Terima panggilanku, Zayn. Kumohon! Kumohon!!

Tiba-tiba nada sambung berhenti dan panggilan terputus. Double sialan! Zayn tidak menerima panggilanku dan tentu saja hal itu menambah kekhawatiranku kepadanya. Sebenarnya dia sedang berada di mana sih? Apa mungkin dia melupakan janjinya bersamaku? Tidak, tidak, tidak. Zayn tidak mungkin melupakan janjinya kepadaku malam ini. Aku menggelengkan kepala sembari menghempaskan tubuhku ke atas sofa. Kepalaku terasa begitu pening hanya karena memikirkan keadaan Zayn. Semua kemungkinan bisa saja terjadi dan tidak menutup kemungkinan hal-hal diluar dugaanku pun juga bisa terjadi.

Selang beberapa detik kemudian, terdengar suara ketukan pintu dari arah depan. Sontak aku langsung bangkit dari tempatku dan berjalan cepat ke pintu depan untuk membukakannya. Aku yakin 100% bahwa orang yang sedang mengetuk pintu ini adalah Zayn. Dan nyatanya ketika aku sudah membuka pintu tersebut, memang sosok Zayn lah yang berada di hadapanku dengan keadaan yang sangat kacau. Tubuhnya basah kuyup lantaran guyuran air hujan di luar, rambut hitamnya terlihat kusut dan bibirnya sedikit membiru mungkin karena hawa dingin yang memang sangat menusuk tubuh.

"Ellie, bisakah kau tutup mulutmu dan mempersilahkanku masuk ke dalam?" ujar Zayn membuatku sadar bahwa sedari tadi aku melongo melihat keadaannya. Sontak aku menutup mulut, membuka pintu lebih lebar agar terdapat ruang untuk jalan masuknya, dan menutup pintu kembali.

"Astaga, kau harus segera mengeringkan tubuhmu, Zayn."

"Ya, aku butuh handuk dan kamar mandi." katanya sambil memeluk dirinya sendiri. Aku mengangguk mantap lalu melenggang melewatinya menuju kamar. Pun tanpa aba-aba dariku Zayn sudah mengekoriku di belakang. Tidak banyak kata, aku langsung mengambil handuk dari dalam lemari dan memberikannya kepada Zayn. Begitu ia menerimanya, ia langsung berlari kecil ke arah kamar mandi.

Aku bergerak cepat mencari pakaian untuk Zayn meskipun merasa sedikit bingung. Sangat tidak mungkin jika Zayn tidak mengganti pakaiannya yang basah kuyup itu dan tetap memakainya, tapi lebih tidak mungkin lagi jika Zayn harus memakai pakaianku. Setelah menggeledah seisi rak lemariku, tiba-tiba aku mempunyai pikiran meminjamkan pakaian Cara kepada Zayn. Cara memang bisa dibilang sedikit tomboy, jadi semua pakaian yang Cara miliki mayoritas merupakan pakaian pria—seperti kemeja dan kaus polos, ukurannya pun cukup besar untuk dikenakan seorang gadis sepertinya. Kontan aku membuka lemari Cara dan mencari kaus polos miliknya yang mempunyai ukuran paling besar.

"Ellie." ucap Zayn ketika aku masih sibuk mencarikan pakaian yang bisa dia kenakan. Sialan. Di mana Cara menyimpan kaus-kausnya? Di rak lemari ini hanya terdapat skinny jeans, jaket, dan dress yang tertata lebih rapi jika dibandingkan dengan milikku. Aku membuka rak lemari kedua dan kembali mencari kaus yang pas untuk Zayn.

"Tunggu dulu, Zayn. Aku tengah mencarikan pakaian untukmu."

"Pakaian? Apakah kau yakin kau mempunyai pakaian yang pantas untukku?" Aku bisa merasakan Zayn tengah melangkah mendekati ranjangku kemudian mengambil posisi duduk di ujungnya. Sepertinya dia juga tengah mengamati atau mungkin menilai tatanan kamarku di setiap sudutnya.

"Ya. Well, yang terpenting kau harus mengganti pakaianmu itu."

"Tidak, Ellie. Kau tidak perlu susah-susah mencarikan pakaian untukku. Aku sedang mengeringkannya dan sebentar lagi pakaianku akan mengering."

"Aku tidak merasa terbebani hanya karena mencari pakaian untukmu dan... ah, ini dia!" seruku, membalikkan tubuh dalam gerakan cepat setelah menutup rak lemarinya. Aku mendapati Zayn memang sedang duduk di atas ranjangku sambil mengedarkan pandangan ke segala arah. Dia melilitkan handuk yang kuberikan tadi pada bawah pinggangnya, rambutnya nampak basah dan berantakan. Brengsek. Dia terlihat... ah, tidak!

CRUSHEDWhere stories live. Discover now