Satu malam mengubah segalanya.
Renzee, seorang pria yang terjebak dalam kesalahan tak termaafkan, berusaha menebus dosanya dengan kejujuran pada Angel, wanita yang mencintainya tanpa syarat. Namun takdir merenggut Angel tepat saat mereka mulai belaj...
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
. . .
Suara langkah sepatu kulit terdengar pelan di sepanjang lorong lantai atas - langkah yang tegas dan terburu-buru. Renzee baru saja meraih jas kerjanya, berniat berangkat lebih awal seperti biasa, namun ketika itu juga pandangannya sempat berhenti di depan pintu kamar putri semata wayangnya.
Pintu itu tertutup rapat. Entah kenapa, tiba-tiba rasa bersalah menyelinap di dadanya. Ia teringat wajah Ellenina tadi malam, raut kecewa yang berusaha disembunyikan dengan senyum kecil. Anak kecil itu cuma minta ditemani tidur, dan ia malah menolaknya mentah-mentah.
Langkah Renzee yang semula menuju tangga mendadak berubah arah. Ia memutar kenop pintu kamar putrinya dengan perlahan. Begitu pintu terbuka, alisnya langsung berkerut. Kamar itu kosong. Selimutnya rapi. Tidak ada tanda-tanda seseorang tidur di sana. Ia menoleh ke arah kamar mandi - pintunya terbuka, dan sama sekali tidak ada orang di dalam.
"Nina?" panggilnya pelan. Tak ada jawaban. Sekejap, rasa panik merayap di dadanya.
Renzee segera berbalik, menuruni tangga dengan langkah besar. Pagi masih begitu sunyi, belum ada suara alat masak, belum ada aroma sarapan dari dapur. Itu berarti Sanchika masih belum bangun.
Ia langsung menuju ke depan kamar wanita itu, mengetuk cepat.
Tok! Tok! Tok!
"Sanchika!" panggilnya dengan nada cemas.
Di dalam, Sanchika yang masih tertidur pulas bersama Ellenina sontak terbangun. Ia refleks menoleh ke sisi kasur - bocah itu masih terlelap sambil memeluk boneka beruang kesayangannya.
Sanchika menatap jam di nakas. Hampir pukul enam. Ia membulatkan mata kecil, lalu cepat-cepat bangun, menguncir rambutnya seadanya, dan membuka pintu kamar.
"Pak Renzee, ada apa?" tanyanya setengah panik karena ekspresi Renzee terlihat serius.
"Nina nggak ada di kamarnya!" ucap Renzee cepat, nadanya tegang.
Sanchika sempat terdiam sesaat, sebelum akhirnya menjawab dengan tenang, "Hmm, itu, Pak... Non Nina semalam tidur di sini."
Renzee sempat melirik ke dalam kamar. Di sana, Nina terlihat begitu tenang, tertidur lelap di bawah selimut putih, memeluk erat bonekanya. Wajahnya tampak damai,
"Kenapa dia bisa tidur di sini?" tanya Renzee pelan, tapi ada nada heran di suaranya.
Sanchika menunduk, suaranya lembut dan hati-hati.
"Maaf, Pak. Tadi malam saat saya sudah tidur, tiba-tiba Non Nina datang. Katanya mau ditemenin tidur. Saya sempat ajak dia balik ke kamarnya, tapi Non Nina malah nolak, katanya mau tidur di sini aja sama saya."
Hening sejenak. Renzee memandangi wajah tidur putrinya dari kejauhan, matanya sedikit melembut. Lalu tanpa banyak bicara, ia menarik napas dalam dan berkata, "Yaudah, biarin dia tidur dulu, sampai jam bangunnya seperti biasa. Saya mau berangkat."