Delapan

5K 240 4
                                    


Matahari sudah cukup tinggi. Lusi bangun dari tidurnya dan melihat keadaan sekitar yang sudah sepi. ia turun dan masuk kedalam kamar mandi. Ia harus memuntahkan semua isi perutnya. Kepalanya pening dan ia merasa menyesal telah menumpahkan segala amarahnya dengan alkohol.

Ia berniat mandi namun kepolosannya akhirnya sirna. Ia berteriak dan tidak lama seorang lelaki menghampirinya.

"Kenapa? Ada apa?" tanya Alex panik.

"Kau menculikku?"

"Heh?" tanya Alex tidak mengerti.

"Aku ada dimana? Kau tidak berbuat macam-macam kan?" Lusi berusaha memeluk dirinya sendiri. Namun tanpa diduga tangan Alex malah mengacak-acak rambut Lusi.

"Pikirkan sendiri apa yang terjadi sejak kemarin siang sampai tadi malam" ucap Alex dan menarik tangan Lusi. "Ayo makan dulu. Aku yakin sejak kemarin kamu tidak makan kan?"

Alex dan Lusi segera menuju meja makan. Lusi masih berusaha mengingat-ingat kejadian kemarin sambil makan. Tidak lama ia tersedak, Alex segera mengambilkan minum dan memberikannya pada Lusi.

"Maaf" ucap Lusi.

"Untuk apa?" tanya Alex.

"Kejadian kemarin. Aku benar-benar tidak ingat terutama bagian aku mengaku ini apartemenku"

"Sudahlah tidak apa. Ayo habiskan makananmu"

"Lex?"

"Hmm"

"Kau tidak merespon ceritaku semalam?"

"Aku tidak menyangka kau mengingat bagian itu. Maaf tapi aku tidak tahu mau merespon apa. Ada yang harus aku kerjakan untuk memastikannya"

Lusi hanya mengerjapkan matanya. Ia menatap Alex dengan raut bingung. "Maksudnya apa?"

"Nanti kau juga akan paham. Oh ya, untuk sementara ini kau tinggal disini ya? Aku khawatir"

"Tidak Alex. Terimakasih untuk kemarin. Tapi aku bisa menjaga diriku selama ini. Tidak Lusi. Kau tidak sadar berapa umurmu?"

"Aku sudah dewasa Alex. Berhentilah"

"Ku mohon Lusi. Nyawamu terancam. Kau sudah berhak mengambil bagian wa..."

"Wa apa Lex?" tanya Lusi bingung karena Alex menghentikan perkataannya.

"Ah tidak lupakan. Maukah tinggal disini?" pinta Alex dengan wajah memohonnya.

"Baiklah. Lagipula aku bosan sendirian dan berhubung kau tau rahasia keluargaku, aku harus mengawasimu. Aku pulang dulu ya, mau mengambil baju. Aku ingin ganti dan membawa beberapa baju"

"Oke" jawab Alex. Lalu Lusi pun beranjak dan segera keluar apartemen Alex. Selesai menutup pintu apartemen Alex, Lusi mendengar langkah yang mendekatinya.

"Hai Lusi" belum sempat ia membalikkan badannya, ada benda tumpul yang memukul daerah tengkuknya. Kegelapan mulai merajai mata dan kesadarannya.

***

Mata Lusi mengerjap berkali-kali, berusaha menyesuaikan pandangan. Namun apa yang ia dapatkan. Kegelapan yang terpampang dalam kedua bola mata iris coklatnya. Kening Lusi berkerut ketika ia menyadari kedua tangannya dan kakinya terikat.

"Hai Lusi, kau berada di apartemen indahmu. Katakan selamat tinggal pada apartemen bodoh keluargamu.

Ia sangat hafal dengan orang yang memiliki suara ini. Suara lembut yang selalu merayunya.

"Sam, Sammy? Apa yang kau lakukan"

"Diamlah. Aku sudah muak denganmu dan keluargamu. Mengapa kau malah menjadi model. Mengapa membiarkan pamanmu mengambil alih perusahaan wanita bodoh"

Tiba-tiba mata Lusi membelalak saat mengetahui arah pembicaraan. Lusi meringis ketika cambukan mendarat disekujur badannya. Darah mengalir dari kulitnya karena cambuk tersebut morobek jaringan kulit. Lalu dengan sekali tarikan yang membuat kepala Lusi tersentak, Sammy membuka penutup mata Lusi. Ia membiarkan Lusi melihat apa yang akan ia lakukan.

Sammy mengarahkan sebuah pisau tajam tepat di leher Lusi. Lalu ia berkata, "Ini surprise untukmu kali ini. Dan jangan berharap surprise dipantai itu untukmu. Itu aku persiapakan agar wanita keras kepala ini mau tunduk dibawahku. Tapi aku salah. Kau terlalu keras kepala. Kalau kau menerimaku kemarin, kulitmu yang cantik ini tidak akan ku nodai. Sebaiknya kau mati, aku sudah menyiapkan surat nikah palsu kita karena kau sudah cukup umur untuk menjadi ahli waris yang sah dan aku akan memiliki segala kekayaanmu"

Sammy menggores leher Lusi hingga Lusi mengernyit menahan sakit. Namun tidak lama, ada sebuah tendangan yang mengarah pada bagian belakang punggungnya.

"Sial, Alex. Apa yang kau lakukan. Mengapa kau masih hidup. Harusnya kau mati membusuk di jalan. Bukankah kau terkapar beberapa tahun lalu. Seharusnya kau mati."

"Wah, maafkan aku Sammy Alcaritzy. Keberuntungan berada di pihakku. Allah menjagaku dari sikap buruk sahabatku sendiri. Menyerahlah."

"Al, Alex" ucap Lusi terbata-bata lalu matanya terpejam.

Alex geram dan segera berteriak, "Oke. Sir. Now!". Teriak Alex.

Tiba-tiba beberapa polisi masuk dan mengarahkan pistol kearah Sammy. Sammy segera mengangkat tangan menyerah.

"Kau tidak perlu bersusah payah meminta bantuan ayahmu Sam, mereka polisi Spanyol yang berada dibawah pimpinanku." ucap Alex dengan senyum miring mengejek penuh kemenangan. Ia segera membalikkan tubuhnya dan melepaskan tali yang mengikat Lusi. Wanita yang dicintainya.


====================================================================================

Hai readers? Gimana ceritaku?

Ditunggu Vote dan Comments nya yaaaa^^ Boleh komentar kalau ada yang patut dikritik. Jika tulisanku menarik, minta VOTE nya guys.

Love,

Mettasha


Ana Uhibbuka Fillah (Aku Mencintaimu Karena Allah)Where stories live. Discover now