(1) Bli Raja ~~ Rahajeng Semeng

Start from the beginning
                                        

"Mbah." Devva tidak ingin mendengar segala bentuk kekhawatiran itu. Dia lebih pilih memeluk lengan Mbahnya dan menyandarkan kepalanya di pundak si Mbah. "Kita sudah bahas ini berkali-kali," ucapnya. "Sudah ya, Mbah."

Hhh! Arya menghela napas. Mau marah pun dia tidak bisa. Jadi yang dilakukannya hanya mengusap-usap kepala Devva. Dan kembali diam menatap makam suaminya.

Aku takut Devva seperti Mbah Djiwa dulu, Mas.

***

"Beliau tinggal di Geria yang ada di pusat daerah sini, Devv. Kamu enggak mungkin bisa tinggal di sekitar rumahnya Bli Raja. Geria itu tidak dibuka untuk umum. Hanya di waktu-waktu tertentu. Ketika ada upacara keagamaan. Atau ya hari penting begitu."

Wira menjelaskan dengan sejelas-jelasnya, dan agar Devva mengerti semengerti-mengertinya.

Tapi Devva sedang bebal. Dia sudah kadung kesetrum sama si Bli-Bli sombong itu.

"Ada rumah yang disewain di sana enggak?" tanya Devva lagi. Masih kukuh pokoknya harus tinggal di dekat rumah Bli Raja.

"Mustahil kayaknya, Devv." Wira menggaruk kepalanya pusing. "Rumah-rumah yang ada di sekitar Geria Manuban itu bukan untuk disewakan. Itu rumah warga. Enggak ada kosan ataupun penginapan."

Devva melirik Wira dan berdecak. "Ya udah enggak usah yang dekat banget. Yang penting masih di sekitar sana," katanya. "Dalam waktu dekat ini kalian akan ada perayaan Saraswati kan?"

Kening Wira langsung berlipat. "Kok tahu? Kan ndak ada di kalender loh," dengungnya bingung.

"Nebak aja." Dan jawaban Devva selalu template seperti biasa. "Ayo, Wir. Kita keliling sekitar rumahnya si Bli-Bli itu. Mana tau ada yang dikontrakin." Devva lagi-lagi membujuk.

Kembali menghela napas. Sudah lelah karena seharian mengurusi grand opening restorannya. Lebih lelah lagi menghadapi segala ketantruman Devva perkara kontrakan di dekat rumah Raja.

Pusing!

"Wir—"

"Kamu bukannya cuma dikasih waktu tiga hari sama Mbahmu?" Wira mengingatkan.

"Iya." Devva mengangguk. "Tapi ya udah. Kan yang penting aku enggak ke Uluwatu."

Duh! Makin pusing Wira. "Devv, aku nanti bilang apa kalau Ayah sama Mbahmu tanya?"

"Bilang aku masih sibuk ngusir hantu di restoranmu."

"Percaya banget mereka, Deeeevv!!!" Wira mengeluh frustrasi. "Mereka enggak akan percaya!"

"Ya pasti!" Devva tertawa. "Itu jadi urusanku nanti. Ayo kamu temani aku cari rumah!"

"Tapi—"

"Atau tak balikin itu demit ke restoranmu."

Wira langsung kicep. Ngancemnya enggak oke banget. Sumpah! "Ya sudah." Akhirnya Wira pasrah. Dalam hati dia sungguhan menyesal sudah meminta Devva ke sini.

Mau diusir pulang juga percuma. Devva yang dia kenal, kalau sudah memutuskan ya sudah. Tidak akan bisa diubah.

Kepalanya sekeras itu. Mana duitnya banyak. Percuma juga Wira mau mengancam untuk tidak memberikan akomodasi selama di sini.

"Aku bisa cari sendiri, Wir." Pasti begitu nanti jawabnya.

***

"Rumahnya sudah lama kosong. Kalau tinggal sendirian, terlalu besar untuk Kakaknya."

Akhirnya. Setelah berkeliling hampir seharian di keesokan harinya, Devva berhasil menemukan rumah yang disewakan, dan letaknya tidak jauh dari Geria kediaman keluarga si Bli Raja itu.

MANTRA MADEVVAWhere stories live. Discover now