[٢] ; Hembusan Sendayung

37.4K 2.2K 30
                                    

Kali ini Sholat Dzuhur Shofa sendiri, Ismi masih berjuang untuk meraih impiannya menjadi juara Nasional, tempat perlombaannya di Banten. Selain tempatnya yang jauh, Izin dari Kepala Sekolah untuk menonton juga gak Shofa kantongi, jadi Shofa hanya bisa mendoakannya dari jauh. Semua yang dilakukan Shofa memang tak bisa terlepas dari Ismi. Seperti hal nya mengerjakan tugas, pergi ke kantin, meminjam buku di perpustakaan, membaca Mading Sekolah, bahkan hal hal kecil mereka lakukan bersama. Harus ku katakan satu hal lagi, meskipun mereka mengerjakan tugas bersama, membaca buku yang sama, tetapi Ismi jauh lebih pintar ketimbang Shofa. Belum ada yang tau mengapa bisa seperti itu.

Drrrttt...

Benda di saku baju Shofa tiba-tiba bergetar, menandakan ada sebuah panggilan masuk di ponselnya.

"Assalamualaikum," salam Shofa untuk orang di sebrang sana.

"Alhamdulillah, selamat ya Ismi! Gak dia sia-sia aku nemenin kamu belajar seharian" ujar Shofa dengan raut wajah penuh kebahagiaan.

"juara 2 di tingkat Nasional itu sudah sangat hebat, bersyukur sajalah Ismi. Lagipula kalau kamu bersyukur nanti Allah tambah nikmatnya"

"Iya, yasudah kita sambung nanti lagi. Sudah mau bel masuk" Shofa tersenyum lalu memutuskan sambungan teleponnya.

Derap langkah Kaki Shofa kian melambat merasakan ada sesuatu yang aneh di perutnya. Perih, melilit. Shofa memutuskan untuk pergi ke toilet dulu, sebelum kembali ke kelas.
Beruntunglah, toilet tak ramai seperti biasanya.

15 menit kemudian.....

Shofa akhirnya keluar dari toilet, masih dengan perut yang sedikit melilit. Memangnya aku salah makan? Tanyanya dalam hati.

"Nih, Ambil!" Shofa menoleh cepat mencari sumber suara. Ah, Rizal. Dia bersender di depan kamar mandi laki-laki. Wajahnya lesu dan sedikit berkeringat.

Setelah matanya bertemu, dari jarak yang tidak terlalu jauh Rizal melemparkan 1 bungkus obat pil diapet.

Shofa akhirnya teringat satu hal, semalam ia memakan nasi goreng super pedas yang dibelinya bersama Rizal di depan rumah saat keluarga Rizal bertamu.

"Kamu gak minum? kan semalam kamu makan lebih banyak daripada aku ," Rizal berjalan melewtinya tak menoleh, hanya mengangkat tangannya dan menggerakkan ke kanan dan kiri.

Langkah kecil Shofa mencoba mengejar Rizal yang hampir menghilang dari pandangan. "Kamu pasti lagi mencret juga, kan?" Tanya Shofa tanpa malu setelah berjalan di sampingnya.

Rizal terus berjalan, "Nih, satu-satu" Shofa menyobek di bagian tengah lalu menyodorkannya pada Rizal.

"Gak bisa minum tablet,"

"Ah iya, aku lupa" Shofa terkekeh mengingat teman sedari kecilnya tidak pernah bisa menelan pil obat.

"Jadi buat apa kamu beli obat tablet kalau kamu sendiri nggak bisa minumnya?" Tanya Shofa.

"Ummi menaruhnya di tasku"

"Nanti aku gantikan dengan yang sirup, ya"

Pintu kelas sudah di depan mata, bel sudah berbunyi 10 menit yang lalu namun kelas terlihat berantakan dan terdengar gaduh dari sudut ruangan. Benar saja dugaan Shofa, meja guru terlihat masih kosong tak berpenghuni.

Ketika ingin masuk ke dalam kelas, ada tubuh wanita yang menghalangi jalan Shofa. "Rizal, boleh antar aku ke perpustakaan? jam pelajaran ini kosong, gurunya nggak masuk." Kata perempuan berbibir merah itu.

Rizal mengangguk setuju, perempuan itu tersenyum pada Shofa dan melewatinya.

Perempuan itu bernama Sakila Aliyah, siswa pindahan yang baru saja masuk tadi pagi. Tumbuhnya tinggi semampai, kulitnya putih bersih, warna pupil matanya hitam pekat memberi kehangatan bagi setiap orang yang menatapnya, dambaan setiap perempuan.

Achieve HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang