Cerita Kita di Kantor

8.2K 437 6
                                    

Dulu, rasanya kisah cinta kami boleh dikatakan bagai kisah kasih dari negeri dongeng. Fairy tale. Tidak pernah diprediksi tapi terjalin indah.

Bila kita perhatikan, dalam setiap cerita fairy tale kisahnya selalu ditutup dengan pernikahan. Hanya pernikahan. Apa yang terjadi setelah pernikahan itu? Tak ada yang tahu. Disini, aku akan beri tahu. Maka, simaklah baik-baik.

Pernikahan itu... RUMIT. Happily ever after itu sepertinya terlalu muluk. Too good to be true.

Siapa yang sangka akan menjadi rumit? Kami bahkan baru menikah sekitar lima tahunan saja. Lihatlah aku saat ini. Berbaring di atas karpet ruang keluarga kami. Nyaris tanpa gairah. Radio Gen FM menemaniku dengan iringan lagu All Of Me- nya John Legend.

''Kenapa aku disini?''

''Kenapa aku tidak disana. Di luar sana. Bekerja. Berinteraksi dengan orang-orang''

''Aku harus keluar dari sini. Pergi...''

''Jaminan apa, dia akan setia di luar sana? Sampai kapan dia –suamiku—akan bertahan dalam pernikahan ini?''

''Tapi, bagaimana dengan Alfa? Apakah adil bagi bocah itu bila aku mempertaruhkan pernikahan ini demi keinginanku untuk pergi. Keluar dari semua ini?''

Sungguh, lantunan lirik super romantis lagu All Of Me tidak merefleksikan apapun yang ada dalam pikiranku saat ini. Aku merasa hampa. Kisah cinta ini terasa hambar. Lagu cinta terdengar klise. Seperti berada dalam ketiadaan, itulah perasaanku saat ini.

Kenapa sampai aku menikah dengan lelaki itu? Bila ingin tahu teman, baiklah. Akan kuceritakan.

Sesungguhnya aku mengenal Rama sudah sejak bertahun-tahun sebelum menikah. Jangankan berpikir ke arah sana, dalam mimpi pun tak pernah rasanya ingin mengenal dia lebih jauh. Tidak sampai sejauh ini.

Selepas lulus kuliah program D3 Akuntansi dibantu kampus, aku memperoleh pekerjaan di sebuah bank swasta sebagai seorang teller. Setelah melengkapi syarat administrasi, lanjut seleksi penerimaan calon karyawan dan dinyatakan lulus, aku melakukan penandatanganan kontrak kerja. Dalam kontrak itu intinya, aku diterima bekerja selama satu tahun sebagai teller. Salah satu syaratnya adalah bersedia di tempatkan di cabang atau unit mana pun di wilayah Tanah Air ini.

Tahun pertama aku di tempatkan di Bekasi. Ini bagus, karena aku lahir dan besar di kota yang disebut sebagai salah satu Kota Satelit Ibu Kota itu.

Selepas kontrak selesai, aku memperoleh perpajangan kontrak satu tahun. Aku juga senang. Sayangnya setelah habis kontrak yang kali kedua ini, kontrakku tak lagi diperpanjang. Apalagi diangkat jadi karyawan tetap. Alasannya? Entahlah. Tak ada kejelasan. Tapi memang, aku bukan karyawan langsung bank tersebut melainkan pekerja alih daya.

Intinya, kampus bekerja sama dengan perusahaan agen tenaga kerja untuk menyalurkan lulusan-lulusannya. Nah, agensilah yang bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan mitranya untuk menempatkan aku dan orang-orang sepertiku.

Agensi berjanji akan segera menempatkanku di bank atau perusahaan lain sesuai kompetensiku. Aku hanya tinggal menunggu. Hanya saja aku menolak untuk menggantungkan nasibku pada agensi. Maka, aku pun aktif mencari info lowongan kerja. Melalui situs pencari kerja, koran, dan pameran pencari kerja. Cukup banyak panggilan dan tes seleksi yang aku ikuti.

Dari sekian perusahaan yang memanggil dan menyeleksiku, akhirnya aku diterima bekerja di sebuah kantor media massa.

Kantor itu berada di lantai 15 pada salah satu gedung perkantoran di kawasan Rasuna Said, Jakarta Selatan.

Di gedung pencakar langit itu, setelah tiba di lantai 15, keluar dari pintu lift, kita akan mudah menemukan keberadaannya. Memiliki dinding dan pintu kaca. Dilengkapi sofa hitam di sudut kanan, dan rak hitam setinggi pinggang orang dewasa yang diisi majalah dan tabloid berbagai edisi di bagian kiri. Di atas rak itu, ada TV layar datar ukuran 42 inchi menempel di dinding. Bloomberg TV Indonesia hampir selalu menghiasi siaran tv bermerek Toshiba itu. Kadang berpindah ke Metro TV atau TVOne. Siaran yang hampir selalu dipilih adalah berita. Terutama yang berkaitan dengan informasi ekonomi. Alasan pastinya, entahlah. Tapi, cukup masuk akal mengingat media ini merupakan media ekonomi dan bisnis.

Rani, Rama & Mereka (Before The Undeniable Love Series)Where stories live. Discover now