[M] Let me teach you to try something you've never done before.
───────────── ୨୧ ──────────────
ⓘ Semua hanya fiksi dan tidak disangkut pautkan dengan kejadian nyata. Happy Reading 𖹭.
Wayne yang bingung dengan keadaan sekarang menatap pada Gabby yang sedari tadi duduk diam mendengar perbincangannya dengan sang manajer. Ia melihat seringai tipis muncul di wajah temannya itu sambil menatap ke arahnya.
"Tapi, untungnya Gabby langsung memberikan proposal miliknya yang tidak jauh beda dengan milikmu sehingga bisa menarik kembali beberapa perusahaan untuk berinvestasi."
"Tidak begitu, Pak. Untungnya saja milik kami berdua tidak berbeda jauh." Jawab Gabby dengan senyuman yang ia tunjukkan pada sang manajer.
"Wayne, aku tidak mau hal ini terulang lagi. Kau orang yang kompeten. Tidak biasanya kau membuat kesalahan seperti ini. Lain kali periksa ulang pekerjaanmu sebelum diserahkan."
Wayne yang ingin membela diri itu langsung ia urungkan karena sudah tidak memiliki tenaga untuk berbicara. Ini pasti ulah Gabby. Sudah banyak orang yang bermasalah dengannya, tetapi Wayne hiraukan saja karena ia juga tidak terlalu dekat dengannya. Tapi, ia salah. Ia ternyata malah menjadi kambing hitam dari rencana Gabby agar wanita itu bisa mencuri perhatian dari sang manajer dengan reputasinya yang 'baik'.
"Kali ini aku akan membiarkan masalah ini. Tapi, aku beri satu tugas tambahan untukmu. Kau harus menarik kembali satu investor kita yang telah membatalkan kerjasamanya, S.A Company. Kuberi waktu dua minggu, apa kau bisa, Wayne?"
Wayne meremat dokumen yang ia pegang dan mengangguk setuju, "Baik, pak."
Setelahnya, ia pun dibolehkan keluar dan melanjutkan pekerjaannya. Disusul oleh Gabby yang juga keluar dengan senyum kemenangan yang muncul di wajahnya sambil melihat ke arah Wayne yang tidak memedulikan hal itu sama sekali dan melanjutkan pekerjaannya.
Langit yang telah menggelap menandakan jam kerja Wayne telah selesai. Semua rekan kerjanya sudah pulang lebih dulu, tetapi ia yang diberi tugas tambahan mau tidak mau harus pulang sedikit lebih lama.
Ia yang kini sudah berada di luar memutuskan untuk mampir ke toserba terdekat dan membeli sekaleng bir. Wayne rasanya tidak ingin langsung pulang. Mengeluarkan Handphone-nya untuk menghubungi seseorang yang tidak lain dan tidak bukan adalah Rei.
"Halo, kenapa Wayne?"
"Rei, lo lagi dimana sekarang?"
"eeum.. gue lagi di— AH benter, Riki.."
'Riki?' Wayne yang mengetahui temannya ini sedang menghabiskan waktu bersama kekasihnya itu memutuskan untuk mematikan teleponnya, "Sorry ngeganggu kalian, gue matiin teleponnya."
"Oh.. EH okey sorry, Wayne."
Lagi dan lagi Wayne kembali menghela nafas. Ia bingung harus kemana sekarang. Jika langsung pulang, ia pasti akan kepikiran dengan masalah tadi yang akhirnya membuat kepalanya sakit dan membuat mood-nya jadi terganggu.
Tiba-tiba saja Wayne terpikirkan satu tempat. Ia memberhentikan taxi dan menuju ke tempat itu.
Sekarang, ia sudah berdiri diam di hadapan sebuah gedung besar yang memiliki tiga lantai. Menarik nafas dan melangkahkan kakinya masuk ke dalam. Ya, Wayne kembali menginjakkan kakinya di pub yang ia datangi dengan Rei kemarin malam.
Setibanya di lantai dua, ia sedikit ragu untuk membuka pintu kaca itu. Bagaimana jika orang-orang yang bercumbu kemarin berpindah tempat tepat di depan pintu ini? Tidak ada yang tahu kan. Perlahan ia membuka pintu dan helaan nafas lega ia keluarkan.
Melirik kesana kemari dan benar apa yang dikatakan Rei bahwa keadaan di ruangan ini berbeda dengan kemarin. Orang-orang hanya duduk, berbincang sambil meminum minuman di atas meja masing-masing. Mereka juga terlihat memakai pakaian yang formal seperti dirinya.
Wayne mendudukkan dirinya di meja bar dan memesan segelas minuman. Wayne awalnya sedikit ragu melihat gelas yang terisi minuman beralkohol itu, tapi ia tepis rasa ragunya dan langsung menenggak minumannya hingga habis. Ia merasakan bebannya menghilang sejenak. Ntah sudah berapa gelas yang ia teguk. Rasa pahit dan manis yang asing melewati tenggorokan. Ketika akan minum untuk yang kesekian kalinya, suara dari sebelahnya menginterupsi kegiatannya.
"Sorry, that's mine."
Wayne menoleh dan mendapati wajah yang tidak asing. Setelah beberapa menit, ia berhasil mengingat siapa orang di hadapannya ini.
"You? Kamu yang nabrak saya sama temen saya kemarin malem, right?"
Seringai tipis tercipta di wajah Simon, "Yes, and also drive you home."
Wayne menganggukkan kepalanya mengiyakan pernyataan tersebut. Ia tidak menyangka bertemu kembali dengan pria ini. Ada keheningan selama beberapa menit, sebelum Simon kembali membuka suara.
"Sendirian kesini? Teman kamu yang kemarin itu kemana?" Tanya Simon sambil menyesap minuman yang ia pesan.
"She's with your brother."
"Oh, i see. Pantes aja Riki nolak pas saya ajak kesini."
Setelahnya hanya ada keheningan lagi. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing sambil meneguk gelas yang diisi minuman berkali-kali. Sudah 30 menit berlalu sejak percakapan terakhir dan mereka masih bertahan dengan atmosfer hening yang tercipta di antara keduanya walaupun alunan musik mengisi ruangan.
"Toleransi alkohol kamu lebih tinggi ya daripada teman kamu itu." Simon yang tiba-tiba bersuara itu membuat Wayne menghentikan kegiatan minumnya.
"Iya, mungkin. Saya juga baru tahu hari ini. Ini pertama kali saya minum kaya gini."
"Oh, this is your first time?"
Sebuah anggukan sebagai jawaban diberikan oleh Wayne.
"Jadi, selama ini kamu belum pernah minum? Tapi, kenapa hari ini kamu minum? Something happens? Oh, maaf kalau saya terlalu ikut campur."
Gelengan pelan diberikan oleh Wayne, "Ngga kok. Saya lagi ada problem di tempat kerja aja." Wayne pun menceritakan apa yang terjadi dan apa yang ia rasakan. Simon mendengarkan dengan seksama apa yang wanita di hadapannya ini bicarakan. Simon memberikan minum setelah Wayne selesai bercerita. Raut wajah kesal sangat terpampang jelas di wajahnya.
Simon hanya menjawab seadanya karena ia tahu di posisi sekarang ini Wayne hanya butuh didengarkan dan tidak memerlukan kata semangat.
"Mereka lagi." Wayne bersuara sambil melihat pada satu titik.
"Ada apa?" Tanya Simon heran.
"Itu. Kamu lihat mereka yang lagi ciuman disana? I saw them yesterday, dan hari ini mereka ngelakuinnya lagi. Apa sih yang menyenangkan dari bertukar liur dengan orang lain?"
"Kenapa? Kamu belum pernah?" Wayne merasakan suara Simon berada tepat di telinganya. Ia merasakan sedikit geli ketika hembusan nafas itu menerpa tengkuknya sekilas. Gelengan singkat ia berikan.
"Belum." Saat berbalik badan untuk menghentikan hembusan nafas menggelitik itu, ia malah mendapat hal yang lebih mengejutkan lagi.
¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.