Grand Duchess Katarina Part 3

2.1K 81 2
                                    

11 Tahun Kemudian

Petrograd, Rossiya

Vesna, May, 1916

Seorang pemuda dengan pakaian lusuh berada di antara antrian orang-orang yang mengantri sup dan roti yang dibagi-bagikan secara gratis oleh gereja St. Catherine.

Sesekali dia melihat ke arah samping, ke arah adik laki-laki dan adik perempuannya yang duduk di tepi jalan dengan pandangan sayu. Pakaian mereka tidak lebih baik dari pakaian kakaknya yang sedang mengantri, mereka terlihat begitu lapar.

Pemuda itu membalas pandangan adik-adiknya dengan tersenyum lembut, seolah-olah berkata, Sebentar lagi kita akan makan.

Rusia sedang berperang melawan Jerman sejak tahun 1914 dan menderita kekalahan di beberapa titik pertempuran, dan hal ini mengakibatkan keterpurukan ekonomi bagi Rusia.

Wajah-wajah kuyu dan lapar di antrian yang begitu panjang demi semangkuk sup dan sepotong roti sudah menjadi pemandangan sehari-hari.

Setelah mengantri begitu lama akhirnya pemuda itu berada di barisan terdepan, dia buru-buru menyodorkan tiga buah mangkuk yang terbuat dari aluminium.

"Suster, tolong sup untuk tiga orang, aku bersama adik-adikku," kata pemuda itu sambil menunjuk ke arah adik-adiknya.

Dengan sedikit berlari, kedua adiknya menghampiri kakaknya yang berada di antrian.

"Maaf Nak, supnya tinggal sedikit dan antriannya masih panjang, aku hanya bisa memberimu semangkuk," jawab seorang biarawati yang hari itu bertugas membagikan makanan sambil menunjukkan panci besar yang isinya tinggal seperempat bagian.

"Suster, tolong ... adik-adikku belum makan apapun dari kemarin siang. Kami hanya makan sekali hari. Kumohon, tolonglah mereka," demi adik-adiknya pemuda itu memohon pada biarawati itu.

Biarawati itu memandang kedua anak kecil itu dengan sedih, tapi dia tahu bahwa tidak ada yang bisa dia perbuat. Seluruh kota sedang kelaparan karena perang yang berkepanjangan, kecuali para bangsawan tentunya.

"Aku hanya bisa memberimu dua buah roti dan sedikit tambahan sup di mangkukmu, maaf, tapi hanya itu yang bisa kulakukan," kata biarawati itu sambil menuangkan sup kentang ke dalam mangkuk sembari memberikan dua buah roti.

Meskipun kecewa karena sudah mengantri sejak dini hari tapi hanya mendapat semangkuk sup dan dua buah roti gandum. Pemuda itu tersenyum, "Terima kasih Suster," kemudian dia mengajak kedua adiknya ke tepi jalan untuk makan.

"Sergei, Marsha ... ini roti kalian, makan perlahan-lahan dengan supnya," pemuda itu berkata pada kedua adiknya sambil mengulurkan dua buah roti yang hanya sebesar genggaman tangannya dan semangkuk sup.

"Kakak tidak makan?" tanya adik laki-laki pemuda itu yang bernama Sergei.

"Aku tidak lapar," jawab pemuda itu dengan tersenyum.

"Bohong ... Kakak harus makan, setelah ini Kakak masih harus berkeliling kota lagi untuk mencari pekerjaan baru, ayo kita makan bertiga ... MARSHA! Jangan dihabiskan sendiri kita harus berbagi," kata Sergei dengan nada sedikit tinggi pada adik perempuannya yang masih berumur 8 tahun, yang memakan rotinya dengan lahap.

"Tapi aku lapar," jawab Marsha sedikit merengek.

"Sudahlah Sergei, jangan marahi Marsha, dia masih kecil, lagipula aku tidak lapar."

"Tidak! Kita harus berbagi, ambil setengah rotiku dan kita makan supnya bergantian," jawab Sergei dengan tegas, meskipun Sergei baru berusia 13 tahun, tapi kadang dia lebih tegas daripada kakak laki-lakinya.

Grand Duchess KatarinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang