...
Kelima penghuni berdiri di pintu utama memandangi kereta kuda sewaan William bergerak menjauh, keluar dari gerbang tanah Stanwick, bak mengantar kepergian seorang putra tersayang ke medan perang. Karena biasanya, rekan Alexander akan pergi begitu saja tanpa perlu dilihat seperti ini, beberapa kali sebelumnya. Tetapi, entah bagaimana tadi, mereka semua jadi ikut berdiri mengantar sampai depan.
"Karena urusan pekerjaan, apa beliau akan balik lagi ke Stanwick?" Sophia Barton yang pertama kali bersuara ketika orang-orang mulai berbalik untuk masuk.
"Tergantung lama urusannya, Miss Barton," balas Edward hangat. Si penanya menganggukkan kepala paham.
"Mr. Cleaves, apa anda akan sibuk hari ini?"
Si tuan rumah menengok ke rombongan dua orang paling belakang, pada sang istri yang tiba-tiba bertanya.
"Tidak begitu, Lady Percy. Apa ada yang bisa saya bantu?"
Alexander bergantian melihat keduanya. Bibir Anne yang terulas senyum simpul basa-basi.
"Jika tidak keberatan, apa anda bersedia menjadi pasangan dansa?"
Edward melirik ke arahnya sekilas. Sementara dua saudari Barton bertukar tatapan.
"Saya ingin memperlihatkan langkah-langkah berdansa kepada Miss Barton," jelas Anne.
Apa?
"Aku bisa melakukannya." Kalimat itu meluncur lebih dulu dari mulut Alexander sebelum sempat dipikirkan ulang. Nadanya terdengar tak terima.
Tentu saja. Dia-yang suaminya-ada di sini, kenapa pula wanita itu meminta pria lain? Untuk menjadi pasangan dansa?
Sangat tak masuk akal.
Anne mengangkat sepasang alis ke arahnya tampak terheran.
"Oh, saya kira My Lord akan sibuk," Anne buru-buru merangkai balasan, lalu beralih ke Edward kembali, "maaf, Mr. Cleaves, sepertinya tidak jadi."
"Atau Mr. Cleaves bisa ikut juga menjadi pasangan belajar saya nanti." Lydia menyambar dengan sarannya, terlihat antusias, sedangkan kakaknya tampak terkejut.
"Tentu, Miss Barton, saya cukup lengang." Edward membalas setelah pertimbangan. Si Barton muda tersenyum semakin lebar.
"Kalau begitu, mari kita ke drawing room," ambil alih Anne mempersilakan lebih dulu para tamu untuk berjalan. Dan begitu tepat di sampingnya, Alexander segera berbisik mempertanyakan.
"Kenapa kau memintanya-?"
"Bukankah semalam kau bilang tak ingin berurusan dengan rencana ini?"
Dan mulut Alexander cuma terbuka menemui kebuntuan begitu teringat. Sementara Anne menautkan alis ke arahnya, bingung.
Benar juga, dia tak ingin berurusan. Tapi-
Tapi... kenapa ia tak terima pada bayangan Edward berdansa dengan istrinya meski cuma untuk belajar...
Benar, Anne istrinya.
"Kau bersedia atau tidak?" Wanita itu bertanya lagi meminta konfirmasi, "tak ada yang memaksamu."
Dan Alexander menjawabnya sambil menghela napas berat.
"Bersedia."
Entah kenapa, ia jadi merasa mengalah pada perasaan rumit dan tiba-tiba ini.
...
Dan beginilah dirinya, berdiri dengan tangan terlipat di depan, di drawing room yang furniturnya sudah disisihkan agar lebih lapang dan leluasa untuk dijadikan lantai dansa dadakan.
YOU ARE READING
With All Due Reluctance
Historical Fiction𝑯𝒊𝒔𝒕𝒐𝒓𝒊𝒄𝒂𝒍 𝑹𝒐𝒎𝒂𝒏𝒄𝒆 Inggris, 1838 County yang damai itu tiba-tiba dikejutkan oleh kedatangan keluarga Duke besar dari utara yang berniat untuk menghabiskan musim dingin di sana. Tapi dari semua itu, yang paling cukup mengejutkan bagi...
