"Ke mana?"
"Bali, Yah."
Nara menatap anak semata wayangnya lekat. Lalu menghela napas. "Kalau Ayah larang, kamu tetap jalan kan?"
"He he." Devva tertawa. "Aku kan udah gede, Yah. Masa enggak boleh jalan sendiri. Temenku butuh bantuan," katanya.
"Bantuan apa, Nak? Ayah sudah bilang untuk tidak menggunakan kemampuan yang kamu punya kan? Kamu beneran mau buka praktek jadi Dukun tah?" Nara geleng-geleng kepala.
Anak cuma satu. Tapi polahnya adaaa saja. Belum lagi Papa dan Bapak yang sangat memanjakan cucu laki-laki semata wayangnya ini.
Bahkan sampai Bapak meninggal, yang dipinta untuk dekat dengannya ya Devva. Karena kata Bapak, Devva mirip Papa Arya zaman muda.
Dan mirip buyut mereka juga.
Djiwa.
"Yah, sebentar doang. Boleh ya? Ini Wira yang minta tolong. Masa enggak boleh."
Nara lagi-lagi menghela napas. "Jauh, Devva. Ayah—"
"Wis toh, Nar. Anakmu kuwi wis besar." Arya yang sejak tadi mendengarkan perdebatan anak dan cucunya itu akhirnya ikut bersuara.
"Tapi, Pah. Ke Bali loh." Nara kini menghadap Papanya yang duduk di samping Devva.
"Ya kenapa? Asal jangan ke Uluwatu. Bisa ya, Cah Bagus?"
Meski penasaran, tapi Devva mengangguk saja. Pokoknya diokekan saja dulu. Yang penting dikasih izin.
"Biarkan saja. Dulu Bapakmu itu kalau enggak nekat bantah Yangkungmu buat datang ke Yogya, enggak ketemu sama Papa. Enggak bakal ada kamu! Mana tahu di sana Devva ketemu jodoh." Arya menambahi lagi.
Devva langsung bersorak dan bertos ria dengan Mbahnya itu. Memang cuma MbahAr sama MbahBhum yang paling mengerti dirinya.
"Di sini juga banyak kalau mau cari jodoh, Pa." Nara berdecak jengkel. "Jauh banget mesti ke Bali."
"Ya mana tahu." Arya geleng-geleng. "Lagipula ini Devva sudah 26 tahun. Dulu umur segitu, kamu sudah punya Devva. Papa juga umur segitu udah dikawinin Bapakmu."
"Pah ...."
"Ya kan, Mbah? Devva doang ini yang masih jomblo. Lintang sama Arini juga udah mau nikah semua," katanya sambil menyebutkan nama dua orang sepupunya yang saat ini tinggal di Bandung.
Arya mengangguk. Tiga bulan lagi dia ke Bandung ini kawinan cucu sulungnya.
Sementara itu Nara kembali menghela napas. "Ya sudah." Akhirnya dia menyerah. Dikeroyok Arya dan Devva, sudah cukup membuatnya pusing. Takut istrinya pulang dan ikutan memojokannya nanti.
"Yeay!" Devva bersorak riang.
"Tapi ...."
Sorakan Devva langsung berhenti. Kata tapi itu bukan keluar dari ayahnya, melainkan dari Mbahnya.
"Apa, Mbah?" tanya Devva bingung.
Arya tersenyum. Manis sekali. Diusapnya puncak kepala Devva sebelum kemudian berkata, "Hanya boleh tiga hari. Tidak lebih, tapi boleh kurang."
Lah? "Mbaaahhh!!!"
***
Ubud, Bali, H-1 pembukaan restoran ....
"Asu!" Devva yang baru saja masuk ke dalam restoran bergaya khas Bali, dengan view sungai dan sawah berundak yang terkenal sekali di Ubud, langsung mengumpat dan melompat mundur.
YOU ARE READING
MANTRA MADEVVA
FanfictionBxb lokal 🔞 Yizhan 💚❤️ Homophobic jauh-jauh! 🚫 Madevva Janggala Bhumi. Dia ini ke Bali karena mendapat undangan dari teman kuliahnya dulu-Wira-untuk hadir di pembukaan restoran miliknya di Gianyar, Ubud. Niatnya juga hanya tiga hari saja. Begitu...
