"Iya. Biasalah, mau balikin buku." kata Sheryl sambil menunjukkan novel yang baru saja selesai ia baca.
"Lo itu aneh deh," ujar Clarissa dengan ekspresi bingung. "Sekarang udah zamannya elektronik, dimana-mana orang baca novel lewat hp, contohnya aja Wattpad. Lah elo, masih aja milih bawa buku yang berat dan menuhin tas."
"Gue menghargai karya buku, Clar. Lo gak tau enaknya mencium aroma buku dan rasanya deg-degan setiap membalikkan halaman. Rasanya itu beda banget, Clar."
Clarissa menatap Sheryl datar seakan-akan ia sudah bosan mendengar alasan Sheryl. "Basi amat alasan lo. Padahal kan lo bisa beli semua buku di toko buku. Perpustakaan rumah lo juga besar. Ngapain lo gak beli aja, kan bisa disimpan untuk diri sendiri juga."
"Kalau ada di perpus, ngapain beli lagi? Mubadzir, tau."
"Heran deh gue," Clarissa menggeleng-gelengkan kepalanya. "Sejak kapan lu suka membaca? Seingat gue lu SMP kerjanya main biola terus. Belajarnya aja males, apalagi pegang buku. Berasa pegang najis."
"Ih, gue gak segitunya juga kali." sanggah Sheryl sambil tertawa. Sahabatnya sejak SMP, Clarissa, memang suka sekali mengada-ada. Padahal pada masa itu ia baru saja mulai main biola. Tentu saja di masa-masa masih semangat itu ia begitu terobsesi dan anti terhadap hal selain biola, bukan?
Apalagi belajar. Bukannya Sheryl tidak suka belajar, namun pada masa itu ia gencar sekali mengejar kompetisi-kompetisi biola sampai ke luar negeri. Karena ibunya mengatakan ia punya bakat, ia pun berusaha keras untuk terus mengembangkan bakatnya itu. Alhasil nilai-nilainya banyak kosong dan ia menjadi malas untuk mengejar kembali prestasinya. Untung saja ia akhirnya berhenti main biola saat baru masuk SMA sehingga ia bisa lebih konsentrasi belajar.
"Udah ah, gue mau ke kelas Fiona dulu. Nanti lo nyusul kan?"
Fiona adalah salah satu sahabatnya yang lain, dan biasa mereka memang dikenal sebagai tiga serangkai. Walau mereka sekarang beda kelas karena Fiona anak IPS, tapi tetap saja tidak menghalangi mereka untuk lebih akrab. Mereka tidak pernah absen makan bertiga di kursi taman di bawah pohon sekolah sambil bercerita. Mereka selalu duduk di sana karena Sheryl suka suasana tenang dan sepi. Berbeda dengan suasana kantin yang penuh dan berisik karena 80% murid sekolah mereka pergi ke kantin.
Dan juga sudah kebiasaan bagi keduanya untuk mengunjungi atau dikunjungi Fiona. "Iya. Gue ke perpus dulu ya."
Sheryl langsung keluar dari kelasnya dan bergegas menuju perpustakaan. Perpustakaan memang beda gedung dari gedung belajar sehingga ia harus turun ke lantai dasar dan menyebrang ke gedung perpustakaan.
Begitu ia membuka pintu, matanya langsung disuguhkan dengan pemandangan buku-buku yang berjejer rapi di rak-rak kayu mahogany dengan meja-meja yang tersusun rapi di tengah ruangan. Beberapa murid ada di sana untuk belajar, karena suasana perpustakaan yang adem dan tenang membuat mereka lebih semangat dan nyaman untuk belajar.
Sheryl pun demikian. Walau kelasnya sepi karena banyak murid yang pergi ke kantin, namun ia lebih memilih ke perpustakaan untuk membaca buku karena suasana tenang yang ia sukai. Lagipula tidak hanya itu saja, ia dapat melihat pemandangan yang menyenangkan dari lantai dua.
Ya, Sheryl suka membaca buku di lantai dua perpustakaan, di meja dekat pegangan tangga sehingga ia bisa melihat dengan jelas aktivitas orang-orang di lantai bawah perpustakaan.
Dan di sanalah dia. Duduk di kursi lantai dua dengan buku terbuka, namun matanya melihat ke arah lain.
Di lantai bawah, di antara murid-murid yang sibuk dengan urusan mereka masing-masing, duduklah seorang laki-laki dengan telinga tertutup headphone dan mata menatap lurus ke buku yang ia baca. Ia duduk di sudut meja, menjauh dari sekelompok adik kelas yang sedaritadi melirik ke arahnya.
Laki-laki itu memang tampan, dengan mata gelap dan wajah kalem yang membuat setengah murid perempuan di sekolah mereka meleleh. Ia bukan tipe cowok yang keren karena pandai berolahraga dan bertebar keringat, namun ia tipe cowok yang tenang dan pandai mengambil hati dalam diam.
Dan benar, laki-laki itu sudah mengambil hati Sheryl dari hari pertama ia menginjakkan kaki ke SMA ini.
Karena laki-laki itulah, Sheryl mulai membuka dirinya untuk mencintai buku. Sejak ia melihat laki-laki itu selalu menuju perpustakaan, Sheryl mulai mencoba membaca buku dan belajar mencintai karya tulis.
Dan itulah yang menyebabkan ia melepaskan biola dengan ikhlas.
• σur rєd ѕtríng •
YOU ARE READING
Our Red String
Teen FictionSejak pertama kali bertemu, baik Kaiven dan Sheryl merasakan perubahan dalam diri mereka. Baik kebiasaan mereka maupun sikap mereka langsung berubah menuju yang lebih baik. Sampai akhirnya berubah menjadi perasaan yang melekat. Namun mereka sama-sam...
T w o
Start from the beginning
