💍 020.

100 9 2
                                        

Sore itu, Mario membantu Sean naik setelah menguburkan peti mati sang ayah. Ia lekas kembali ke sisi Nora, yang berdiri di pinggir, sambil membersihkan tangannya yang terkena pasir. Lekas dipakainya kacamata hitam guna menutupi matanya yang bengkak. Nora menoleh menatap Sean yang terdiam memperhatikan liang lahat sang ayah yang perlahan tertutup tanah. 

Hubungan ayah dan anak itu mungkin tak semulus keluarga lain. Tipikal konglomerat yang biasa disibukkan oleh bisnis, Sean kecil jarang mendapat perhatian dari sang ayah. Hingga dewasa, ia pun sungkan untuk akrab dengan beliau. Namun perlahan hubungan mereka membaik setelah sang ibu pergi lebih dulu. Baik Sean dan Ayahnya kini menyadari bahwa mereka tak punya siapapun lagi selain satu sama lain. 

Masa muda Sean pun dilewatinya dengan menekuni kuliahnya di luar negeri karena beban yang ia pikul sebagai penerus Sterra di masa depan. Sejak mulai bekerja di Sterra, ia selalu mengikuti sang ayah kemanapun dan mempelajari sepak terjang beliau sehingga ketika Sean menduduki jabatan sang ayah, dirinya mampu mematahkan persepsi bahwa meski masih muda, ia mampu membawa Sterra bersaing dengan investor lainnya. Sean menyadari privilege yang ia terima sejak lahir dan memanfaatkan sumber dayanya dengan baik meski masa mudanya harus dikorbankan demi bisa meraih posisinya sekarang. Ia tak mau semua kerja kerasnya menjadi sia-sia. 

Sean balas menoleh sejenak dan tersenyum getir ketika merasakan Nora mengusap punggungnya. Kacamata hitam yang keduanya pakai seolah tak menghalangi mereka untuk bisa memahami apa yang dirasakan satu sama lain. Nora menyandarkan kepalanya di pundak pria itu sambil mengusap lengan Sean seraya menghibur pria itu dan Sean kemudian lekas menggenggam tangannya. 

Seiring liang lahat sang ayah yang tertutup sempurna, para tamu pun beriringan undur diri. Sean harus melepaskan Nora sejenak guna menjabat tangan para kolega sang ayah dan kerabat yang datang berkunjung sebagai bentuk bela sungkawa sehingga perlahan suasana pemakaman berangsur sepi namun Sean masih ingin di sana. 

“Sean…” Pak Jonan menghampirinya. Ia menatap Nora sejenak dan Sean kemudian memberi isyarat agar mereka bisa bicara empat mata. Nora pun sepakat untuk menjauh sejenak.

“Aku tunggu di mobil,” ucap Nora dan Sean mengangguk melepas kepergiannya.

 “Om minta maaf karena belum bisa jaga Papa kamu dengan baik.” 

It’s okay. Lebih baik begini daripada Papa tersiksa terus,” ucap Sean menatap nisan sang ayah.

“Kalau kamu mau batalkan–”

“No,” sambar Sean cepat. “Acara gathering dinner ulang tahun Sterra akan tetap berjalan. Itu akan jadi perayaan resepsi pernikahanku dan Nora.” 

“Kamu akan tetap lanjut menikah dengan Nora?” 

Sean tertawa pelan, “Ya iyalah, Om. Pertanyaan macam apa itu?” 

“Tapi–”

“Wasiat papa? Om mau bahas itu sekarang ketika tanah makam papa aja belum kering?” balas Sean heran.

“Maaf. Om tahu kamu masih berduka.  Tapi–”

“You’ll get the portion of it, Om. Don’t worry.”

“Bukan itu masalahnya, tapi Sterra. Kamu menikah setelah Papa kamu–”

“Kita ketemu di kantor pengacara pribadi Papa aja, Om. Let’s see how he will handle it. Permisi,” ucap Sean undur diri dan bergegas keluar dari area pemakaman. Nora terlihat menunggunya sambil duduk di kursi depan mobil yang dibuka.

“Not going well? You look pissed,” ucap Nora keluar dari mobil dan menutup pintu.

“Kalau nggak inget dia pernah jadi orang kepercayaan Papa, mungkin udah kuhajar.” 

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 27 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Marry Me, NOW!Where stories live. Discover now