Tidak semua yang besar lahir dari kelimpahan. Terkadang, yang paling kuat justru tumbuh dari kekurangan.
—Naira Adistya Prameswari
•••
Mimpi, bagi sebagian orang hanyalah bunga tidur yang bisa dilupakan saat pagi datang. Akan tetapi, bagi Naira Adistya Prameswari, mimpi adalah satu-satunya alasan ia terus melangkah — meski tanah yang ia pijak penuh lumpur, dan langit di atasnya jarang sekali biru.
Ia tumbuh di sebuah desa kecil yang dikelilingi hamparan sawah, tempat di mana suara jangkrik lebih sering terdengar daripada kabar tentang kesuksesan. Di sana, gadis seusianya lebih sering diajarkan cara menanam padi ketimbang menulis cita-cita.
Hanya saja, Naira berbeda. Ia ingin pergi sejauh-jauhnya, bukan untuk melupakan di mana asalnya, tetapi untuk membuktikan bahwa asal-usul bukan alasan untuk menyerah. Ia ingin kuliah di Bandung, meski untuk sekadar membayangkan ongkosnya saja sudah membuat orang-orang di sekitarnya tertawa kecil.
Kadang, malam menjadi satu-satunya tempat ia berani bermimpi. Saat dunia tertidur, hanya Tuhan yang mendengar isi hatinya,
"Kalau memang tak mudah, tak apa. Asal Kau tetap izinkan aku mencoba."
Dan dari situlah semuanya dimulai — dari sebuah doa sederhana di bawah atap rumah sederhana, dari keyakinan seorang gadis desa bahwa harapan, sekecil apa pun, bisa tumbuh menjadi kenyataan.
••••
YOU ARE READING
Langkah Menuju Langit
RandomHidup di desa mengajarkan Naira Adistya Prameswari bahwa mimpi kadang terasa terlalu tinggi untuk digapai. Namun, apa salahnya bermimpi, kalau hatinya sendiri yakin ia bisa sampai ke sana? Di tengah malam yang sunyi, Naira berjanji pada dirinya send...
