22 - Mencoba Melupakan

259 20 3
                                    

Di tempat lain, ada seorang lelaki yang terdiam memandang layar HP di depannya. Dia diam merenung, apa kata-katanya tadi terlalu menyakitkan untuk wanita yang dicintainya. Dia bangkit dari kursinya lalu duduk di pinggir kasurnya. Tangannya men-scroll berbagai macam obrolan Line di HP-nya sampai berhenti di nama itu.

Ganesha.

Sekarang dia bagaimana? Apa masih menangis? Apa dia sudah tidur? Fathir bertanya-tanya dalam hati. Entah mengapa rasa rindu mendatangi dirinya. Bahkan percakapan mereka di Line masih disimpannya, tidak dihapus.

Menyadari ada yang salah, buru-buru Fathir menggelengkan kepalanya. Dengan cepat, dia mengunci HP-nya dan berbaring. Dia mencoba untuk tidur. Walaupun sejak tadi matanya tidak bisa tertutup, hanya menatap kosong ke langit-langit kamar.

***

"Nes,"

Tepat ketika Nesha meraih handle pintu mobil, Fathir memanggilnya. Nesha merasa dia tidak perlu untuk menoleh ke arah Fathir. Hatinya masih terlalu sakit jika melihat wajah Fathir. Sehingga dia hanya memalingkan sebagian wajahnya ke belakang.

Fathir hening sejenak, sedikit gugup. Tiba-tiba dia merasa takut ketika Nesha akan meninggalkannya. Bahkan tanpa sadar mulutnya memanggil nama Nesha.

"A..ku minta kamu untuk bersabar," ucap Fathir sambil memandang Nesha yang tak mau menatapnya. Sempat terdengar helaan napas pendek Fathir sebelum melanjutkan kata-katanya.

"Kamu tau semua ini terasa tiba-tiba. Tapi aku rasa ini bukan waktu yang tepat buat kita bersama.."

Fathir berharap Nesha mengerti kata-katanya. Memahami situasi yang terjadi saat ini. Tapi Nesha tidak menunjukkan perubahan apapun. Dia hanya terdiam menunggu Fathir, tak mau berbicara sedikitpun.

"Aku hanya minta kamu untuk bersabar, Nes.."

Akhirnya Nesha menoleh ke arah Fathir. Wajahnya masih pucat karena tadi menangis. Kemudian air matanya turun membasahi salah satu pipinya.

Perasaan Fathir berubah tak nyaman melihat air mata Nesha. Fathir memajukan tangannya, ingin meraih Nesha. Tiba-tiba Nesha memundurkan badannya, menjauhkan dirinya dari Fathir. Kedua mata Fathir mendelik lebar. Tertegun.

"Selamat tinggal," ucap Nesha parau kemudian keluar dari mobil Fathir. Suara berdebum keras terdengar ketika Nesha menutup pintu mobil itu.

Dengan cepat Nesha bangun dari tidurnya. Kejadian kemarin malam malah terjadi lagi di dalam mimpinya. Sambil menggelengkan kepalanya pelan, Nesha terduduk di atas kasurnya kemudian menarik napas panjang. Tangannya memegang kepalanya, menyisir rambut yang jatuh di dahinya ke belakang. Kedua matanya melirik ke arah jendela dimana di luar sepertinya masih gelap.

Nesha membangkitkan badannya, ingin berjalan ke ujung ruangan kamarnya. Namun ketika dia mulai melangkahkan kakinya, suara dering HP-nya terdengar. Tanpa perlu berpikir panjang, Nesha menoleh ke arah pintu kamarnya, membuka pintunya perlahan.

Abi nyengir lebar di hadapan Nesha. Dia sudah siap bersama Sella, salah satu gitarnya yang legendaris itu. Menyadari Nesha hanya menatap Abi bingung, senyum Abi berubah masam.

"Lo mau mengurung diri di kamar lagi? Enggak capek apa lo mendekam di kamar terus? Mending kalo lo menghasilkan telor.."

Nesha mencubit lengan Abi sebelum Abi menyelesaikan kata-katanya. Refleks Abi menjauhkan lengannya dari Nesha sambil menjerit kaget.

Settle for LessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang