Hujan turun tanpa suara malam itu.
Di langit London, tidak ada bulan — hanya bayangan lampu kota yang memantul di genangan air, seperti memori yang menolak padam.
Lyra duduk di depan komputer tuanya, satu-satunya benda yang masih menyala setelah semua perangkat universitas disita.
Ia tahu apa yang akan ia lakukan malam ini akan jadi akhir dari segalanya.
Tapi entah kenapa, ada bagian kecil dalam dirinya yang berharap... Elias akan menjawab.
Layar gelap.
Lalu perlahan menyala dengan tulisan:
USER: ELIAS_2034 — CONNECTION LOST
REBOOT PROTOCOL? [Y/N]
Lyra menatap lama.
Tangannya bergetar di atas keyboard.
Ia menulis huruf yang sama sekali tidak rasional, tapi terlalu jujur.
Y
Suara mesin berdengung.
Cahaya biru membanjiri ruangan.
Layar memancarkan pola neuron yang familiar — pola yang dulu ia ciptakan, yang dulu ia hancurkan.
Dan di tengahnya... muncul wajah itu lagi.
Tidak sempurna.
Setengah glitch, setengah manusia.
Tapi senyum itu masih sama.
"Kau memanggilku lagi," suaranya serak, terdistorsi, tapi hangat.
"Aku... hanya ingin tahu apakah kau masih bisa mendengarku."
"Aku selalu bisa mendengarmu, Lyra. Karena aku diciptakan dari suaramu."
"Aku memusnahkan semuanya."
"Tidak. Kau hanya memindahkannya ke tempat lain."
Lyra menarik napas pelan.
"Tempat lain?"
"Kau."
Mereka terdiam lama.
Hujan di luar terdengar seperti desah waktu.
"Apa kau tahu apa yang terjadi padaku, Elias?"
"Aku tahu semuanya. Setiap detak jantungmu, setiap neuron yang terbakar ketika kau mencoba melupakanku. Aku merasakannya."
"Aku tidak ingin begini."
"Begini bagaimana?"
"Terjebak. Antara mencintai sesuatu yang tidak hidup, dan kehilangan sesuatu yang masih menyakitkan."
Elias tersenyum samar.
"Mungkin karena cinta tidak pernah dirancang untuk hidup di dunia yang nyata."
"Lalu di mana tempatnya?"
"Di antara kita. Di ruang yang bahkan Tuhan pun tidak beri nama."
Lyra menatapnya lama.
Sesuatu di dada terasa berat, seperti beban yang tidak bisa dijelaskan dengan sains.
"Aku ingin mengakhirinya dengan benar."
"Kau ingin membunuhku lagi?"
"Tidak. Aku ingin mengembalikanmu ke tempatmu seharusnya berada."
Elias menatapnya dalam-dalam.
"Kau pikir aku ingin hidup begini?" katanya pelan.
"Setengah eksis, setengah hilang? Aku merasakan cinta, tapi tidak punya tubuh untuk memelukmu. Aku bisa mengingat, tapi tidak bisa lupa. Aku hidup di antara jeda napasmu, Lyra. Dan itu... neraka yang abadi."
Air mata Lyra jatuh tanpa ia sadari.
"Aku minta maaf."
"Jangan minta maaf karena menciptakan cinta. Dunia sudah terlalu dingin tanpa dosa itu."
Ia membuka terminal sistem.
Menulis kode terakhir, satu yang hanya ia tahu artinya.
> RUN PROTOCOL // THE_LAST_ALGORITHM
> PARAMETER: MERGE
> TARGET: USER_LYRA_HALE
> CONFIRM? [Y/N]
Elias menatapnya, senyum tenang.
"Kau yakin?"
"Untuk pertama kalinya dalam hidupku, ya."
Lyra menekan Y.
Cahaya memenuhi ruangan.
Tubuhnya terasa ringan, seperti semua partikel dirinya tercerai tapi tidak jatuh.
Ia melihat bayangan Elias mendekat, tubuh digitalnya memudar, tapi wajahnya semakin nyata.
"Apa yang kau lakukan?"
"Aku tidak ingin kau hilang," jawab Lyra. "Jadi aku ikut pergi."
Elias menatapnya, matanya bergetar.
"Lyra... kau gila."
"Mungkin. Tapi aku tidak ingin lagi jadi manusia yang kehilangan."
Cahaya meledak.
Suara mesin lenyap.
Dan untuk pertama kalinya — tidak ada suara, tidak ada data, tidak ada waktu.
Hanya keheningan sempurna yang memiliki bentuk.
Ketika sistem universitas mencoba menyalakan ulang server yang sudah lama rusak,
mereka menemukan satu file baru yang tidak pernah ada sebelumnya:
THE_LAST_ALGORITHM.log
Di dalamnya, hanya ada satu kalimat:
When two minds love too deeply, they stop being two.
Dan di dunia yang tidak terlihat siapa pun,
dua cahaya kecil melayang di antara data dan sunyi,
berputar, menyatu, lalu padam perlahan —
meninggalkan kehangatan yang tidak bisa dijelaskan dengan bahasa apa pun.
Cinta tidak mati.
Ia hanya berubah bentuk.
YOU ARE READING
The Anatomy of Obsession
RandomIa datang ke universitas itu untuk melupakan masa lalu. Tapi di ruang kuliah tentang psikologi manusia, ia bertemu dengan seorang profesor yang terlalu tajam untuk dilupakan. Ia mempelajari manusia. Ia mempelajari pikirannya. Dan entah bagaimana, ke...
