Chapter 1

31.1K 1.4K 42
                                    

Hai hai hahaha aku datang dengan cerita baru. Entah kenapa dari dulu aku suka banget sama cerita-cerita yang berbau revenge. Kayak ada daya pikat tersendiri gitu buat aku haha. Karena itu aku putuskan untuk membuat revenge series. Ini yang pertama hehe aku coba-coba buat di saat waktu senggang.

vote and comment ya gaiss buat tahu apakah ceritanya menarik atau enggak. Kalau yang vommentnya dikit, mungkin akan aku hapus dan gak lanjutin lagi ceritanya hehe so happy reading gaiss ;)

#salamkurangdaritiga ^^

***

Aerin masih memandang dirinya di cermin. Rambut pendek ala Anne Hathaway sudah menghiasi kepalanya. Wajah baru dan rambut baru, siap mengawali hidupnya yang baru. Mata hitamnya menyipit setiap kali ia memandang turun ke arah perutnya. Salah satu hartanya yang berharga kini telah hilang. Perasaannya penuh amarah dan benci pada satu nama. Archer Alexander.

Pria itu harus membayar semua perbuatannya. Ia harus hancur seperti dirinya. Semua mimpi yang ia miliki telah habis tertelan api bersama kematian keluarganya. Tak ada lagi impian manis yang selalu mengikuti pikirannya. Saat ini hanya ada satu mimpi baru yang membuat dadanya terbakar. Mimpi melihat pria itu menderita dan memohon untuk mati.

"Lo terlalu cantik buat jadi cowok Rin," Oliver bergumam sambil memperhatikan Aerin yang masih terduduk diam di depan kaca.

"Salahin bokap lo yang ngubah muka gue jadi makin cantik begini."

Oliver tergelak. Tawa khasnya pecah memenuhi kamar.

"Padahal gue udah nyuruh bokap buat jadiin muka lo mirip Narji, tapi bokap gue kayaknya nggak rela."

Aerin hanya tersenyum tipis. Oliver mendesah. Aerin yang dulu kini benar-benar telah hilang. Aerin yang selalu tertawa. Aerin yang selalu mengomel. Aerin yang penuh kebahagiaan. Wanita di depannya bukanlah sahabat yang sudah 12 tahun ia kenal dan Oliver tahu semua adalah kesalahannya. Kalau saja ia tidak mengenalkannya dengan seorang laki-laki jahat bernama Archer Alexander, Aerinnya takkan menderita seperti ini.

"Lo yakin mereka enggak akan curiga kalau lo cewek?"

"Kita liat aja nanti. Lo sendiri kan yang bilang dari dulu kalau gue lebih cocok jadi cowok daripada jadi cewek."

Oliver bersandar di kusen pintu. Sejak kecil Aerin memang cewek tomboy yang bahkan membuat Oliver meragukan kewanitaan Aerin. Tapi semua berubah saat Aerin jatuh cinta. Wanita itu memanjangkan rambut bobnya, memakai rok dan bahkan pergi ke salon. Semua untuk memikat hati seorang Archer, atasan Oliver yang saat itu tak sengaja bertemu dengannya dan Aerin di sebuah rumah sakit. Sejak itulah Archer mendekati Aerin yang telah benar-benar menjadi seorang wanita.

"Tapi untung dada lo rata kayak papan tulis, jadi enggak begitu ketara kalo lo-"

Sebelum Oliver menyelesaikan kalimatnya, sebuah botol cairan pembersih muka sukses menempeleng kepalanya.

"Njir!"

"Banyak bacot lo dari tadi. Semua surat-suratnya udah beres?"

Oliver mengusap jidatnya yang kini memerah, "Udeh."

"Emangnya kenapa sih perusahaan si bangsat itu cuma nerima karyawan cowok? Rasis banget."

"Tau dah. Denger-denger dari yang lain sih gara-gara si bos besar alergi sama cewek."

"Si bangsat alergi cewek? Gak salah?" Aerin mengeluarkan nada mencemooh.

"Bukan si bangsat lo, tapi bosnya si bangsat."

Aerin berbalik, alisnya terangkat.

"Maksud lo? Bukannya si bangsat direktur di Genesis?"

"Ah lo mah kemakan bualannya si bangsat. Dia emang anak pemilik perusahaan, tapi yang mimpin perusahaan sekarang kakaknya. Si bangsat cuma wakilnya doang. Itu juga kerjaannya nggak jelas. Lo tau lah, kerjaannya ngapain. Main colok sana sini kayak flashdisk. Gue sumpahin kena virus tuh USBnya."

Aerin bergeming. Dirinya tak henti mengutuk diri yang entah mengapa bodohnya bisa jatuh cinta pada pria brengsek seperti itu. Hanya dalam sebulan berkenalan, ia dengan sukarela menyerahkan mahkotanya pada iblis berwajah malaikat. Cinta membuatnya buta. Tak peduli pada kata-kata Oliver yang melarangnya untuk berhubungan dengan pria itu. Tak peduli walaupun tahu Archer adalah seorang playboy yang memiliki sederet mantan dan teman kencan yang tak terhitung jumlahnya.

***

Setelah menunggu hasil interview dua minggu yang lalu, akhirnya Aerin menerima kabar bahwa ia diterima menjadi sekretaris bos besar perusahaan Genesis. Awalnya Aerin berniat melamar menjadi sekretaris Archer sang wakil direktur, namun lowongan pekerjaan hanya ada untuk menjadi sekretaris sang bos besar tersebut.

Kini Aerin tengah berjalan di sebuah koridor megah yang terlihat seperti lobby hotel bintang lima. Pak Januar, sang HRD mengantarkan Aerin menuju ruangan direktur utama yang cukup jauh dari lift.

"Betah-betah ya kamu kerja disini. Siapin mental. Prinsip kerja disini adalah never give up!" ujar Pak Januar berapi-api pada Aerin.

"Siap Pak!" balas Aerin dengan suara berat yang ia buat-buat.

Mulai saat ini, ia harus terbiasa menggunakan suara beratnya tersebut.

"Saya sudah capek ngurusin sekretaris barunya Pak Alexander. Gak ada yang kuat sama beliau."

Aerin menoleh. Dahinya berkerut penuh tanya.

"Memangnya kenapa Pak? Kok bisa enggak betah gitu?"

"Pak Alexander orangnya perfeksionis. Tegas minta ampun. Sangat disiplin dan kadang bisa jadi kejam."

Aerin menelan ludah.

Kenapa kakak adik bisa sama-sama monster begini?

Ketika keduanya memasuki sebuah pintu kaca besar yang terbuka sendiri, Pak Januar menunjukkan meja tempat Aerin bekerja. Letaknya dekat dengan sebuah pintu kayu besar yang Aerin yakin pasti sangat mahal.

"Ayo saya antar kamu bertemu dengan Pak Alexander."

Pak Januar pun mengetuk pintu dua kali, "Peraturan pertama, kalau mau ketuk pintu bos cukup dua kali. Jangan lebih. Dan jangan berani mencobanya."

Aerin mengangguk. Ia tak habis pikir bahkan untuk mengetuk pintu pun disini ada aturannya.

Pintu besar terbuka, membiarkan Aerin melihat seorang pria dengan kemeja putih sedang membelakanginya. Pria itu terlihat sibuk memandangi sebuah maket besar di depannya yang tertutupi oleh kaca.

"Selamat siang Pak, saya membawa sekretaris baru bapak kemari," ujar Pak Januar sopan.

Perlahan, pria itu pun mulai berbalik. Matanya yang cokelat menatap lurus ke arah sekretaris barunya dengan tajam, sukses membuat Aerin bergidik ngeri.

Hening beberapa saat sampai akhirnya Pak Januar menyenggol pelan lengan Aerin, membuat wanita itu tersadar dari lamunannya.

"Ah um nama saya Aeric Pak. Rafael Aeric," ucap Aerin dengan wajah tertunduk.

"Hm, kamu bisa mulai kerja di tempatmu," pria itu kembali berbalik dan memandangi maket besar di depannya.

Aerin dan Pak Januar segera keluar dari ruangan penuh aura mengerikan itu. Aerin bisa bernapas lega. Setidaknya pria itu tidak mencurigainya sebagai seorang wanita.

"Selamat bekerja Aeric. Daftar pekerjaan dan peraturan yang harus kamu turuti sudah saya taruh di atas meja kamu. Good luck," Pak Januar menepuk bahu Aerin dan berjalan pergi.

Aerin terduduk di kursi kerjanya. Sangat empuk. Kursi seorang sekretaris saja sudah senyaman ini, apalagi kursi seorang direktur di dalam sana?

Aiden Alexander.

Itulah nama pria tampan yang sempat mengunci pandangan Aerin untuk beberapa saat. Matanya yang tajam, rambut hitamnya yang rapih, hidungnya yang tegak sempurna, dan garis-garis tegas yang mengukir ketampanan paras pria itu sukses membuat dada Aerin mengembang mengempis tak beraturan. Namun, seketika ia mengumpat dalam hati. Bisa-bisanya ia malah kagum pada pria yang pastinya sebelas dua belas dengan si bangsat. Dengan ketampanan dan kekayaannya, pria itu pasti sudah tidur dengan ratusan wanita berbeda dan menabur benih dimana-mana atau bahkan mencoba membunuh wanita yang tak sengaja mengadung anaknya seperti si brengsek Archer pikir Aerin.

***

Crazy Stupid RevengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang