Let's Moving on, Senpai!

12.9K 971 476
                                    

Chapter 14| I will still be your good boy, Mom, Dad!


Zedd kunyuk. Oke. Fix. Aku benci Zedd.

He didn't even discuss this serious matter with me. I am his twin brother, for God's sake! Zedd bener-bener keterlaluan! Dia bilang dulu, waktu aku lihat dia nyembunyiin bokep gay di folder tugas biologinya pas kami SMP—lalu kami saling ngaku kalo lebih suka lihat dick daripada tits-- we will be coming out as gay together. I thought we will be gay-brother like together forever. Dasar pengkhianat. Oh Zedd. Look at his face. His strained and cold face. I hate to see that face, stop itu, Zedd!

Aku nggak tau apa yang terjadi sama Zedd, mungkin dia habis kesamber petir lalu otaknya yang kecil itu terbelah jadi dua, i don't know. Otaknya yang udah seupil Selena Gomez itu terbelah dua, bayangin aja hal bego apa yang bisa dia lakuin dengan otak se-mini itu. So suddenly dia ngomong, 'Mom, Dad aku gay' like it was saying, 'Mom, Dad aku habis pipis di celana.' Zedd nggak punya perasaan sama sekali. Dia bikin Mommy nangis dan Dad shock setengah hidup. How can he be so meanie?

Aku coba kejar dia waktu dia lari dari rumah. Aku panggil-panggil namanya, tapi dia nggak mau denger aku. Gitu itu kalo bar-bar punya big issue like being gay. Nggak pake otak karena memang ngga punya otak. Oh Zedd. I hate you. No. I actually care about him, he's my brother bagaimanapun juga. Meski aku selalu wish God mau menarik keputusannya buat jadiin kami sodara kembar tiap kali aku doa makan, tapi everytime aku open mata aku—Zedd is giving me his tounge across the table— terpaksa aku harus menerima kenyataan kalo dia memang brother aku. Ain't just brother, we're twin.

Masalah aku udah banyak, ya? Jerome homophobic, aku udah nyakitin Liam—padahal aku doki-doki sama dia—oh forget Liam for now-- dan kapas pembersih muka aku habis. Aku baru aja mau berdamai sama Zedd, sebab aku mau minta diantar ke Alfamidi.

Look at what he's done now. Aku nggak bisa bersihin muka aku malam ini gara-gara tingkah konyolnya dia. Memangnya, apa sih masalahnya kalo coming out-nya nanti-nanti aja? Nanti gitu kalo kami udah kuliah atau udah bisa cari duit sendiri? Memangnya dia mau ditanyain apa sama Mommy di usia kami yang baru delapan belas, hm? We still can say 'nanti Mom kalo Doraemon jadi manusia' atau ' nanti Mom kalo lebaran bencong' atau anything tanpa bikin Mommy mengernyit curiga kalo tiba-tiba Mom nanyain mana cewe kami.

Maksud aku, we're young. Masih ada banyak waktu untuk ngebahagiain orangtua dengan tingkah lucu kami berdua. Why Zedd giving such heart attack ke Mom and Dad di saat-saat mereka lagi seneng-senengnya memanjakan kami? Ada saatnya kok nanti untuk Mom dan Dad sadar bahwa pilihan hidup itu di tangan kami. Later, Zedd. Not now.

"Adek..." panggil Mom, aku lagi ngelangkah balik kembali ke ruang keluarga. Mom meluk aku, Dad masih duduk di atas sofa dengan tatapan kosong. It was like waktu Om Robi meninggal aku ngeliat Dad dengan ekspresi seperti itu.

Aku elus punggung Mommy dan ngajak Mom duduk. Aku duduk di antara Dad dan Mom.

"Adek kan deket banget sama Kakak..." kata Mommy. Thank God she is cewe sekuat baja, Mom kelihatan lebih bisa menguasai keadaan dibanding Dad, "Is it true? Apa Kakak beneran gay? Dia paling lagi marah aja, kan? Kakak kamu kan gitu kalo ngambek, suka ngomong seenak dia sendiri. Memangnya ada kepengenan Kakak yang ngga Mom dan Dad kasih sampe Kakak ngomong ngaco gitu? Dek. Please. Say something."

Kalo aku bilang, 'yes, Mom. Zedd lagi kesamber petir dewa Zeus. Dia nggak gay kok, dia cuma membual'—it means i betray my brother. No. Aku nggak boleh gitu. Zedd pasti punya alasan dia sendiri.

Another Twin Story [Variant]Where stories live. Discover now