Prolog

23.8K 1.1K 139
                                    

Cassanova Tower, 11 malam.

Pemuda bertubuh ramping itu tengah berjalan gontai menuju apartemennya. Hampir setiap hari dia pulang selarut ini. Dengan basoka tersampir rapih di bahu kiri dan tas slempang di bahu kanan, dia masih berusaha merogoh saku kanannya untuk mencari id card.

"Ini dia" lirihnya ketika berhasil menemukan benda tipis yang berfungsi untuk membuka pintu apartemen bernomor 26 di lantai 3 tersebut.

Klek...

Pintu terbuka setelah pemuda itu menggesekkan kartu tipis pada sebuah alat otomatis yang terpasang di bawah daun pintu tersebut. Ginan langsung masuk ke dalam apartemen yang ia beli dengan jerih payahnya sebagai seorang arsitek dan interior desainer. Dilemparkannya tas dan basoka yang ia bawa ke sembarang tempat kemudian merebahkan tubuhnya di sofa empuk ruang tamu.

"Akhirnya tubuhku bisa berselonjor juga" lirihnya seraya memijat bahu yang masih terasa kaku.

Kling...

Ponselnya berbunyi tanda ada sebuah pesan masuk. Ginan tak kunjung membuka ponselnya itu, dia tahu pasti itu pesan yang sama dari satu orang yang telah menghancurkan hatinya - Radian Suryantara.

Ryan : Sayang, sudah pulang kah? Jangan lupa makan dan langsung istirahat saja. Night honey, Have a nice dream.

Seperti biasa, pesan tak berbalas itu berakhir seperti sampah di kotak masuk ponsel Ginan.

"935 pesan dalam 3 bulan" desahnya malas.

Ginan baru berniat untuk menghapus pesan-pesan itu, namun sebelum ia mengeksekusi niatannya itu, sebuah pesan kembali masuk ke ponselnya.

Ryan : Ginan, sampai kapan kamu akan menyiksa batinku seperti ini?

"Heee... kamu merasa tersiksa? Lalu bagaimana dengan perasaanku yang kau hancurkan karena kelakuanmu" cibir Ginan merutuki isi pesan itu - bukan-bukan, lebih tepatnya merutuki si pengirim pesan. Dan akhirnya pesan itu berakhir pada penghapusan massal.

Setelah ia meletakan ponselnya pada nakas di samping sofa, Ginan beranjak ke dapur untuk menghangatkan pasta yang telah dibelinya sebelum pulang tadi. Sembari menunggu, ia mengambil sekotak susu segar dari lemari es dan menuangkannya ke dalam mugjar kesayangannya.

Ting....

Bunyi microwave tanda pastanya sudah siap untuk dihidangkan. Ginan mengambil pasta itu dengan hati-hati dan meletakannya di atas nampan yang sudah ia siapkan - di samping susu. Asap tipis mulai mengepul menebarkan aroma lezat yang menggiurkan, dengan cekatan Ginan membawa nampan itu kembali ke meja ruang tamu.

Sebelum ia menyantap pasta itu, Ginan menghirup uap pasta itu dalam-dalam untuk membangkitkan nafsu makannya. Sedetik kemudian ia mulai menyuapkan satu sendok penuh pasta ke dalam mulutnya. Ginan memejamkan matanya sambil mengunyah pasta itu pelan-pelan dan sesekali mengipasi mulutnya antara nikmat dan kepanasan.

Ginan melanjutkan suapan demi suapan, entah sudah berapa sendok, yang jelas pasta itu kini tinggal seperempat bagian. Pemuda itu menghentikan sejenak suapannya dan beralih pada susu segar di sebelah kanan pasta. Tangan kanannya menggenggam erat mugjar-nya dan mengarahkan pada mulutnya. Dengan cepat Ginan meneguk susu segar itu hingga setengahnya. Kini perutnya terasa kenyang, Ginan memutuskan untuk bernafas sejenak sebelum melanjutkan makan dan minumnya.

Ginan menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa dengan nyaman. Entah mengapa, lagi-lagi pikirannya melayang kembali pada kejadian 3 bulan lalu. Saat mantan kekasihnya bercumbu dengan rekan kerjanya sendiri.

Promise Me, I am the Only OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang