part 2: Setengah Hati

35 3 1
                                    

Kuhirup nafas panjang sebelum membuka pintu, untuk mengurangi ketegangam dan debaran jantung yang gak karuan. Bahkan aku membaca Basmalah segala. Hadeehh nervous bo, ketemu mahluk ganteng gitu loh!.

"Mba Yani" lirihku meminta dukungannya.

"Udah PD aja, buruan gih! gak papa orang cuman mau kenalan doang" jawab mba Yani kalem.

Akhirnya akupun keluar menemuinya.

"Malem mas, apa kabar?, silahkan duduk" sapaku pada ahkirnya setelah beruluk salam.

"Oh makasih" sambil beranjak menaruh pantatnya dikursi pojokan teras. Lha kenapa ini orang milihnya tempat strategis amat, gak tahu apa kalo tempat itu tuh tempat biasanya favorit buat anak-anak yang demen pacaran kayak semacam Evi. Agak remang-remang bisa liat sisi jalan depan kost tapi dari sisi jalan gak keliatan karena ada pohon hias yang rindang yang akan penghalangi penglihatan si orang dari sisi jalanan.

"Mau minum apa mas" tawarku basa-basi, tak lupa mengatur nafasku agar terdengar dan terasa normal.
Manis banget sumpah senyumnya,tingginya kira kira 160-170 secara aku gak bisa ngukur tinggi badannya pake penggaris saat ini kan tapi kalo membandingkan dengan tinggi badanku yang cuman 155 berarti selisih tinggi kami berkisaran pada angka itulah, aku gak harus mendongak untuk melihat wajahnya sampai mematahkan leherku segala kok seperti pada tokoh fiksi bacaanku, badannya wangi itu laporan dari indra penciumanku gak terlalu menyengat, jenis parfum ringan macam Malboro atau Gatsby yang banyak tersedia dimini market ujung jalan kost, aku biasanya nyemprotin testernya gratis kalo sekalian beli keperluan sehari hari.

"Gak usah Dek, biasa di panggil siapa nih?"

"Panggil Ay aja mas" ku ulurkan tanganku untuk menjabat tangannya tapi dia malah menangkupkan tangan di depan dadanya, aku melongo kaget tapi akhirnya tak urung kuikut menangkupkan tanganku. Ihkwan ternyata dia, pantesan sopan banget. Yah bagi anak-anak lelaki yang tidak mau bersalaman dengan yang bukan muhrim kita sebut ihkwan. Sedangkan anak laki yang begajulan demen koleksi cewek gak bisa ngaji kami sebut kamvret, hehe.

Tiba-Tiba terdengar suara menggelagar "Ay.. Evinya ada?"

"Heh..kaget gue, mas Adi cari Evi, bentar ya mas aku pangilin" hadeeh mengagetkan saja, ini Adi pacar Evi yang gak keitung yang keberapa, belum juga sempet aku ngobrol sama raka Wisesa, duhh.

Kupanggil Evi memberitahunya kalau dicari pacarnya, setelah beruluk salam akhirnya Evi dan Adi pergi katanya sih mau cari bakso ke warung bakso mbah Man, warung bakso yang terkenal murah meriah untuk kami ukuran anak kost, dengan jatah kiriman orang tua yang tak tentu pastinya.
Aku kembali beringsut duduk dekat raka Wisesa, sungguh rasanya canggung raka Wisesa belum mau kembali membuka percakapan setelah intrupsi dari Evi dan pacarnya tadi, aku menghela nafas kemudian memainkan ujung kerudungku dengan jari, menari narik benang dari jahitan yang tidak rapi, sebenernya kegiatanku ini bisa dikatakan sedang merusak kerudung, karena pada akhirnya benang tepian kerudung jadi lolos semua.

"Bosen yah?" Tanyanya.

"Hah..a apa?" jawabku tergagap

"Iya kamu bosen sampe sampe narik narik benang kerudung segala" pungkasnya. Lha ini orang cakep-cakep bikin bingung and pusing pala aja, yah maklum dong mas gantengnya situkan bikin sini nervous gimana sih! Mau nanya duluan gengsi masa cewek agresif banget dipertemuan pertama, yaelaah sini kan jaga image mas masa gak tau sih.

"Abis mas gak mau ngomong duluan saya kan gak tau mau ngomong apa, gak punya topik hangat yang mau ditanyakan" serbuku tapi orang yang aku serbu tetap diam membisu cuman menarik ujung bibirnya doang dikit, keliatan manis sih.

"Saya juga bingung mau nanyain apa ke kamu"

"Kenapa emang mas, kok bisa gitu"

"Yah CVmu kan masih mas pegang udah hafal luar kepala pula, umur hobi tempat tanggal lahir dsb dsb, mas udah tahu"

"Hoh...tahu dari mana mas?"

"Biodata yang kalian anak maba wajib serahkan ke panitia ospek kemaren lah" tegasnya.oh iya aku baru inget,sampai keriwayat penyakit bawaan segala malah. Ya iyalah kalo nanti pas ospek ada anak yang ayan kan panitia yang repot. Aku terkikik dalam hati.

"Tapi mas kan bukan raka pendamping kelompokku"jelasku pada akhirnya.
Iya aku rasa aku emang sedikit nakal lirik-lirik raka pendamping kelompok sebelah, habis situ magnet sih ya bukan sepenuhnya salah sini juga kan kalo ngelirik-lirik situ.

"Mas minta ke raka Andi pas usai kalian kasih surat lover - hater"

Tiba-tiba hatiku jadi melambung tinggi dan berasa terhampar taman bunga yang dipenuhi kupu-kupu dan berhujan sinar hangat mentari dengan aksen tambahan pelangi, waah indah banget.

"Ay..Evinya ada?" Jiann aku kesel nih satu lagi cecunguk penggemar Evi menginterupsi masa PeDeKaTe-ku dengan raka Wisesa.

"Duh mas Tiar...Evinya udah pergi digondol pencuri hati, mas Tiar terlambat" jawabku ketus.

"Yahh terlambat lagi, ya udah sama situ aja deh malmingnya dari pada ndekam dikos gak asik". Aku melotot padanya memberitahu kode kalo situasi gak mendukung buat becanda."jadi obat nyamuk juga gak papa, dari pada nganggur sama sekali" sambungnya, begitu tahu kalo ada orang lain yang lagi duduk manis dipojokan. kamvreto nih Tiar bisa ancur masadepan beta kalo begini.
Namanya Bahtiar playboy cap kodok yang lagi ngejar-ngejar Evi, cakep sebenernya dengan rupa wajah mirip Nicholas Saputra cuman otaknya rada somplak, musti ati-ati ngomong atau ngbrol ama dia plus kuat iman soalnya jago banget ngalihin pembicaraan yang menjurus pada hal-hal yang berbau seks, ampun deh segara bertobat dan jangan lupa mandi janabat sebelumnya.

Demi menghindari hal-hal yang tidak diinginkan akhirnya aku memanggil mba Yani buat menemani raka Wisesa, sementara aku menemani kunyuk ganteng KWnya Nicholas Saputra ngobrol ngalor ngidul gak jelas. Setengah jam kemudian raka Wisesa beruluk salam pamit undur diri. Setelahnya aku sudah gak tahan dengerin curhatan Tiar tentang kasih tak sampainya pada Evi, berasa lebay dengernya tapi aku hanya bisa berkata "sabar kalo jodoh gak kemana" lha aku sendiri jodohku ada dimana?

********
Seminggu setelahnya kulihat raka Wisesa tengah berjalan dikoridor kampus menuju perpus, saat dekat aku beruluk salam dan memperlihatkan senyum terbaikku. Tapi apa dia malah tidak menjawab salamku dan mengalihkan pandangan pada gadis berjilbab lebar yang ada ujung pintu perpustakaan. Aku malu kecewa dan bertanya, salah apa emangnya aku. Kalo soal rupa yah aku akui kalau gadis diujung pintu itu lebih cantik dan anggun dari pada diriku, tapi kan baru seminggu kemarin kita berkenalan masa iya lupa. Ada banyak tanya dibenakku, tapi urung kupikirkan nanti saja aku tanya pada mba Yani.

Sore sepulang kuliah aku segera menemui mba Yani yang sedang joget ria dibalokon belalang kost tempat biasa anak-anak njemur cucian. Kusret mba Yani kekamar dan segera mengintrogasinya siapa tahu dapat petujuk kan mba Yani temen satu organisasi sama raka Wisesa, jadi lebih baik aku tanyakan saja padanya.

Aku ceritakan tentang pertemuanku tadi dengan raka Wisesa pada mba Yani juga tentang sikapnya yang seolah olah tidak mengenal, padahal baru seminggu ini dia menemuiku dikos.

"Ay...Wisesa gak PD sama kamu, alasannya dia cuman strata D3, sementara kamu strata satu" jawab mba Yani lugas "dan masalah dia kemaren main nemuin kamu itu emang mba yang bilang ke Wisesa kalau dia punya penggemar berat macam kamu" jlebb jadi selama ini aku cuman ngimpi, melangut yang bukan bukan yang gak bakalan jadi realita.

"Emang masalahnya apa mba kalo aku S1 dia D3? belum tentu juga lulusannya bagus yang S1 kalo sarjananya copy paste skripsi beli asal dapet title apa hebatnya coba, trus D3 kan juga masih bisa lanjut jenjang ke S1 mba" sergahku

"Dia merasa kalah saing sama Tiar"

"Lha Tiar kan ngejarnya Evi mba..hubungannya sama aku apa?"

"Dia ilfil kamu gampangan mau aja diajak ngobrol Tiar lagian yah kamu kan bisa aja usir tuh Tiar kemaren"

"Hahh..." aku speechless pada akhirnya, otakku gak abis pikir idolaku cuman sampe segitu mentalnya, ya sudahlah. Cukup sudah penjelasan mba Yani dan cukup juga bagiku untuk tahu diri. Tidak akan berharap lebih.
Bilang aja setengah hati batinku kesal pada akhirnya.

you only oneWhere stories live. Discover now