Kenangan

8.4K 690 177
                                    

Cassanova Tower, 7 malam.

Tubuh ramping itu masih meringkuk sejak sore tadi. Keadaan apartemen nomor 26 sangat gelap, yang empunya rumah sama sekali tak mau beranjak dari sofa nyamannya untuk sekedar menyalakan lampu.

Klek...

Akhirnya seseorang yang sudah ia tunggu kepulangannya, datang juga. Mahesa masuk ke dalam CSN-26 dan mulai meraba-raba saklar lampu di dekat pintu masuk. Namun, Ginan tak kunjung menggerakkan tubuhnya barang sedikit pun. Jangankan membalikkan badan, menoleh saja tak ingin ia lakukan.

Tek...

Lampu depan pun menyala.

Meong...meong...

Sakinah menghampiri pemuda yang terlihat kelelahan itu. Kaki Mahesa tak hentinya menjadi bulan-bulanan kucing cantik yang sudah menunggunya untuk diberi makan.

"Aki-chan..." panggil Mahesa sambil menuangkan makanan kesukaan kucing berbulu putih itu.

Sakinah yang kelaparan sejak tadi langsung melompat dengan lincah melihat makanannya sudah terhidang. Dengan buru-buru Aki-chan - panggilan akrab kucing manis itu -- menghabiskan pellet berbentuk ikan-ikan kecil.

Mahesa menghirup nafas dalam-dalam kemudian menghembuskannya pelan-pelan. "Kasihan banget kamu Ki, sampai kelaparan gini." batinnya.

Pemuda berperawakan tegap itu berjalan dengan pelan mendekati Ginan yang keasikan dengan kegelisahannya. Mahesa mendaratkan pantatnya dengan nyaman tepat di belakang Ginan. Kemudian ia memeluk tubuh ramping milik sahabatnya.

"Maafin gue ya mbu. Gue nggak tahu kalau Ryan itu GM di Soedirapradja Group dan gue juga nggak tahu kalau Pak Dipta juga ngajak dia buat rapat bareng kita." lirih Mahesa sambil menyandarkan kepalanya di punggung Ginan.

"Nggak apa-apa nyet. Sekeras apapun usaha gue buat hindarin Ryan, gue bakal tetap ketemu sama dia dan itu sudah jadi konsekuensi kalau gue balik ke Jakarta. Cuman gue masih shock, kenapa gue harus ketemu sama Ryan secepat ini, apalagi kita bakal jadi partner kerja."

"Iya gue tahu perasaan lu mbu. Tapi apa nggak bisa lu berdamai sama masa lalu lu itu? Seenggaknya kalian berdua bisa lurusin masalah yang menurut gue belum jelas juga duduk perkaranya sampai sekarang." bujuk Mahesa.

"Gue sudah coba nyet. Tapi gue nggak bisa maafin dia gitu saja. Coba bayangin, lu lihat pacar lu sedang bercumbu dengan temen sekantornya. Apalagi Ryan beneran menikmati persenggamaannya dengan Fariz. Gue lihat sendiri Hes, sama kedua mata gue, gamblang banget."

"Sudah Nan sudah. Nggak usah diterusin cerita lu itu." kata Mahesa yang tak bisa membayangkan betapa hancurnya hati Ginan saat itu. Mahesa pun mengeratkan kembali pelukannya untuk meredam emosi Ginan.

Butuh waktu sekitar 10 menit untuk menghentikan getaran di bahu Ginan. Saat emosi pemuda itu mereda, Mahesa kembali membujuknya untuk makan. Namun, Ginan masih tak ingin mengisi perut kosongnya.

"Gue suapin ya mbu?"

"Gue nggak nafsu nyet."

"Ya sudah kalau lu nggak nafsu sama makanan ini. Tapi lu pasti nafsu kan kalau lihat gue nggak pakai baju?" goda Mahesa.

"Apaan sih nyet, nggak lucu tahu." Meskipun Ginan menolak ucapan Mahesa, namun tetap saja bibirnya terlihat mengulas senyum tipis yang tertangkap manik mata pemuda yang ada di hadapannya sedang berusaha melepas bajunya.

"Gitu dong senyum. Gue tahu lu nggak bakal bisa nolak keindahan lekuk tubuh gue." ucap Mahesa yang terkesan memuji diri sendiri.

"Sudah ah, jangan bercandaan mulu. Pakai gih baju lu, gue takut khilaf. Ha ha ha ha..." jawab Ginan yang kini hatinya mulai menghangat kembali karena tingkah konyol Mahesa.

Promise Me, I am the Only OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang