulah, saya meminta maaf bahwa saya iman saya tidak kuat lagi untuk menulis chapter ini.

Maaf.

Sekali lagi, saya minta maaf.

Uh, tidak begitu juga sih.

Singkat cerita, ide tadi (tentunya) saya anggap produk gagal, dan sebagai gantinya, marilah kita awali chapter ini dengan awal yang baru, yang segar, sesegar sirup Marjan, yakni sebuah keributan yang muncul tanpa aba-aba di belakang kelas kami pada suatu siang.

"Oi, Pakapoy," panggil saya pada si cowok pencakar langit. Ia menengok mendengar namanya disebut. "Itu ada apaan ribut-ribut?"

"Pfft, hahaha-" ia mau menjawab, tapi ia tersengal-sengal dulu di antara tawa terbahak-bahak. "Si Kadal... Bilang kalau dia kalo gede nanti, nggak mau punya anak!"

Kadal adalah cowok kelas kami, yang memiliki betis impian para kaum perempuan. Panjang, lentur, putih lagi. Masalahnya di sini adalah bahwa bukan hanya betis Kadal saja yang 'mirip perempuan', tetapi... Yah.

"Lah, terus kenapa? Bagus kan, mengurangi peledakan jumlah populasi Indonesia?" Saya makin nggak nyambung, tapi masih sok-sok bergaya profesor sosiologi.

"Ih, gua bukan nggak mau punya anak," Kadal mengelak sebal. "Gua mau punya anak, tapi adopsi."

"Istri lo emang nggak bisa melahirkan? Atau kenapa?" Pakapoy terkekeh, bertanya untuk kesekian kalinya, masih dengan nada yang sama setiap kali.

Kadal mengangkat bahu. "Yha, siapa tahu dia nggak bisa melahirkan."

"Eh Dal, istri lo ini..." Salah satu teman Pakapoy, Obre, memicingkan mata hati-hati. "...cewek, kan?"

"Uhhh..."

Suasana aneh menggantung di udara.

"...serem njir,"

"...seriusan."

"NAH!" Potong Tuyul, sebelum pembicaraan tersebut makin mengarah ke arah yang tidak-tidak. "Daripada lu, Poy, semua cewek lu alusin."

Pakapoy sakit hati. Diangkatnya kedua tangan ke atas, seakan dia menolak ikut-ikutan. "Nggak liat si Tsunderevan, lu pada?!"

"Kok gua!" Dari depan kelas, Tsunderevan yang lagi nonton live-action bareng Baperwan sontak menangkis tuduhan barusan. Leh ugha, rupanya diam-diam Revan menyimpan indra keenam untuk mendengarkan apabila dirinya sedang digosipi. Uuu.

"Kau lah," Baperwan malah ikutan setuju, dasar backstabber. Mungkin dia kebanyakan baca Death Note."Kau saja ada cewek di MIA 1."

"Di MIA 2 juga ada," sambung yang lain.

"Ada yang baru, kan, di IIS 1?"

"...Di kelas kita ada dua!"

"Kalo nggak salah guru juga ada satu..."

"H-hahaha," Tsunderevan tergagap tertawa. "Uh, ya kan, kata Rasul aja maksimal 4..."

INI PENYALAHGUNAAN! Ingin kami berteriak. DAN LAGIPULA... CEWE LU UDAH LEBIH DARI 4!

2 Itu Teman, (40-1) Itu Satu Kelas! [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang