Ketika sedang menemani Aiden berbincang-bincang dengan beberapa pria, mata Aerin tertuju pada sepasang pria dan wanita yang baru saja datang. Archer dan Emma berjalan berdampingan seperti pasangan yang sempurna. Lihatlah betapa tampannya paras seorang iblis Archer dengan wanita sempurna bagaikan putri di sampingnya.

"Aiden!" panggil Emma begitu matanya menangkap sosok pria berjas hitam yang ia kenal.

Dengan mudah Emma melepaskan pegangannya pada lengan Archer dan berjalan menghampiri Aiden. Senyumnya mengembang dan terlihat sangat cantik.

"Oh, hei," Aiden berbalik dan tersenyum membalas, "Kamu enggak bilang kalau akan datang."

"Ya, awalnya aku malas, tapi setelah tahu kalau kamu juga datang, aku jadi buru-buru pesen tiket deh," Emma tersenyum manis.

Salah satu sudut bibir Aiden terangkat, "Kamu cantik malam ini."

Mendengar pujian itu, pipi Emma memerah. Perlahan bibirnya menyunggingkan senyuman malu. Berbeda dengan Emma yang tak hentinya tersenyum, Aerin hanya terdiam di tempatnya. Perutnya terasa mulas saat mendengar satu kata pujian yang terlontar dari bibir Aiden untuk wanita lain. Apalagi saat melihat kedekatan keduanya. Selama bekerja dengan Aiden, Aerin tak pernah melihat lelaki itu akrab dengan wanita manapun. Benar apa yang dikatakan Bayu kalau Aiden hanya dekat satu wanita, yaitu Emma.

"Berarti biasanya aku enggak cantik dong?" rajuk Emma.

"Kamu yang bilang," Aiden mengangkat kedua bahunya singkat dan wajah agak mengejek.

Sebal, Emma secara spontan berniat untuk memukul pelan Aiden. Namun, begitu tangannya terangkat dan hampir mengenai Aiden, pria itu segera menghindar dengan cepat. Kepalan tangan Emma pun terhenti di udara.

"Maaf, aku lupa," Emma menarik tangannya kembali dan wajahnya terlihat bersalah.

Aiden menarik napas, "Enggak apa-apa."

Pikiran Aerin mulai dipenuhi tanya. Sekalipun keduanya memiliki kedekatan, tapi Aiden tetap tak mau Emma menyentuhnya. Lagipula, apa yang Emma lupakan? Kenapa Aiden tak mau seorang wanita menyentuhnya? Ada apa dengan pria itu? Dan masih ada ribuan pertanyaan yang memborbardir pikiran Aerin saat ini.

"Hei," satu suara yang Aerin kenal membuatnya menoleh.

"Kesana dulu yuk," ajak Archer pada Emma.

Wanita itu pun menurut dan pergi bersama Archer yang melingkarkan tangannya di pinggang Emma.

"Kamu udah makan?" tanya Aiden yang membuyarkan lamunan Aerin.

"Ah, belum Pak."

"Makan dulu sana, saya mau mencoba menemui Pak Hartawan."

"Saya ikut Pak!" Aerin mengajukan dirinya spontan.

Keduanya pun pergi ke sebuah kerumunan dimana ada seorang Bapak tua yang sedang berbincang-bincang. Aiden mencoba masuk ke dalam kelompok pria tersebut dan ikut mengobrol. Namun, Pak Hartawan tampak tak begitu memperhatikan Aiden. Pria tua itu sudah tahu apa maksud Aiden ikut nimbrung mengobrol dengannya. Bahkan Pak Hartawan cenderung tak acuh.

Tapi, saat Aiden mengeluarkan tangannya dari saku celana untuk mengambil minuman yang ditawarkan pelayan, Pak Hartawan tak sengaja melihat sebuah cincin yang melingkar di jari manis Aiden.

"Cincin anda bagus," ungkap Pak Hartawan yang cukup membuat Aiden tertegun.

"Uwahh iya bener, cincin Bapak bagus banget!" Aerin ikutan nimbrung.

"Ya, warna batunya jarang saya temukan yang seperti itu," ujar Pak Hartawan yang mulai menghadapkan tubuhnya ke arah Aiden.

"Iya bener Pak! Saya dengar dari teman-teman saya, warna dan bentuk yang seperti ini lagi dincar banyak orang. Harganya pasti lagi mahal ini Pak," ujar Aerin semangat.

"Oh ya?"

"Iya Pak," Aerin mengangguk pada Pak Hartawan, "Bapak belinya dimana Pak? Pasti di Kalimantan, ya?" tanya Aerin sambil mengedipkan mata pada Aiden.

Aiden hanya terdiam, bingung harus mengatakan apa untuk mengikuti sandiwara yang asistennya buat.

"Ah, iya," jawab Aiden bingung.

"Wah, saya tidak tahu kalau anda juga penyuka batu indah Pak Aiden," Pak Hartawan mulai tersenyum.

Begitulah ketiganya mulai berbincang-bincang. Pak Hartawan tampak mulai tertarik pada Aiden.

"Mungkin kita bisa makan siang besok Pak," tawar Aiden.

"Ya, itu ide yang bagus," Pak Hartawan menyetujuinya, "Saya permisi dulu, saya mau melihat anak dan menantu saya," pamit Pak Hartawan yang kemudian pergi berlalu.

"Bener-bener cincin keberuntungan ya?" Aiden bergumam pada Aerin.

Wanita itu hanya tersenyum, "Makanya, percaya aja sama saya Pak."

Aiden tersenyum tipis dan mulai berjalan pergi.

*** 


Crazy Stupid RevengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang