Chapter 3

1.5K 178 4
                                    

Sophie berlari ke lantai atas. Pijakan kuat kakinya membuat tangga kayu berdecit dengan kuat.

Ny. Madison menatap Sophie dan Joshua bergantian, "Ada apa?"

Joshua menatap Hanna dengan mata berkaca-kaca, "Sophie melihat visi, kita harus pergi, kumohon percayalah padaku."

Hanna mengangguk, "Siapkan semua yang di butuhkan, kita pergi sekarang."

Sophie menuruni anak tangga dengan wajah berkeringat, "Semua yang kuperlukan sudah ada disini." Ucapnya sambil menunjukkan tas ransel kecil di pelukannya.

Joshua mengangguk, lalu merenggut pedangnya, "Kita pergi, Mom kau sudah siap?"

Hanna menggeleng dengan kaku, "Mereka datang, satu pasukan penuh."

*

Joshua mengintip melalui jendela yang biasa ia pakai untuk melihat sekeliling. Hentakan kaki terdengar dari kejauhan, debu pun mengelilingi mereka. Satu pasukan penuh, mungkin sepuluh orang atau lima belas orang atau mungkin lebih.

"Kita tidak punya waktu, Jo bawa Sophie lewat pintu belakang, aku akan memperlambat mereka."

Sophie menggeleng, "Mom tidak!"

Hanna berlari mendekati Sophie, lalu memeluk anaknya, "Percayalah, aku akan baik-baik saja."

Jo memeluk Hanna setelah Hanna melepaskan pelukannya terhadap Sophie, "Tetaplah hidup." Jo menutup matanya erat.

Hanna tersenyum tipis, "Jaga anakku."

Sophie terisak, Jo menarik kuat lengannya ke arah pintu belakang, lalu mendorong sebuah rak buku rapuh yang menyimpan pintu rahasia. Jo mendobrak pintu tua di belakang rak yang mungkin sudah tidak digunakan setengah abad.

Jo menatap Sophie, "Tidak ada waktu"

Sophie menggeleng, lalu dobrakan pintu depan mengejutkannya. Ia melihat siluet sekumpulan orang menyerang rumahnya.
Jo menarik kuat tangan Sophie, membuat gadis itu terayun kedepan. Sophie berlari dengan kaki yang lemah, setengah tubuhnya tidak menginginkannya meninggalkan ibunya.

Mereka berlari beberapa menit di lorong bawah tanah gelap dengan suhu yang lembab dan kayu-kayu penyangga yang beberapa sudah berjatuhan.

Sampai mereka menemukan jalan buntu. Mata Jo melebar, "Aku tidak ingat bagaimana membukanya!"

Sophie menggeleng, "Hanya Mom dan Kakek yang tahu akses keluar masuknya."

Jo mencari-cari celah membuka dinding di depannya, tapi nihil.

"Pasti ada semacam kode." Ucapnya putus asa.

"Jo..." Sophie memanggil lembut.

Jo menoleh, "Kau menemukan aksesnya?"

Sophie menggeleng, matanya tertuju pada ujung terowongan yang tadi mereka lewati, "Tidak, tapi sepertinya seseorang menemukan kita."

Joshua mengencangkan pegangannya pada pedangnya, "Berdirilah di belakangku."

Sophie mundur lalu berdiri di balik tubuh Joshua.

Hentakan kaki itu mendekat, ia tidak membawa lentera atau semacamnya. Karena hanya satu lentera yang terletak di bibir lorong, dan Jo sudah mengambilnya.
Orang itu semakin mendekat, hentakan kakinya teratur, dia sepertinya tahu kemana dia harus berjalan.

Siluet seseorang terlihat dari pantulan cahaya lentera yang mereka bawa, orang itu memegang sebuah pedang.

"Oh untunglah kalian selamat." Suara wanita paruh baya itu membuat hati Sophie serasa terhujam. Ia langsung berlari dan memeluk ibunya.

"Aku tahu ia wanita yang kuat." Ucap Jo nyaris tak terdengar.

"Mereka mengejar, aku tak bisa mengalahkan semuanya, kita harus cepat." Ucap Hanna lebih tepatnya untuk memperingati.

"Kau tau semacam kode untuk akses masuknya?" Tanya Jo.

Hanna mengangguk, Sophie dan Jo berjalan mundur menjauh. Hanna memegang pedangnya, dan menancapkan di langit-langit lorong, lalu memutar pedangnya.

Lorong yang buntu bergemuruh, lalu menampilkan sebuah pintu berangkas besi dengan sebuah kamera dan sederat tombol di sisi kananya.

"Mom bukankah ini buntu? Ini sama saja dengan bunuh diri." Ucap Sophie putus asa.

Hanna Medison mendekat ke rangkaian kode di sisi kanan pintu besi, "Semoga masih berfungsi." Lalu Hanna mendekatkan mata kanannya ke pemindai iris diatas sederetan tombol sandi.

Sinar hijau pada pendeteksi bergerak naik turun memindahkan kode-kode khusus pada iris Hanna. Lalu pemindai itu berhenti dan berdenting seperti pemanggang roti yang selesai memanggang roti. Dan pintu besi terangankat ke atas.

"Kita tidak punya waktu, mereka mendekat." Ucap Jo sebagai peringatan, lalu mereka bertiga masuk dengan cepat dan dinding kembali menutup dengan bunyi keras dan iringan debu yang berhamburan.[]

--------------------------------
Hellow...
Maaf ya baru update sekarang, makasih banyak buat 300 readersnya, yeay!
Makasih juga yang jadiin The Cannibal Reading list,
Makasih banyak buat yang vote.
Gue bakal berusaha terus dan mengembangkan ide-ide gue karena semua dukungan kalian.
Big hug <3

The CannibalsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang